Berita

Prof Mohammad Baharun: Imbangi Media Liberal dengan Seni Pemberitaan White Art

IMG_3220 (FILEminimizer)
Prof Dr. Habib Muhammad Baharun sedang mengupas Sidogiri Media dalam acara yang dimotori oleh BPP

Badan Pers Pesantren (BPP) melalui program kegiatan Orientasi Insan Pers mengadakan seminar bertajuk “Perang Pemikiran Media di Era Modern” di aula kantor Sekretariat Lt. III Pondok Pesantren Sidogiri, Selasa (26/01).
Acara ini menghadirkan Habib Prof. Dr. Mohammad Baharun, MA, Guru Besar Sosiologi Agama yang juga Rektor Universitas Nasional Pasim Bandung, sebagai narasumber tunggal.

Dalam pemaparannya, ulama kelahiran Bondowoso ini lebih menekankan perhatiannya pada media mainstream yang cenderung menyudutkan Islam. Beliau sangat menyayangkan terhadap media-media tersebut atas perlakuannya pada Islam. Beliau juga menilai bahwa media-media saat ini sinis ketika memberitakan seputar Islam. Maklum, karena lebih separuh media di dunia telah dikuasai oleh zionis baik sebagai profit oriented, alat propaganda, atau kepentingan politik.
“Tulisan-tulisan di media itu monohok. Juga, media-media kita ini berpihak pada liberal. Serba liberal,” katanya di hadapan segenap pelaku media-media PPS.

Lebih jauh lagi, ketua komisi hukum MUI pusat tersebut menerangkan bahwa pers adalah seni hitam black art karena dalam penerapannya bisa digunakan dalam blow up opini publik atau kudeta dalam sebuah tatanan pemerintahan. ‘Kreatifitas’ dalam pembentukan opini ini itulah yang bisa menjadi sumber ketidakstabilan dalam suatu pemerintahan.Maka dalam tataran praktis santri mempunyai tugas yaitu, “Dengan menggunakan pers sebagai white art.”

“Hakikatnya, pers adalah bebas nilai, maka tidak ada sekat-sekat agama yang membatasinya. Maka tidak ada istilahnya ada pers Islam, pers Kristen, dan lain sebagainya,” terang penulis Epistemologi Antagonisme Syi’ah, dari Imamah sampai Mut’ah itu.

Maka dari itu, lanjutnya, santri harus pandai-pandai menggabungkan dengan metode yang berimbang serta dipadukan dengan nilai-nilai religius dengan menguasai terlebih dahulu hal teknis dalam perang pemikiran pers. Inilah yang dinamakan media dengan landasan white art, seni pemberitaan dengan mengedepankan amar makruf nahi munkar.

“Kita harus mengimbagi media mainstrem. Jangan sampai pembaca mengamini yang apa mereka tuliskan apabila tidak sesuai kebenaran.” Imbaunya. Beliau mencontohkan aksi-aksi pegiat pers yang tidak bertanggung jawab yang seringkali meminjam mulutnya narasumber yang berdampak pada pembenaran kepada apa yang diberitakan serta timbulnya opini publik yang seringkali meresahkan.

“Seharusnya media itu mempunyai misi yang kokoh, yaitu bagaimana sekiranya menjadikan media sebagai sarana untuk menyebarkan amar makruf nahi mungkar,” pungkas Habib Baharun yang mengaku masih menjadi penulis di media Repubika.com ini.

====
Penulis : Ahmad Isomuddin Rusydi
Editor   : Muh Kurdi Arifin

Shares:
Show Comments (0)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *