Berita

Sebagai Persiapan BMW, Kuliah Syariah Adakan Tauiyah

Khusu': acara tauiyah ditutup dengan doa dari KH. Azizi Hasbulloh
Khusu’: acara tauiyah ditutup dengan doa dari KH. Azizi Hasbulloh

Sebelum diselenggarakannya Bahtsul Masail Wustha (BMW) pada akhir tahun pelajaran nanti, Pengurus Kuliah Syariah menganggap perlu diadakannya konsep dan metode musyawarah yang matang. Hal ini agar perhelatan musyawarah berjalan lebih efektif dan produktif.

Untuk itu, Pengurus Kuliah Syariah kembali menggelar Tauiyah (penerangan) tentang konsep dan metode musyawarah yang efektif Minggu (16/4) di Aula Sekretariat PPS.

Acara yang dikemas dengan tajuk Memahami Konsep dan Semangat Pemikiran Ulama Salaf ini diikuti oleh anggota Kuliah Syariah (kelas I dan II Aliyah), anggota LMF (Lajnah Murajaah Fiqhiyah) dan delegasi dari murid Tsanawiyah. KH. Azizi Hasbulloh dari Blitar bertindak sebagai narasumber.

KH. Azizi mengatakan bahwa, perlunya musyawarah dalam segala lingkup. Meskipun pada hal-hal yang menurutnya mudah dan gampang. Kemudian beliau mengutip salah satu ayat al-Baqarah (ayat 31-34/juz 1) yang menjelaskan secara sederhana, bahwa Allah SWT mengajarkan kepada hamba-Nya agar selalu bermusyawarah dalam segala hal, sekalipun kepada orang yang dibawah kapasitas keilmuannya.

Menurut KH. Azizi tingkatan manusia dalam musyawarah itu ada tiga macam. Pertama, seorang yang sempurna. Kedua, setengah sempurna. Ketiga, tidak sempurna. Adapun yang dimaksud dengan orang sempurna adalah bermusyawarah dan mau berpendapat. Setengah sempurna adalah bermusyawarah, tapi tidak mau berpendapat atau sebaliknya. Sedangkan yang dimaksud tidak sempurna adalah tidak berpendapat dan tidak mau musyawarah.

“Sayyidina Ali r.a mengatakan, tidaklah kerusakan seseorang setalah mengadakan musyawarah,” tutur Kiai alumni Lirboyo ini.

Di sela-sela paparannya, Kiai yang menjadi murid dari KH. Maksum Jauhari ini menyampaikan cara penalaran formulasi hukum Islam dan pengembangannya sebagaimana berikut; Pertama, belajar membaca kitab yang memuat semua bab fikih. Kedua, dapat memahami setiap bab meliputi definisi, rukun, dan sarat-sarat dari masing-masing rukun tersebut. Ketiga, mengetahui kaidah fikih agar mengetahui latar belakang terjadinya rumusan tersebut. Keempat, memahami dalil aslinya dari al-Qur’an, hadis, ijma’ dan qiyas.


Penulis: M. Saifuddin Ali
Editor: Zainuddin Rusdy

Shares:
Show Comments (0)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *