Berita

Buku SAS ‘Tasawuf Sebagai Kritik Sosial’ Sarat dengan Kemurtadan

Hakim Jaily bersama Ustad Idrus Romli membedah buku Tasawuf Sebagai Kritik Sosial: Mengedepankan Islam sebagai Inspirasi, Bukan Aspirasi
Hakim Jaily bersama Ustad Idrus Romli membedah buku Tasawuf Sebagai Kritik Sosial: Mengedepankan Islam sebagai Inspirasi, Bukan Aspirasi

Saat mendeklarasikan Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) di Gedung PBNU Jakarta, Jumat, 01/06/2012 , sejumlah wartawan dan peserta mendapat hadiah buku yang ditulis  Prof. Dr. KH Said Agil Siradj, MA (SAS) berjudul “Tasawuf Sebagai Kritik Sosial: Mengedepankan Islam sebagai Inspirasi, Bukan Aspirasi”. Buku terbitan SAS Foundation bekerjasama dengan LTN PBNU pada tahun 2012, mendapat kritikan pedas dari sejumlah ulama, kiai, cendekiawan dan pakar Aswaja tanah air beberapa bulan lalu.

“Saya baru tahu kalau SAS kembali menerbitkan buku tersebut, dari Rais Syuriah PCNU Nganjuk, KH Ahmad Baghowi via telpon beberapa bulan yang lalu. Beliau mengatakan isi buku itu bukan hanya sesat tapi sudah masuk dalam kategori hukum murtad atau kufur. Kata beliau, saya sudah menghubungi pengurus Wilayah NU Jatim. Ternyata mereka semua adem ayem. Tidak ada respon,” kisah Ust. Muhammad Idrus Ramli dalam kuliah umum ‘Menelaah Pemikiran Said Aqil Siradj’ Rabu malam (07/10) di Pondok Pesantren Sidogiri.

SAS dalam bukunya itu mengatakan; “Secara historis, kelahiran Sunni dan Syiah merupakan sunnatullah yang harus disyukuri sebagai khazanah pemikiran umat Islam. Di samping itu, diskursus teologi, baik itu Mu’tazilah, Asy’ariyah, Maturidiyah, maupun Syiah, semuanya bersifat rasional. Semuanya tetap dalam bingkai Islam. Bahkan patut dikatakan semuanya adalah Ahlussunnah sepanjang mengakui eksistensi Allah Swt, para nabi dan rasul, kitab-kitab Allah dan hari kiamat. Perbedaan di luar itu bersifat furu’iyah saja. (Hal. 84).

Tulisan kontroversial SAS itu dibantah oleh Idrus Ramli, kalau kita membaca sedikit cermat tulisan SAS, akan mengantarkan kita pada kesimpulan bahwa, dengan tegas dan tanpa tedeng aling-aling SAS menjelaskan bahwa Mu’tazilah dan Syiah itu Ahlussunnah juga. Perbedaan antara Ahlussunnah dan Syiah hanya sebatas furu’iyah saja, tidak berkaitan dengan masalah-masalah ushuliyah (akidah).

Tentu pernyataan SAS tersebut, lanjut Idrus Ramli, bertentangan dengan realita dan pendapat seluruh ulama Sunni dan Syiah sendiri. Di satu sisi, Syiah tidak mau menyebut dirinya Ahlussunnah. Demikian pula sebaliknya, Ahlussunnah tidak menyebut dirinya Syiah. Dan di sisi lain, Ahlussunnah dan Syiah sangat tegas menyatakan bahwa perbedaan mereka lebih berkaitan dengan persoalan ushuliyah, bukan persoalan furu’iyah saja.

“Semenatara Hadlratusy Syaikh KH Muhammad Hasyim Asy’ari yang menegaskan tentang kesesatan Syiah dalam kitab-kitab yang beliau tulis,” ujar Idrus Romli, Dewan Pakar Aswasa NU Center Jatim.[]

Shares:
Show Comments (0)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *