Taujihat

Mas d. Nawawy Sadoellah; Santri Tidak Pernah Mengkhianati NKRI Part#1

(Taujihat Majelis Keluarga Pondok Pesantren Sidogiri dalam Pembukaan Milad Pondok Pesantren Sidogiri ke-281 & Ikhtibar Madrasah Miftahul Ulum ke-82)

Alhamdulillah, segenap puja dan puji untuk Allah, yang telah memberikan anugerah tak terhitung kepada kita semua. Alhamdulillah, hingga saat ini, hingga tiga abad berlalu, Allah senantiasa menjaga pesantren kita ini dari berbagai godaan tipu daya. Semoga Allah berkenan untuk terus mengokohkannya sebagai benteng Ahlusunah wal-Jamaah hingga akhir sejarah nanti.

Shalawat dan salam untuk Rasulullah Muhammad shallalahu alaihi wasallam, Nabi Agung yang telah mendedikasikan segalanya untuk keselamatan umat yang sangat beliau cintai. Semoga kita semua bisa berteduh di bawah bendera syafaat beliau dan melepas dahaga dari telaga bening beliau dalam kehidupan abadi kita nanti. Amin ya Rabbal Alamin.

Saudara-saudara santri yang dirahmati Allah, Milad ke-281 Pondok Pesantren Sidogiri ini merupakan momen yang sangat istimewa bagi kita semua, karena kita sedang berupaya menyampaikan pesan kepada seluruh bangsa Indonesia atau bahkan dunia, bahwa pandangan hidup pesantren merupakan falsafah terbaik untuk mengatasi berbagai problem sosial-kemasyakatan kita saat ini dan sampai kapanpun.

Nilai-nilai utama kaum pesantren seperti spiritualitas, keteguhan prinsip, kebersahajaan, kejujuran, ketulusan dan kebeningan hati merupakan kunci dari segala ketenteraman dalam hidup ini. Munculnya angkara murka, kebejatan, kejahatan, kedurjanaan dan kezaliman merupakan akibat dari hampanya nilai-nilai tersebut dalam diri umat manusia.

Dalam momen Milad ke-281 ini, kita hendak menegaskan kembali tiga hal pokok tentang nilai kehidupan orang-orang pesantren dalam mencapai kebahagiaan dunia-akhirat. Yaitu, tentang bagaimana kita dalam beragama, bagaimana kita dalam berbangsa, dan bagaimana pula kita dalam bernegara.

Agama adalah asas dan pedoman final kita yang tidak bisa digantikan atau diubah oleh landasan dan dasar apapun. Dalam beragama kita memegang teguh kehati-hatian dalam berbagai hal. Segala urusan, baik yang bersifat ritual maupun sosial, kita kembalikan kepada al-Quran dan Hadis, berdasarkan penafsiran dan rumusan yang dibuat oleh para ulama yang kompeten, baik dalam masalah-masalah akidah, syariat, maupun akhlak dan tasawuf.

Kita mengikuti rumusan ulama-ulama mu’tabar yang mewakili pandangan mayoritas umat Islam, bukan tokoh-tokoh sempalan yang fanatik terhadap satu dalil seraya menendang ribuan dalil yang lain. Kita mengikuti ulama-ulama yang warak, zuhud dan ahli mujahadah, bukan tokoh-tokoh yang hanya lihai berargumentasi dan bersilat lidah.

Kita mengikuti ulama-ulama yang luar biasa mumpuni, menguasai puluhan disiplin ilmu sebelum menyimpulkan satu hukum. Menghafal dan menyeleksi ribuan Hadis sebelum  menetapkan dalil. Berkelana dari satu guru ke guru yang lain sebelum berijtihad. Kita tidak mengikuti tokoh-tokoh instan yang sudah berlagak menjadi mujtahid, meskipun belum menguasai ilmu tajwid.

Kita menghormati seluruh sahabat Nabi sebagai generasi terbaik umat ini, orang-orang yang paling berjasa dalam perjuangan Islam. Kita tidak seperti orang-orang Syiah yang memuja satu-dua sahabat, seraya memaki ribuan sahabat yang lain. Kita menghormati seluruh ulama, dan menganggap perbedaan pendapat mereka adalah buah dari hasil ijtihad yang harus sama-sama kita hormati.

Kita tidak seperti aliran-aliran sempalan yang fanatik terhadap satu-dua ulama, lalu mengkafir-kafirkan jutaan ulama yang lain. Kita menganggap semua kaum Muslimin sebagai saudara seiman dalam ikatan ukhuwah yang kokoh dan matang. Kita tidak seperti sekte-sekte menyimpang, yang menganggap siapapun di luar kelompok mereka sebagai kafir atau syirik, hanya karena perbedaan-perbedaan furu’iyah belaka.

Alhamdulillah, merupakan rahmat yang sangat besar, Allah Subhanahu wa Talla menuntun kita untuk ber-Islam dengan paham Ahlusunah wal-Jamaah. Paham yang paling moderat, paling komprehensif, paling detail, paling kuat, paling kokoh, serta paling banyak dianut oleh kaum Muslimin di seluruh dunia. Semoga paham ini terus kita bawa sampai ke akhir hidup kita, bersama dengan kalimat La Ilaha Illallah, Muhammadur Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Saudara-saudara santri yang dirahmati Allah, dalam menjalani kehidupan berbangsa, kita kaum santri sangat memahami dan menghargai realitas kebhinnekaan bangsa kita. Kita memahami masyarakat kita yang majemuk, selama yang majemuk itu tidak dicampur aduk. Kita memahami perbedaan yang ada, selama perbedaan itu tidak berubah menjadi penyimpangan dan penodaan. Apa yang realitasnya memang berbeda, kita menerimanya sebagai perbedaan, tapi dengan catatan jangan sekali-kali perbedaan itu dipaksakan untuk disama-samakan.

Islam dan agama-agama yang lain adalah sesuatu yang jauh berbeda, bahkan bertolak belakang dalam banyak hal. Kita memahami itu. Yang tidak bisa kita terima adalah ketika ada orang yang hendak menyama-nyamakan Islam dengan agama lain. Apapun alasan dan tujuannya, ini harus kita tolak dengan tegas dan kita lawan dengan gigih. Sebab, mencampur aduk akidah merupakan penyimpangan serius dalam agama dan sangat berbahaya bagi akidah umat.

Kita, kaum santri memiliki semangat persatuan yang sangat luar biasa. Seandainya kaum santri tidak memiliki semangat persatuan, maka Pancasila tidak akan pernah terwujud sebagai dasar negara kita. Kaum santri punya syair Hubbul wathan minal iman yang konon digubah oleh Kiai Abdul Wahab Chasbullah.

Hampir tidak ada dalam sejarah  bangsa ini, kisah tentang kaum santri yang berkhianat kepada negara, kaum santri anti NKRI, atau merugikan negara. Yang mengkhianati negara justru musuh bebuyutan kaum santri, yaitu orang-orang PKI. Yang memisahkan diri dari NKRI bukanlah Jawa atau Sumatera yang menjadi pusat kaum santri, tapi Timor Leste yang jelas-jelas bukan santri. Yang hingga saat ini, memberontak dan ingin memisahkan diri dari NKRI adalah

yang jelas-jelas bukan santri, bukan Pulau Madura yang sangat kental dengan tradisi pesantren.

Yang membuat bangsa kita ini menjadi terpuruk dan terbelakang hingga saat ini justru orang-orang yang suka gembar-gembor nasionalisme, tapi diam-diam mereka mencuri ribuan triliun uang rakyat. Sekali lagi, bukan kami kaum santri, karena kami cinta NKRI, dan tidak pernah berpikir untuk mengkhianati…

Shares:
Show Comments (0)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *