Tajuddin Abdul Wahhab bin Ali bin Abdil Kafi bin Ali as-Subuki, adalah putra dari ulama besar, Taqiyuddin Abdul Wahab as-Subuki, yang lahir di Kairo pada tahun 727 H. Berada di lingkungan ilmiah membuat pribadi Tajuddin as-Subuki tumbuh sebagai pemburu ilmu yang tak pernah merasa puas. Gelar Tajuddin (Mahkota Agama) adalah manifestasi dari kepiawaiannya dalam menyebarkan ilmu. Meski hidup dalam waktu yang singkat (44 tahun), tetapi seantero dunia mengakui kontribusi dan pencapaiannya yang gemilang.
Setelah belajar langsung kepada ayahnya, Tajuddin as-Subuki kemudian dipasrahkan kepada ulama-ulama besar di zamannya, yang kredibel dalam keilmuan, seperti Yusuf Abul Hajjaj al-Mizzi, Adz-Dzahabi, dan Abdul Aziz bin Muhammad bin Jama’ah al-Kinani. Dalam proses belajarnya, Tajuddin mampu menguasai berbagai disiplin ilmu, seperti fikih, ushul fikih, hadis, dan sastra. Al-Hafiz Syihabuddin bin Haji berkata, “Selain menguasai berbagai disiplin ilmu, Tajuddin juga terampil dalam merangkai nadzam-nadzam dan kalam natsar.”
Puncaknya, beliau menjadi orang nomor satu pada masanya dalam bidang keilmuan hadis, dan penegak panji-panji Ahlussunah wal Jamaah, sekaligus tokoh panutan. Ibnul Qadi Syuhbah berkata, “Pada masanya, Tajuddin as-Subuki tampil sebagai pemecah masalah. Dia mendapat banyak anugerah lantaran keterampilannya sebagai kadi Syam. Sifat yang menonjol dari beliau adalah kesabarannya.”
As-Subuki termasuk dari deretan ulama yang priduktif. Beberapa karya beliau, al-Asybah wan-Nadzair, Tabaqatul-Fuqaha’ as-Syafi’iyah al-Kubra, at-Tarsyikh, at-Tashih fil Ushul, Jam’ul Jamami’, Man’ul Mawani’, dan beberapa karya monumental lainnya. Tajuddin as-Subuki wafat pada Selasa, Dzul Hijjah 721 H. Pada masa tersebut penyakit taun sedang mewabah pesat. Beliau wafat pada umur yang relatif muda yaitu 44 tahun.
Penulis: Muhammad Faqih
Editor: Muhammad Ilyas