Berita

Ust. Ahmad Dairobi : Diperlukan Ekstra Hati-Hati untuk Mengambil Data di Internet

Ust. Ahmad Dairobi menyampaikan materinya di hadapan awak redaksi media Pondok Pesantren Sidogiri
Ust. Ahmad Dairobi menyampaikan materinya di hadapan awak redaksi media Pondok Pesantren Sidogiri

Untuk kesekian kalinya Badan Pers Pesantren (BPP) Pondok Pesantren Sidogiri mengadakan pelatihan menulis lanjutan bagi pengelola media-media di Pondok Pesantren Sidogiri Kamis malam (21/10) dengan tema “Pencarian Data di Internet”. Acara yang bertempat di Ruang Auditorium, panitia mendatangkan Ust. Ahmad Dairobi sebagai pemateri.

Dalam penyampaiannya, Redaktur Senior Sidogiri Media tersebut mengenengahkan beberapa hal terkait dengan internet. Menurutnya, secara garis besar ada dua hal yang bisa diadapatkan dengan adanya internet yaitu potensi dan bahaya. Dua hal tersebut sama-sama mempunyai tantangan tersendiri.

Potensi yang didapatkan dari  internet tentu saja kemudahan dan kepraktisaannya. Namun, menurutnya justru kemudahan dan kepraktisannya dapat mematikan kreativitas. “Dalam suatu penelitian di Eropa, manusia masa lalu menggunakan 90% otaknya. Di masa kini, manusia menggunakan 50% otaknya,” terangnya.

“Mudah, praktis, dan global adalah salah satu kemudahannya,” lanjut santri asal Bangkalan, Madura tersebut.

Di samping potensi yang didapat, internet juga memunculkan bahaya. “Karena sesuatu yang besar kemudahannya, juga besar bahayanya,” tuturnya. Ust. Dairobi beralasan bahwa bahaya yang ditimbulkan lebih besar karena masyarakat saat kini cenderung menggunakan internet hanya untuk hiburan. Karenanya, bagi yang tidak mempunyai bekal yang mumpuni orang yang berselancar di internet cenderung “tersesat”.

Pak Dai, begitulah beliau akrab dipanggil, menamsilkan seorang yang mencari data di internet, lebih-lebih data yang ada kaitannya dengan akidah dan hal-hal yang bersifat prinsipil, sebagai hâtibu al-lail, orang yang mencari kayu bakar di waktu malam. Seorang yang mencari kayu bakar di waktu malam tidak bisa membedakan kayu dengan batu.

Maka dari itu, Alumni PPS yang berdomisili di Jember itu menganjurkan untuk tidak terlalu bergantung pada internet dalam soal pencarian data. “Kita lihat dulu kontennya dan lihat dengan ziyâdatu al-ikhtiath, (rasa kehati-hatian. red).”

Sebagai bentuk kehati-hatian, aktivis muda NU tersebut memberi kiat-kiat yang bisa dibuat pegangan bagi santri. Pertama, bekal ilmu yang mumpuni. Karena data yang berseliweran di internet sangat banyak dan abu-abu, maka diperlukan ilmu untuk memilah data yang benar dan data yang salah. Dalam hal ini perlu ekstra hati-hati karena, “Orang di internet sangat mudah melakukan pemalusuan,” tegasnya.

Kedua, merujuk pada website yang bonafide. “Webiste yang besar dan terpercaya cenderung hati-hati dalam memposting data-datanya ke websitenya.” Meskipun begitu, menurut beliau tidak menutup kemungkinan website yang terpercaya tersebut terselip beberapa kepentingan. Jadi, kehati-hatian tetap harus diutamakan. Ketiga, membuat perbandingan. Yakni, tidak hanya merujuk pada satu sumber saja melainkan merujuk pada sumber-sumber lain yang juga terpercaya.

Keempat, bentuk kehatia-hatian juga harus diterapkan pada berita-berita sensaional dan cenderung tidak masuk akal. Kelima, data yang sudah didapat perlu pengecekan kembali pada sumber-sumber yang akurat semisal referensi primer dalam fikih jika data yang didapat ditengarai ada kelainan dan kepentingan secara pemikiran. Secara garis besar rumusan yang diberikan dalam pelatihan tersebut mencakup tiga hal, mengambil data di internet kemudian ditulis ulang dan dianalisis. []

===
Penulis  : Isomuddin Rusdy
Editor    : Muh. Kurdi Arifin

Shares:
Show Comments (0)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *