Artikel

Mereka Adalah Generasi Kita

Perbincangan soal generasi, tidak lepas dari pembicaraan sosok yang menyiapkannya. Dalam satu keluarga, misalnya, ayah menjadi sosok kepala rumah tangga. Ibu sebagai wakilnya. Mereka berdua merupakan penanggung jawab untuk melahirkan generasi berikutnya: anak.

Melahirkan tidak hanya sebatas mengeluarkan anak dari perut. Tentang apa saja yang dimasukkan ke perut, otak, dan hati anak termasuk dari tanggung jawab melahirkan generasi.

Nabi Muhammad SAW bersabda:

ما من مولود إلا يولد على الفطرة وإنما أبواه يهودانه أو ينصرانه أو يمجسانه

“Tidaklah seorang lahir, kecuali anak itu suci. Hanya saja orangtuanya lah yang menjadikan anak itu Yahudi, Nasrani, bahkan Majusi.” (HR. Muslim)

Syekh Musthofa al-Ghalayayni, mengutip pandangan Imam al-Ghazali perihal pendidikan kepada anak. Beliau men-tamtsil-kan anak dengan kertas polos. Orangtuanya tinggal menulis apa pun. Anak itu baik, bila diajarkan baik. Begitu pun sebaliknya. Tak heran, bila menurut beliau, orangtua mendapat pula imbalan dari apa pun yang dikerjakan anak. Baik itu perbuatan bijak atau pun bejat.

Dari sana, tergambar jelas betapa penting pendidikan orangtua. Generasi setelah kita bisa rusak, jika kita malas membuat mereka baik. Hakikatnya, generasi kita itu suci, tetapi kitalah yang membuat mereka buruk. Atau kalau bahasa hadis, kitalah yang membuat mereka menjadi Yahudi, Nasrani, bahkan Majusi. Nauzubillah!

Sebagian kewajiban orangtua kepada anak, sebagaimana hadis berikut ini.

حق الولد على الوالد أن يحسن اسمه ويعلمه الكتابة ويزوجه إذا بلغ

“Kewajiban orangtua kepada anak ialah: 1) Memberi nama yang baik. 2) Mengajari baca-tulis. 3) Menikahkan saat sudah baligh.”

Mari kita kaji satu-persatu:

Memberi Nama yang Baik

Sangat tidak pantas bila orangtua memberi nama yang tak jelas kepada anaknya. Nama bukan sekadar label, melainkan penentu adab anak itu sendiri.

Semisal, nama Anda kebetulan sama dengan nama salah-satu artis. Sedikit demi sedikit, Anda mula menirukan apa pun yang ada pada artis itu. Lebih parahnya lagi, Anda mulai mengidolakannya.

Contoh lagi, saya memiliki nama yang sangat bagus. Ya, Muhammad. Nama yang pernah melekat pada sosok terbaik di muka bumi ini. Sangat malu, jika dengan Mambawa nama ini, saya melakukan hal yang tidak terpuji, padahal nama saya mengandung arti: orang terpuji.

Terhadap sikap orang lain pun, nama sangat menentukan. Tahukah Anda, kanapa Abd. Muththalib, kakek Rasulullah SAW memberi nama cucunya dengan Muhammad? Saat ditanya rekannya, beliau menjawab, “Saya ingin semua orang memuji cucuku.” Bagaimana tidak memuji, tiap orang memanggil namanya selalu berkata, “Ya Muhammad,” alias wahai orang terpuji. Sampai-sampai orang kafir susah menghina beliau. Bila mereka mengatakan, “Ya Muhammad, anta kadzdzab!” Maka sangat lucu. Coba kita lihat artinya, “Wahai orang terpuji, engkau pendusta!” Mana ada orang terpuji, tetapi dusta? Aneh!

Mengajari Baca-Tulis

Poin kedua ini merupakan pintu dari pendidikan. Bila orangtua malas melakukan ini, maka jelas pendidikan anak tidak akan berlanjut. Sebab, baca-tulis merupakan pintu dari segala pendidikan. Di mana pun itu, sekolah akan terhambat bila muridnya tidak bisa baca-tulis.

Nikahkan Anak Saat Sudah Baligh!

Kerusakan yang meraja-lela akhir-akhir ini ialah pergaulan bebas. “Pemeran utama” dalam hal ini mereka yang masih lajang.

Pemutus pergaulan bebas paling utama hanya satu: pernikahan. Tidak ada lain!

Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda:

من ولد له ولد فليحسن اسمه وأدبه، وإذا بلغ فليزوجه، فإن بلغ ولم يزوجه فأصاب إثما فإنما إثمه على أبيه

“Bila melahirkan anak, baguskanlah nama dan moralnya. Bila baligh, nikahkanlah. Karena bila anak baligh tapi tidak dinikahkan, lalu anak itu berbuat dosa, maka dosanya ditimpakan pada ayahnya.”

Jadi, bila anak terlibat dalam pergaulan bebas, lantaran belum dinikahkan. Orang pertama kali yang paling bertanggungjawab ialah ayahnya. Dialah yang menyebabkan anak terlibat dalam keburukan. Atau kalau saya pinjam bahasa hadis di atas sekali lagi, ayahlah yang membuat anaknya Yahudi, Nasrani, bahkan Majusi.

Oleh: Muhammad ibnu Romli, Sidogiri.Net

Shares:
Show Comments (2)

2 Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *