Dalam penanggalan Islam, Rajab yang merupakan bulan ketujuh, yang mendapatkan tempat istimewa sebagai salah satu dari empat bulan yang dimuliakan (al-asyhur al-hurum). Dalam firman Allah swt dalam Surah at-Taubah [9]: 36 disebutkan, ada empat bulan haram; Rajab, Dzul Qa’dah, Dzul Hijah, dan Muharam.
اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ مِنْهَآ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ ەۙ فَلَا تَظْلِمُوْا فِيْهِنَّ اَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِيْنَ كَاۤفَّةً كَمَا يُقَاتِلُوْنَكُمْ كَاۤفَّةً ۗوَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ
Artinya: “Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) ketetapan Allah (di Lauh Mahfuz) pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu padanya (empat bulan itu), dan perangilah orang-orang musyrik semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Ketahuilah sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa.(QS. at-Taubah [9]: 36).
BACA JUGA:
Habib Abdullah bin Abdurrahman (Yaman): Bulan Rajab, Bulan Penuh Ampunan
Imam Fakhruddin al-Razi menjelaskan bahwa alasan bulan-bulan ini dinamakan al-Hurum karena bermaksiat pada bulan-bulan tersebut akan dibalas lebih berat, sementara ketaatan akan mendapat pahala lebih banyak. Hal ini, yang kemudian menciptakan atmosfer keagamaan yang khusus selama bulan-bulan tersebut.
Bulan Rajab sendiri memiliki kemuliaan yang tercermin dalam bervariasi namanya. Menurut Sayid Abu Bakar Syatha’, Rajab diambil dari kata at-tarjib yang berarti memuliakan. Masyarakat Arab pada masa lampau lebih memuliakan bulan Rajab dibanding bulan lainnya. Beberapa nama lainnya, seperti Al-Ashabb yang berarti mengucur dan Al-Ashamm yang berarti tuli, memberikan nuansa keistimewaan pada bulan ini.
BACA JUGA:
ACS Tutup Kajian Lebih Awal
Dalil puasa Rajab ditegaskan melalui hadits yang menyatakan bahwa berpuasa satu hari pada bulan-bulan dimuliakan akan mendapat pahala setara dengan puasa 30 hari. Dasar anjuran untuk berpuasa pada empat bulan yang dimuliakan, termasuk di dalamnya bulan Rajab, dijelaskan oleh Imam Fakhruddin al-Razi dalam kitab Mafatih al-Ghaib.
مَنْ صَامَ يَوْمًا ِمنْ أَشْهُرِ الله الحَرْم كَانَ لهُ بِكُلِّ يَوْمٍ ثَلاثُونَ يَوْمًا
Artinya: “Barang siapa yang berpuasa satu hari pada bulan-bulan yang dimuliakan (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab), maka ia akan mendapat pahala puasa 30 hari.”
Selain itu, Sayyid Abu Bakar Syatha’ dalam dalam kitab l’anah at-Thâlibín mengutip hadits berikut:
صُمْ مِنْ الْحَرْمِ وَاتْرُكْ صُمْ مِنْ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ صُمْ مِنْ الْحُرْمِ وَاتْرُكْ
Artinya: “Berpuasalah pada bulan-bulan mulia dan tinggalkanlah! Berpuasalah pada bulan- bulan mulia dan tinggalkanlah! Berpuasalah pada bulan-bulan mulia dan tinggalkanlah!” (HR Abu Dawud dan yang lainnya).
BACA JUGA:
Isra Mikraj dan Kerinduan Nabi Musa
Keutamaan puasa Rajab juga tercermin dalam hadis yang menyatakan bahwa satu hari berpuasa pada bulan haram lebih utama dibandingkan dengan berpuasa 30 hari pada bulan lain. Tentunya, tidak termasuk bulan Ramadhan yang memang secara khusus diwajibkan berpuasa.
Terkait keutamaan puasa di bulan Haram, termasuk bulan Rajab, Imam al-Ghazali dalam Ihya ‘Ulumiddin mengutip dua hadits berikut:
صَوْمَ يَوْمٍ مِنْ شَهْرِ حَرَاٍم أَفْضَلُ مِنْ ثَلاَثِيِنَ مِنْ غَيْرِهِ وَصَوْمَ يَوْمٍ مِنْ رَمَضَانَ أَفْضَلُ مِنْ ثَلَاثِيْنَ من شهر حرام
Artinya: “Satu hari berpuasa pada bulan haram (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab), lebih utama dibanding berpuasa 30 hari pada bulan selainnya. Satu hari berpuasa pada bulan Ramadhan, lebih utama dibanding 30 hari berpuasa pada bulan haram.”
مَنْ صَامَ ثَلَاثَةَ أَيامٍ مِنْ شَهْرِحَرَام الخَمِيْس والجُمْعَة والسَبْت كَتَبَ الله له بكُل يَوْمٍ عِبَادَةِ تسعمائة عام
Artinya: “Barang siapa berpuasa selama tiga hari dalam bulan haram, hari Jumat, dan Sabtu, maka Allah balas setiap satu harinya dengan pahala sebesar ibadah 900 tahun.”
BACA JUGA:
Keteguhan Imam Ahmad bin Hanbal di Bawah Kediktatoran Dinasti Abbasiyah
Bagi mereka yang memiliki tanggungan puasa Ramadhan, diperbolehkan meng-qadha puasa tersebut bersamaan dengan puasa sunah Rajab. Selain puasa qadha sah, juga mendapat pahala puasa di bulan haram. Hal ini membuktikan fleksibilitas dalam menjalankan ibadah agar tetap sesuai dengan keadaan dan kebutuhan masing-masing individu.
Niat puasa Rajab, seperti puasa pada umumnya, dan sebaiknya dilakukan pada malam hari. Namun, jika lupa tidak niat malam hari, dapat diniatkan pada siang hari sebelum matahari bergeser dari titik tengah, dan selama belum melakukan hal-hal yang dapat membatalkan puasa.
Dengan demikian, bulan Rajab bukan hanya menjadi bagian dari penanggalan Islam, tetapi juga menawarkan kesempatan bagi umat muslim untuk mendapatkan keutamaan dan pahala melalui amalan sunah, terutama puasa, sebagai bentuk pengabdian kepada Allah Swt.
Referensi:
- Al-Razi, Fakhruddin. Mafath al-Ghaib, Juz 16.
- Al-Kandahlawi. Aujazul Masálik, Juz 17.
- Imam al-Ghazali. Ihya ‘Ulumiddîn, Juz 3.
- Sayyid Abu Bakar Syattha’. L’anah at-Thâlibín, Juz 1.
- Sayid Bakri Syattha’. Hasyiyah l’anah at-Thaatibin, Juz 2.
Penulis: Ulil Absor
Editor: Muhammad Ilyas