Mengintip Kesibukan Dapur Kopontren Saat Pagebluk
Menangani perkara makan sepuluh ribu lebih santri bukanlah perkara mudah. Butuh tenaga ekstra, ketelatenan, ketekunan serta kesabaran dalam mengerjakannya. Laporan: Muhammad Ilyas Belum genap pukul 06:00 istiwa, lapangan baru Pondok Pesantren Sidogiri sudah sangat ramai dengan ratusan, bahkan, ribuan santri yang berolahraga. Ada yang bermain sepak bola, sedangkan lainnya menikmati permainan bola kasti. Beberapa santri bermain voli, yang lain asyik dengan jogingnya. Tidak ketinggalan, kegiatan senam yang dilaksanakan secara bergilir tiap satu atau dua daerah membuat suasana tambah riuh. Di sebelah utara, tepatnya di dapur umum, beberapa kerabat khidmah bersiap-siap di depan kompor besar. “Kami mulai masak pukul 06:00 istiwa,” ungkap Fatimah (29), Ketua Koki. Benar saja, ketika genap jam 06:00 istiwa, kompor gas langsung membara. Begitupun dengan tiga rice cokker besar yang berjejer di bagian selatan. “Untuk tiga rice cokker ini bisa memuat 10 karung berisi 25 kg beras. Berarti dalam sekali masak ada 2,5 kuintal beras yang dihabiskan. Adapun durasi menanak 70 menit,” tambah ibu asal Kemuning, Kraton ini pada sidogiri.net. Masih menurut keterangan Fatimah, tiap hari dapur kopontren yang baru selesai dibangun ini bisa menghabiskan 35 karung beras berisi 25 kg. Itu artinya, hampir satu ton beras tiap hari dihabiskan untuk keperluan konsumsi ± 11.000 santri Sidogiri. “Itu (menghabiskan 35 karung beras berisi 25 kg) saat hari biasa. Beda halnya bila hari libur seperti (iduladha) kemarin itu masak, waduh masyaallah, 40 karung. Masaknya harus dengan tenaga ekstra. Capai bener waktu itu,” tambahnya sambil menggeleng-gelengkan kepala. “Bekerja di sini lebih berat dari pada menanak nasi untuk acara hajatan besar. Acara semacam itu tidak seberapa melelahkan dan beras yang dihabiskan pun tidak seberapa banyak. Begitu pula, hajatan seperti itu biasanya cuma dua-tiga hari saja. Tidak tiap hari seperti di sini.” Memang, dengan jumlah 20 koki yang saat ini berkhidmah di dapur Kopontren, tidak hanya stamina, dibutuhkan pula kesabaran dan ketelatenan dalam menekuni dan melakoninya. ___________ Penulis: Muhammad Ilyas Editor: Saepul Bahri bin...
Jangan Sampai Ketinggalan! Pre-order Sampai 03 September, Stok Terbatas!
Dibuka pemesanan antologi cerpen Sidogiri Media dengan judul “Suara-suara Amanah” setebal 266 halaman dengan harga 40 K sebelum angkat cetak. Berlaku sampai 15 Muharam 1442/03 September 2020. Jangan sampai terlambat! Info lebih lanjut silahkan hubungi: 08113136622 “Cerpen bisa menjadi sebuah kemasan yang sangat menarik dari idealisme kita; dan hasil terbaiknya adalah, ketika pembacanya bisa terbawa ke dalam arus cerita tanpa ada perasaan didakwahi. Begitu pun antologi cerpen yang ada dalam buku ini. Para penulis berusaha mengawinkan visi dan budaya pesantren dalam racikan cerita yang mengalir tanpa kehilangan pilar pokoknya; visi dakwah dan bercerita” ~Alil Wafa, Pemred Sidogiri Media Di kaki langit gelap Lilu menengadah sembari membaca surel (surat elektronik) dari Pak Rus. Surel itu berisi kabar tulisan Lilu telah memancing emosi publik -pembaca terhadap nasib pesantren. Lilu berwasangka mungkin saat ini nyamuk-nyamuk elektronik merubung di sarang media. Akhir pesan, Pak Rus menulis “Amanah mulia ini kau kerjakan dengan baik. Jika dana itu habis, kabari saya secepatnya.” Lagi, suara tangis dan tawa itu mendenging di telinganya. Lambat redup sembari pandangan menyipit Lilu tertuju ke cahaya penyetrum belut di hamparan sawah lembap. Pesan sekarang Kunjungi website Sidogiri Media Klik di sini...
Wadah Baru Kegiatan Sastra di Sidogiri
Denyut nadi sastra di Pondok Pesantren Sidogiri sudah ada sejak dulu. Namun karena tidak ada wadah khusus yang menampung serta mengkoordinir, denyut nadi itu mengalami kembang kempis dan pasang surut. Banyak sanggar atau kelompok sastra yang bermunculan, tapi seiring berjalannya waktu banyak pula yang hilang dan tertelan. Lambat laun harapan jayanya kesusastraan di Pesantren Sidogiri kembali muncul ketika kendali keorganisasian sastra diserahkan kepada Pimpinan Pusat Ikatan Santri Sidogiri (PP-ISS), yang kemudian melahirkan Jam’iyah Sastra. Laporan: Moh Kanzul Hikam Pada tahun ajaran 1438-1439 H, Unit Kegiatan Pengembangan Bakat dan Minat (UKPBM) resmi menjadi badan organisasi yang mewadahi kegiatan sastra di Pondok Pesantren Sidogiri. Namun karena tidak adanya mekanisme kerja yang mendalam, kegiatan tersebut gagal terlaksana. Rencana itu baru terealisasi tahun ini setelah Ketua UKPBM 1438-1439 H, Muktafinul Kafi menyerahkan kendali keorganisasian sastra pada Pimpinan Pusat Ikatan Santri Sidogiri (PP-ISS), yang melahirkankan Jam’iyah Sastra. Tujuan utama Jam’iyah sastra adalah sebagai wadah kreatifitas santri agar bisa menulis karya sastra dengan baik dan benar. Selain itu, jam’iyah sastra juga menkoordinir kegiatan sanggar yang telah ada serta mengembangkannya. “Tujuan utama Jam’iyah sastra ini agar santri memiliki wadah untuk menuangkan karya sastranya sekaligus menjadi penggerak sanggar-sanggar sastra yang ada di Sidogiri” ungkap Alaek Mukhyiddin, ketua Jam’iyah Sastra. Sebelum menjadi anggota Jam’iyah Sastra, para peserta akan diseleksi pada pekan pertama di awal setiap semester. Penyeleksian akan ditangani oleh pengurus untuk menentukan kelayakan peserta menjadi ketua sanggar. sedangkan kelas menulis Jam’iyah sastra dibagi menjadi dua: Kelas cerpen: Para anggota Jam’iyah dituntut untuk mempelajari cara menulis cerita pendek selama satu semester, baru semester selanjutnya dilanjutkan dengan menulis cerita bersambung. nantinya pembina akan mengarahkan mereka untuk kreatif dalam ber-imajinasi dengan model pembelajaran amati, tiru dan modifikasi.Kelas menulis puisi: Para anggota Jam’iyah dituntut untuk mempelajari kiat-kiat awal menulis larik pertama dalam puisi, serta metode penyamaan sebuah objek dengan perasaan. Nantinya pembina akan memberi contoh bermacam-macam puisi baik klasik atau yang modern. Adapun Visi dan Misi Jam’iyah Sastra adalah; VISI: Terlestarikannya Sastra Pesantren sebagai simbol bagi kehidupan bernapas Islami.Terjaganya nilai autentik Kesusastraan Pesantren.Semakin berkembangnya Sastra Nusantara dengan adanya Sastra Pesantren.Semaraknya dakwah divisi sastra. MISI: Menjaga kelestarian Sastra Pesantren.Melahirkan sastrawan-sastrawan pesantren yang sejalur dengan norma-norma kepesantrenan, serta kekhasannya.Mendidik santri agar dapat menyumbangkan pikiran atau imajinasi untuk mengenalkan nilai kultur kebudayaan Islam.Menjadikan sastra sebagai sarana dakwah yang...
Harus Tahu, Sejarah Tahsin al-Khot Sidogiri!
Suasana belajar tahsin al-khot Sidogiri Jam’iyah Tahsin al-Khot merupakan salah satu kegiatan ekstrakulikuler di bawah naungan Pengurus Pusat Ikatan Santri Sidogiri (PP-ISS) untuk mewadahi semangat menulis kaligrafi arab dengan baik dan indah. Mungkin banyak yang belum tahu tentang awal kegiatan rutin setiap Jumat pagi di gedung al-Ghazali ini, untuk itu simaklah uraian hasil wawancara Ahmad Zaini Sekretaris Jamiiyah Tahsin al-Khot dengan Ust. Iskandar dan Ust. Usman Asror berikut ini. **** Para guru besar Tahsin al-khot Sidogiri Adalah pada tahun 1967 Masehi, KH. Muhammad Usman Anis ketika duduk di bangku Tsanawiyah Pondok Pesantren Sidogiri memiliki inisiatif memperbaiki tulisan santri bersama teman-teman satu kelas beliau. KH. Muhammad Anis merupakan desainer lambang santri Sidogiri atas ide KH. Sa’doelloh bin Nawawie. Perkumpulan Ust. Anis dengan teman-teman kelas dilakukan pada pukul 02.00 malam setelah pulang sekolah dan gerak batin rutinan. Pada waktu itu, Kegiatan belajar Mengajar (KBM) Madrasah Miftahul Ulum Tsanawiyah adalah setelah Isya hingga jam 12 malam waktu Istiwa. Sehingga pemilihan waktu dini hari ini dirasakan lebih tepat karena selain kondisinya yang tenang, juga belum adanya peraturan tidur di atas jam 12 malam pada waktu itu. Baca juga: Kaligrafi Islam Warisan Seni Paling Dihargai Sepanjang Zaman Tahun 1967 buku merupakan salah satu komoditi yang mahal, sehingga untuk kalangan santri perlu alternatif lain untuk menanggulangi sulitnya membeli buku. Maka, Ust Anis dan kawan-kawan menggunakan sabak, yakni semacam papan tulis hitam hanya saja ukurannya sama dengan kertas A3. Untuk media penulisannya, menggunakan kapur putih yang mudah dihapus. Perkumpulan Ust. Anis dan kawan-kawan memiliki daya tarik yang kuat. Dalam kurun waktu yang tidak lama, beberapa santri mulai ikut bergabung hingga memenuhi satu ruangan. Hal ini terus berlanjut hingga pada tahun 1969. Baca juga: Tak Gentar Meski Melawan Seniman Pada tahun 1969, Majelis Panca Warga Pondok Pesantren Sidogiri, KH. Sa’doellah bin Nawawi akhirnya meresmikan kegiatan ini dan diberi nama CUSENI (Kursus Seni Tulis Indah). Acara peresmian diisi dengan selametan dan doa bersama. Namun, nama CUSENI tidak berlangsung lama. CUSENI diganti dengan Jam’iyah Tahsin al-Khot yang pada saat itu, telah berdiri Jam’iyah Qurra’ wa Tahfidz al-Quran dan Jam’iyah Mubalighin. logo ISS Jika saat ini, Jam’iyah Tahsin al-Khot berada di bawah naungan PP-ISS, maka pada waktu itu Jam’iyah ini ditangani oleh bagian Ma’hadiyah. Perlu diketahui, Sidogiri tahun itu belum terbentuk instansi-instansi seperti sekarang ini, dulu hanya ada bagian Ma’hadiyah dan Madrasiyah. Jamiyah Tahsin al-Khot mengalami perkembangan yang sangat pesat, terbukti dengan melebarkan sayapnya untuk mengadakan kursus pendalaman seni Tahsin seperti menganyam janur dan seni dekorasi. “Hampir seluruh santri Sidogiri mengikuti kegiatan ini dengan sangat antusias terutama dari kalangan putera-putera kiyai dari berbagai wilayah Nusantara yang mondok di Sidogiri, dengan maksud akan menelurkan kursus tahsin di pondoknya kelak”, kata Ust....
Launching Logo Event, Inovasi Milad 283
Inovasi Panitia Milenial Hadirkan Narasumber Milenial Realisasi event untuk pengumuman pemenang sayembara logo atau launching logo Milad yang dikemas dalam bentuk talkshow merupakan inovasi baru dari Panitia Milad Pondok Pesantren Sidogiri ke-283 dan Ikhtibar Madrasah Miftahul Ulum ke-84. Setelah menunggu lama, akhirnya malam Jumat ini (06/02), melalui serangkaian obrolan tentang Milad, kita akan tahu siapa pemenang sayembara logo dan seperti apa logo Milad Sidogiri ke 283 ini. Selamat membaca! Laporan : Musyafal Habib Acara ini menghadirkan Ust. Albilaluddin al-Banjari, Staf Sekretaris I PPS. Beliau bisa kita kenali suaranya di radio IASS 1455. Kali ini, beliau bertindak sebagai pembawa acara Launching Milad 283. Sebagai narasumber ada Ust. Alil Wafa (Pimred Sidogiri Media), Ust. Rifki al-Mahmudy (Ketua Panitia Milad Pondok Pesantren Sidogiri ke-283 dan Ikhtibar Madrasah Miftahul Ulum ke-84 ) dan Ust. Abd. Qadir Ghufron (Kepala MMU Aliyah). Dari kanan: Ust. Albilaluddin al-Banjari, Ust. Abd. Qadir Ghuron, Ust. Rifki al-Mahmudy, Ust. Alil Wafa Berlokasi di halaman utara Mabna al-Ghazali, acara ini hadirkan suasana baru di serangkaian acara Milad 283. Walaupun merupakan event baru, acara ini terbilang sukses menarik perhatian santri Sidogiri, khususnya bagi para pengirim sayembara logo. Ratusan santri terlihat memadati halaman al-Ghazali hingga lantai III. Baca juga : Pelantikan Redaksional Kabar Ikhtibar Milad ke-283 Namun, kesuksesan tidak terlepas dari pelajaran yang diambil dari para pendahulunya. Untuk itu, panitia acara hadirkan Ust. Alil Wafa, selaku eks. Wakil Ketua Panitia Inti Milad 282. Beliau menceritakan bagaimana dan seperti apa kesuksesan Milad 282 tahun lalu. Mulai dari logo yang menurut beliau paling keren, kemudian dengan kebanggaan akan sambutannya dalam acara Milad 282 yang ternyata pencapaiannya mencapai 17.000 viewer. “Jangan salah paham dulu, bukan saya membanggakan diri, tapi ini adalah bentuk upaya memanas-manasi panitia milad tahun ini agar bisa membuat acara yang lebih cetaran”, jelas beliau, yang kini masih menjabat Pimred Sidogiri Media dan terkenal sebagai sosok milenial santri Sidogiri. Tanggapan Balik Panitia Milad 283 Untuk menanggapi pernyataan dari panitia Milad 282, Ust. Rifki al-Mahmudy selaku Ketua Panitia Inti Milad 283 memberikan beberapa pencapaian Milad 283 yang lebih dari pendahulunya. “Milad 283 ada 3 pencapaian, pertama, kami telah berhasil membuat penasaran manusia sejagat, karena banyak yang bertanya tentang logo milad tahun ini seperti apa, dan kedua kami telah mengadakan lounching logo, dimana acara ini merupakan pertama kalinya sehingga harapan kami ini bisa dikenang sebagai moment yang tak terlupakan, dan ketiga, dalam masalah logo kami bertanya apakah milad 283 yang lambat ataukah milad sebelumnya yang terlalu tergesa-gesa”, kata Beliau yang masih aktif sebagai Kepala Madrasah Tarbiyah Idadiyah dan disambut tepuk tangan hadirin bahkan ust. Alil mengakui bahwa ia kalah 1-0. Baca juga: Milad Sidogiri 282; Hadiah Umrah di Malam Terakhir Akhirnya terjadilah perbandingan seru antara...
NKRI Menurut Habib Mohammad Baharun
Sepekan lalu, tepatnya malam Rabu (21/01), Prof. Dr. Habib Mohammad Baharun, SH, MA, Ketua Komisi Hukum MUI Pusat mengisi seminar ilmiah di Sidogiri dengan tema Agama, Pancasila, dan Politik Kebangsaan Perspektif Pesantren. Apa saja yang beliau sampaikan? Simak selengkapnya dalam tulisan kali ini! Laporan: Muhammad ibnu Romli Dengan tema Agama, Pancasila, dan Politik Kebangsaan Perspektif Pesantren tentunya kita bisa menebak bahwa beliau akan menyampaikan tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam penyampaiannya, beliau menerangkan arti sebenarnya dari slogan, “NKRI harga mati”. Menurut beliau, jangan kira sosok yang menggaungkan NKRI harga mati ingin menandingi kehargamatian agama. Keduanya berbeda. Maksud dari NKRI harga mati ialah jangan sampai menghancurkan NKRI. “NKRI harga mati itu bukan berarti ingin menyaingi al-Quran yang harga mati. Maksudnya, jangan main-main dengan NKRI. NKRI gak perlu diotak-atik lagi,”dawuh beliau dengan jelas. Di bagian akhir acara, beliau menyinggung tentang NKRI bersyariah. Menurut beliau kelompok yang mengkoar-koarkan semacam itu di khalayak sama sekali tidak melihat situasi negara dengan obyektif. “Sekarang yang ingin saya sampaikan, yaitu, ada kawan-kawan yang saking semangatnya sehingga tidak melihat situasi dan kondisi dengan obyektif perihal politik di Indonesia ini. Misalnya, ya perjuangkan NKRI bersyariah.” ungkap beliau di hadapan peserta Annajah Center Sidogiri (ACS) Menurut beliau, slogan NKRI Bersyariah hanyalah akan memancing a’daul Islam menyerang. Inilah yang selama ini dihindari oleh Majelis Ulama Indonesi (MUI). “Kalau (slogan NKRI Bersyariah) diucapkan di tempat umum, kira-kira agama lain diam atau siap-siap (menyerang)? (Buktinya) sudah ada suara-suara, “Ini ada apa (kenapa banyak orang berteriak slogan demikian)?” Jadi memahami politik adalah strategi. Perhatikan, kenapa Majelis Ulama Indonesia tidak berkoar-koar ketika fatwanya menjadi undang-undang? Karena takut ada orang lain yang tidak senang, (malah) menjegal (sehingga tidak menjadi undang-undang). Jadi, sekitar separuh dari Fatwa Majelis Ulama Indonesia sudah menjadi undang-undang. Sudah masuk lembaran negara,”tegas beliau di ruang auditorium lantai II Sebagai bukti, beliau mencontohkan dengan bank syariah. Tidak mudah untuk tembus menjadi undang-undang. Namun, bila berhasil, maka sulit pula untuk dibubarkan. “Anda pikir bank syariah itu bukan undang-undang? Gak gampang orang sekarang membubarkan bank syariah, karena sudah menjadi undang-undang. Undang-undang pergadaian syariah, asuransi syariah, hotel syariah, rumah sakit syariah, dll tinggal tunggu saatnya semua bank konvensional menjadi syariah semua,” pungkas beliau. Baca Juga: ACS Bersama Habib Mohamad Baharun Simak pula wawancara eksklusif dari sidogiri.net dan...