Berita

Badan Pers Pesantren (BPP) Adakan Orientasi Insan Pers dengan Tema “Ghazwul Fikr”

Fahmi Salim, M.A sedang menyampaikan presentasinya
Fahmi Salim, M.A sedang menyampaikan presentasinya

Sabtu (16/05), Badan Pers Pesantren (BPP) Pondok Pesantren Sidogiri (PPS) mengadakan “Orientasi Insan Pers” dengan tema, “Ghazwul Fikr” yang dihelat di ruang Auditorium Kantor Sekretariat PPS Lt. II.
Acara yang diikuti oleh seluruh staf redaksi dari 18 media yang dimiliki Pondok Pesantren Sidogiri –baik  yang berupa Mading, Majalah, Buletin, Koran, dan Website– ini  mengundang Fahmi Salim, M.A., 
Wakil Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI).

Dalam pemaparannya, lelaki yang mendapat gelar magister bidang Tafsir Ilmu al-Quran dari Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, ini menjelaskan bahwa saat ini banyak terjadi pendangkalan pengetahuan, distorsi sejarah, pelarutan budaya, pemikiran, dan pembaratan.

Dalam hal pendistorsian sejarah, misalnya, pria kelahiran Jakarta 22 Mei 1980 ini menjelaskan, bahwa tragedi perang Belanda melawan Pangeran Diponegoro oleh para sejarawan Barat hanya dikisahkan sebagai perang perebutan tanah. Padahal, perang selama lima tahun yang banyak menghabiskan dana tersebut, merupakan perang perlawanan untuk menegakkan syariat Islam.

Dari segi pembaratan, demikian Fahmi menjelaskan, sejak dulu para abdi dalem perempuan Keratonan Jogja berpakaian tertutup dan berkerudung. Tetapi, setelah kepemimpinan Sultan Hamengkubuwono V, para abdi dalem dan penari Keratonan mulai mengumbar auratnya.

“Mereka, (para penari dan abdi dalem perempuan, red) didatangkan dari Bali,” terangnya.

Lebih lanjut, Fahmi lebih menitikberatkan pemaparan ghazwul fikr-nya untuk melawan para liberalis, sebab kelompok pemuja kebebasan ini sangat berbahaya bagi akidah umat Muslim, terutama para pemudanya. Menurutnya, mereka suka mencomot dalil asal-asalan, membaca Islam dengan kacamata Barat dan suka mencampur-adukkan dua hal yang bertentangan.

“Mereka membuat istilah yang aneh-aneh, seperti ada istilah Lesbian Muslim, Gigolo Beriman, Kumpul Kebo Islami…,” tuturnya sembari disambut gemuruh tawa para audiens.

Terakhir, Fahmi berharap, pesantren memiliki perguruan tinggi, tetapi tetap dengan prinsipnya sendiri. “Tak perlu membebek pada pemerintah, karena pesantren adalah lembaga independen,” katanya. Menurutnya, tunas yang sudah dirawat sejak dini, hingga dewasa, bisa tetap berada dalam  frame yang diharapkan.[r-dy]

Shares:
Show Comments (0)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *