BeritaMaklumat

Taujihat Majelis Keluarga Pondok Pesantren Sidogiri Menjelang Liburan Maulid 1436 H

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله  الحمد لله  والصلاة والسلام على رسول الله   وعلى أله وصحبه ومن والاه. أما بعد

Anak-anakku sekalian… saya tahu libur Maulid ini sudah cukup lama kalian nantikan, mungkin sejak berbulan-bulan yang lalu. Saya tahu, sejak jauh-jauh hari kalian telah menghitung-hitung tanggal atau mengurung angka-angka di kalender setiap pagi. Dan, mungkin malam inipun kalian juga menghitung-hitung jam menunggu fajar terbit dan subuh tiba. Adalah hal yang amat manusiawi jika seseorang merindukan kampung halaman dan handai tolannya. Saya teringat ada seorang penyair berkata:

Silakan kau pindahkan hati kepada cinta yang manapun

Hati itu akan tetap terikat dengan cintanya yang pertama

Seperti pemuda berkelana, menyenangi banyak tempat di sana

Tapi rasa rindu hanya untuk kampung halamannya yang pertama

Bagi bangsa Indonesia pada umumnya, nilai kampung halaman melebihi emas permata. Bangsa kita memiliki filosofi memilih hujan batu di negeri sendiri daripada hujan emas di negeri orang. Dalam filosofi Jawa, mangan ora mangan kumpul. Boleh jadi, karena filosofi inilah, bangsa kita sampai saat ini tidak bisa menjadi bangsa yang maju. Bangsa-bangsa yang maju lebih banyak memiliki tipe berani berkelana, berani merantau, dan dalam  bahasa sejarah Islam, berani hijrah karena ingin mencapai cita-cita.

Beberapa negara di Eropa, saat ini menjadi bangsa yang ditakuti dunia, karena mereka berani datang ke negeri asing. Tahukah kalian, bangsa Inggris pernah membawa pasukannya hampir ke 90 persen wilayah di dunia ini. Hal yang hampir sama juga dilakukan oleh bangsa Prancis, Jerman dan Amerika Serikat.

Kita harus mengambil pelajaran dari sejarah. Pelajaran hidup itulah yang menjadi salah satu tujuan inti kenapa sejarah diajarkan. Kiblat kita tentu saja adalah sejarah Rasulullah r dan para sahabat beliau, meskipun kita juga dianjurkan mengambil pelajaran dari sejarah manapun.

Kenapa agama kita bisa tersebar hingga ke sini, hampir sembilan ribu kilometer dari Makkah dan Madinah? Karena ada beberapa tokoh ulama yang rela jauh dari kampung halaman demi misi untuk menyebarkan agamanya. Islam menjadi jaya setelah Rasulullah r dan kaum Muslimin berani meninggalkan kampung halaman mereka, berhijrah ke Madinah, tempat baru yang lebih menjanjikan. Semua orang merasa berat untuk meninggalkan kampung halaman, tapi orang yang berpikir dewasa dan berjiwa besar akan berani memikul hal-hal berat demi menggapai impiannya di kemudian hari.

Belajarlah untuk berjiwa besar, yaitu tidak hanya mengikuti apa yang kalian senangi saat ini, tapi memikirkan apa yang akan kalian capai di masa yang akan datang. Keluarlah dari zona nyaman agar jiwa kalian bangkit dan berkobar. Berjalanlah dan mengalirlah, jangan terus menerus diam, karena air yang diam akan keruh berlumut. Semua hal menjadi bernilai karena berani meninggalkan tempat asal. Darah rusa menjadi kasturi karena berpindah dari tempat asalnya. Sekuat apapun seekor singa, bukanlah apa-apa jika ia tak bisa berlari.

Konon, Imam asy-Syafii, imam yang menjadi panutan kita semua pernah menggubah sebuah syair yang artinya: Pergilah, maka kau akan menemukan pengganti dari orang-orang yang telah engkau tinggalkan. Dan, berupayalah dengan sungguh-sungguh, karena kenikmatan hidup terletak pada usaha yang tak kenal jenuh.

Setiap orang bisa berkembang karena berani menghadapi tantangan. Oleh karena itu, ciptakanlah tantangan-tantangan untuk diri kalian. Sejauh mana kalian bisa menciptakan tantangan dan menghadapinya, maka sejauh itu pula kalian akan berkembang. Jangan mudah berpuas diri dan menikmati apa yang sedang kalian alami. Karena dunia terus berputar, dan waktu terus berjalan, maka kalian tidak boleh berhenti dan melangkah pelan.

Anak-anakku sekalian… Tidak ada mondok yang enak. Jika kalian mencari kehidupan yang enak, maka kalian salah alamat datang ke Sidogiri. Di sini adalah tempat di mana kalian harus merasakan hal-hal pahit untuk melatih keteguhan jiwa kalian terhadap ajaran agama. Jika ada hal yang sangat pahit rasanya, tapi sangat manis buahnya bagi kalian, maka itu adalah pohon kesabaran kalian dalam menjalani proses mencari ilmu dan melatih diri di Sidogiri.

Maka, jangan sampai ada di antara kalian yang menyerah hanya gara-gara merasa tidak kerasan atau merasa tidak betah hidup di bilik-bilik yang sesak. Tidak betah karena harus tidur berdesakan, atau karena lelah menunggu antrian mandi dan makan. Semua ketidaknyamanan itu justru merupakan tantangan yang paling bernilai bagi kalian. Ingatlah, para pahlawan tidak pernah lahir dari kasur yang empuk, tapi selalu muncul di atas cadas-cadas yang terjal.

Justru jika misalnya ada di antara kalian yang merasa nyaman berada di Sidogiri, maka sebetulnya dia sedang kehilangan momentum untuk bangkit. Siapapun yang merasa berada di zona nyaman, maka sudah seharusnya dia menciptakan hal-hal yang membuat dirinya merasa tidak nyaman. Yaitu, dengan melakukan kegiatan-kegiatan bermanfaat yang membuat lelah, atau dengan menciptakan tantangan-tantangan yang membuatnya terus berbenah. Kita berpacu dengan diri kita sendiri. Jika kita gagal menyibukkan diri dengan hal-hal berguna, maka kita akan disibukkan oleh hal-hal yang mendatangkan bencana.

Posisi kalian di pondok dan di rumah, tidak ubahnya dengan posisi kalian di dunia dan akhirat. Kehidupan dunia adalah tempat singgah atau jalan yang ditempuh oleh musafir, bukanlah kampung halaman yang menjadi tujuan. Karena itulah, para ulama-ulama salaf merasa tidak kerasan hidup di dunia. Sebab, ketika kita merasa nyaman dengan kehidupan dunia kita, maka berarti kita sedang tertipu. Kita harus segera sadar dan bangkit untuk melakukan hal-hal yang membuat kita merindukan akhirat. Karena itulah Almaghfurlah Kiai Hasani Nawawie merasa tidak kerasan hidup di dunia. Beliau sering minta didoakan untuk cepat meninggalkan kehidupan ini. Hal itu, karena beliau sangat menjiwai posisi kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Beliau memandang dunia sebagai proses yang harus ditempuh sepahit apapun itu, bukan kampung halaman tempat kita melepas rindu.

Sekian… Selamat  berlibur. Jadikanlah liburan ini sebagai momen untuk meraih rida orang tua. Ayah adalah tiang hidup kalian, dan ibu adalah mata air yang tak pernah berhenti mengaliri hidup kalian. Rida orang tua adalah jalan yang sangat terang bagi hidup kalian. Lakukanlah apa saja untuk menyenangkan dan menenteramkan hati mereka, senyampang hal itu tidak bertentangan dengan ajaran agama. Kalau tidak bisa, minimal, kalian tidak menyakiti hati mereka dan tidak membebani mereka dengan sesuatu yang berat.

Semoga liburan kalian tidak hanya menyenangkan, tapi juga menyegarkan. Selamat berlibur, Sidogiri menunggu kedatangan kalian… Dan salam kami untuk ayah dan ibu kalian di rumah. Semoga mereka senantiasa diberi kesehatan dan kemudahan dalam segala hal. Amin ya Rabbal Alamin.

(Malam Rabu, 9 Rabiul Awal 1436 H)

 

Shares:
Show Comments (2)

2 Comments

  • Moh. Kholilullah
    Moh. Kholilullah
    1 Januari 2015 at 6:21 am

    Subhanallah.. smg Allah selalu meridhai para masyayikh yang tak pernah kenal lelah memberikan nasehat-nasehatnya untuk kita semua para santri dan alumni serta ummat muslimin pada umumnya amin ya robbal ‘alamin.

    Reply
  • Fendi Fendi
    Fendi Fendi
    10 Januari 2015 at 2:12 pm

    Luar biasa, makin hari sidogiri makin berjaya, hal itu di buktikan dari makin intenxa jajaran pengasuh dalam membeikan bekal kepad santri, dan ini hanya satu dari beberapa bukti yg lain. Dngan kualitas akhlaq dan ke ilmuan yg bagus, tidak berlebihan kiranya kalau PPS di nobatkan sebagai pesantren terhebat se indonesia.

    Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *