Malam Senin (23/12) Kuliah Syariah kembali menggelar diskusi panel. Acara bertempat di aula Sidogiri Excellent Corp (SEC) lantai III dengan tema “Metode Taklid Manhaji Ala Nahdlatul Ulama”. Diundang sebagai pemateri dalam diskusi panel kali ini adalah KH. Muhibbul Aman Aly dari Pondok Pesantren Raudhatul Ulum, Kajayan, Besuk, Pasuruan dan Ust. Khotibul Umam Damiri, Lc. Staf Pengajar Madrasah Miftahul Ulum (MMU) Aliyah. Acara ini dihadiri oleh seluruh anggota Kuliah Syariah.
Berbeda dengan taklid qauli, taklid manhaji merupakan taklid metodologis. Taklid jenis ini lebih aktif dibanding taklid qauli yang cenderung berhenti pada putusan final ulama. Secara garis besar, taklid Manhaji adalah memecahkan problem hukum dengan berpedoman kepada metode istiqra’ (penelitian hukum) yang digunakan dalam suatu madzhab. Gus Muhib menuturkan bahwa taklid manhaji secara umum pernah diputuskan pada Musyawarah Nasional (Munas) NU di Lampung pada 1992.
Sebelumnya, Ust. Khotibul Umam menyampaikan, perumusan adanya konsep taklid manhaji ini karena zaman bergulir begitu cepat, dan perubahan tidak mungkin dielakkan, sementara fiqih Islam harus hadir memberikan solusi untuk menjawab berbagai persoalan kemasyarakatan, maka umat Islam dituntut untuk dapat berkreasi dalam memecahkan berbagai persoalan tersebut.
“Teks yang ada dalam kitab-kitab ulama itu lahir bersama dengan situasi yang mengikuti pada zaman itu. Setelah satu tahun atau dua tahun mungkin teks itu masih bisa digunakan, namun, setelah puluhan tahun berikutnya akan timbul beberapa masalah baru yang belum dirumuskan oleh para ulama terdahulu, sehingga tidak ditemukan dalam kitab-kitab ulama,” terang wali kelas 1-E Aliyah ini. Hal inilah yang menurut beliau mendorong NU untuk merumuskan metode taklid manhaji.
_______
Penulis: Kanzul Hikam
Editor: Saeful Bahri bin Ripit