Sehat Jasmani dan Sehat Spiritual Harus Konsisten!
Nov13

Sehat Jasmani dan Sehat Spiritual Harus Konsisten!

Mendekati ujian kita dibuat simalakama oleh keadaan yang ada. Otak akan terus dipacu dengan jurnal kegiatan belajar yang pastinya akan jauh lebih padat dari pada sebelumnya. Mengenai hal ini, kesehatan santri juga menjadi tunjangan keberhasilan mereka. Ironisnya, mereka seakan hanya mengedepankan kesehatan jasmani, tanpa mempedulikan kesehatan rohani atau spiritual. Sehubungan dengan fenomena ini, berikut pandangan Mas Syamsul Arifin Munawwir M.Psi, M.H Psikolog, Kepala Lembaga Psikologi Bimbingan dan Konseling (LPBK) yang diwawancari Farid Nanda Pratama dari Kabar Ikhtibar di kediamannya. Ketika menghadapi ujian, santri disibukkan dengan belajar, tapi abai dengan kesehatannya. Tanggapan sampeyan mengenai realita ini mas? Sungguh ironis, kerja keras kawan-kawan santri yang belajar sampai mengorbankan waktu tidurnya, tapi pada akhirnya mereka terbaring lemas di atas ranjang ketika ujian. Oleh karena itu, kita harus memfilter secara kondusif antara waktu belajar dan waktu istirahat. Waktunya belejar ya belajar, tapi jangan lupa istirahat. Jangan terlalu maksa.  Dengan demikian, kestabilan kesehatan tubuh akan tetap terjaga. Lebih penting mana antara kesehatan tubuh dan jiwa? Menjaga kesehatan merupakan hal urgen bagi tubuh. Terlebih bagi santri yang sekarang hampir menghadapi ujian akhir. Santri didapuk ikhlas dalam menjalani semua kegiatan. Di samping itu, mereka harus tangguh atas cobaan yang menimpa. Dalam fase ini, ketangguhan mental sangat diuji ketahanannya. Sekuat apapun jasmani yang disiapkan, jika kita masih tidak bisa mengontrol spiritual, maka akan hancur. Menjaga kesehatan jasmani memang perlu, tetapi jangan menghiraukan kesehatan spiritual. Karena jika hanya sehat badan saja, mereka tidak tenang menghadapi ujian. Panik, takut tidak naik, dan semacamnya. Akan tetapi, kalau sehat badan dan sehat spiritual, maka ujian akan terasa rileks. Tips untuk menjaga kesehatan spiritual dari sampeyan?   Ujian ini harus dihadapi dengan rileks; tidak terlalu ngoyo dalam belajar, juga tidak terlalu santai. Ada banyak hal yang bisa kita lakukan untuk menjaga kestablilan spiritual. Seperti membaca al-Quran dan sholawat. Sudah masyhur kan ‘al-Quran tibbil-qulub’.  Farid Nanda/Kabar...

Selengkapnya
Perlukah Santri Kuliah?
Nov24

Perlukah Santri Kuliah?

Kuliah merupakan salah satu impian besar sebagian santri setelah lulus dari pesantren. Bertekad keras untuk mengembangkan diri dengan berkuliah. Namun, banyak yang masih tidak paham mengenai pentingnya kuliah dan seberapa besar kebutuhan santri mengenyam bangku kuliah. Oleh karena itu, simak hasil wawancara M. Nabil bin Syamsi dari Harian Maktabati dengan Mas M. Syamsul A. Munawwir, M. Psi, M. H, Kepala Lembaga Pengembangan dan Bimbingan Konseling (LPBK) serta Eks. Ketua Harakah Mahasiswa Alumni Santri Sidogiri (HMASS) Pusat. Mas M. Syamsul A. Munawwir, M. Psi, M, H. Perlukah santri kuliah? KA. Sadoellah Nawawie pernah dawuh, “Aku kepingin santri iki macam-macam ga’ satu jurusan. Ono’ seng dadi bupati, polisi, tentara, DPR, dan lain-lain.” Ini pesan beliau saat Alm. Drs. HM. Bashori Alwi M. Pd. I., Mengutarakan niat untuk bersekolah. Sebab medan dakwah tidak hanya di pesantren, mereka juga perlu didakwahi. Santri juga perlu andil dalam bahagian itu. Kalau santri gak ada yang kuliah, terus mahasiswa banyak yang liberal, siapa yang salah? Apa saja yang harus dipersiapkan? Yang paling utama adalah kesiapan mental. Jangan merasa kalah dengan mahasiswa sebab latar belakang pesantren. Mestinya, harus bangga dan yakin santri itu bisa. Selain itu, persiapan administratif perlu diambil berat; sertifikat, ijazah dan semacamnya. Menyadari bahwa status kita adalah alumni santri Sidogiri. Dengan itu, kita sadar dan tahu diri. Berpegang teguh pada takrif santri itu sudah memadai. Ini juga di antara tujuan HMASS; agar santri tetap “Sidogiri”. Di samping itu, berhati-hatilah terhadap pergaulan, karena temanmu berpengaruh terhadap kepribadian dirimu. Bagaimana mengetahui jurusan yang tepat? Di perkuliahan ada tes kemampuan diri dan tes psikologi kepribadian. Sebab kalau ada tes seperti itu ‘kan bisa terjamin dan terpercaya. Tetapi, tidak semua kuliah ada semacam itu. Mengetahui kepribadian juga penting saat ingin kuliah, agar jurusan yang dipilih cocok dengan kemampuannya, karena kalau tidak sesuai, malah menyiksa diri. Pesan-pesan sampean untuk santri? Yang rajin sekolah, perbagus nilai ujian, aktif di organisasi. Pengalaman dan prestasi sangat menunjang tinggi kualitas diri. Berlomba-lomba dalam prestasi agar “dilirik”. Jangan menganggap remeh apapun sertifikat yang ada di Sidogiri. Perbanyak membaca. Yakinlah bahwa santri itu bisa. Kalau di pondok banyak pengalaman, berprestasi kemudian kuliah, insya Allah. Jangan lupa usaha batin juga. Minimal 1.000x salawat khidir, seperti di masjid itu (masjid jami’ Sidogiri; red). Insya Allah hajatnya...

Selengkapnya
Santri Harus Selalu Siap Jiwa dan Raganya
Okt22

Santri Harus Selalu Siap Jiwa dan Raganya

Bangsa yang hebat ialah bangsa yang tidak melupakan para pahlawan yang telah memperjuangkan kemerdekaannya. Seperti yang sudah diketahui bahwa kemerdekaan Indonesia memang tidak lepas dari peran santri. Maka dari itu, setiap tanggal 22 Oktober diperingati Hari Santri Nasional (HSN) sejak diresmikan oleh Presiden Joko Widodo. Pada tahun ini, HSN mengusung tema “Santri Siaga Jiwa Raga”. Mari ikuti wawancara eksklusif Muhammad Noval dan Fahmi Aqwa dari Sidogiri.Net kepada K.H. Abdullah Syaukat Siradj, Anggota Majelis Keluarga Sidogiri, di kediamannya. Pandangan Jenengan tentang Hari Santri? Dulu, peringatan Hari Santri itu yang minta salah satu pesantren di Malang Selatan. Boleh memperingati Hari Santri, asalkan diisi dengan hal baik seperti mendidik agar para santri tahu bagaimana menjadi santri yang sebenarnya, yang berpegang teguh pada al-Quran dan hadis. Pendapat Jenengan tentang Tema Hari Santri Tahun Ini? Saya setuju dengan tema (Santri Siaga Jiwa Raga) tersebut. Pembinaan mental, terutama tauhidnya. Jangan gampang minder karena tauhid itu bagaikan pondasi. Kalau pondasinya baik, bangunannya minta tingkat dua puluh pun bisa. Kalau masalah pangkat itu gampang. Jadi yang diperkuat pada zaman sekarang adalah ilmu tauhidnya. Ya, semuanya perlu tapi yang lebih diperkuat adalah ilmu tauhidnya. Santri itu harus teguh pada pendiriannya. Terutama ketika sudah keluar. Apa Tugas Santri di Luar Pesantren? Betul-betul bisa mengamalkan prinsip santri. Berpegang teguh pada al-Quran dan hadis, baik yang aktif di organisasi atau di mana pun. Hal tersebut butuh latihan dan mestinya harus dimulai dari sekarang. Kalau kata K.H. Hasani Nawawie, semuanya itu butuh latihan. Kamu tahu, atlet angkat besi di televisi? Beban 100 Kg diangkat, itu bukan langsung kuat angkat bebannya, butuh latihan. Dari 10 Kg dulu sampai kuat 100 Kg. Kalau tidak latihan, ya tidak bisa. Iman pun juga harus seperti itu. Iman itu cepat habis, dusta saja sudah mengurangi iman, kalau setiap harinya dusta bisa habis juga imannya, naudzubillah. Jadi mental dan jiwanya harus kuat. Belum perang sudah menyerah, ya tidak boleh, kita harus usaha dulu baru pasrah kepada Allah. Tidak waras kata K.H. Hasani. Tips Menjaga Jiwa Raga? Seharusnya ada tim khusus untuk melatih santri. Agar ilmu yang didapat betul-betul diterima dan diterapkan, itu yang saya harapkan. Jadi santri harus menunjukkan kualitas jangan hanya kuantitasnya saja. Pesan Jenengan untuk Santri? Saya ingin para santri belajar memang betul-betul karena Allah. Jangan hanya ingin lulus, jangan ingin jadi ustaz. Mengaji untuk diamalkan, itu pokok. Jangan untuk dijadikan pameran, jangan untuk jadi kiai, jangan! Kata Imam al-Ghazali, orang yang mencari ilmu bukan karena Allah maka akhirnya akan su’ul khatimah, nauzubillah. Kata Kiai Hasani, berilah contoh yang baik kepada orang. Kamu sebagai santri harus memberi contoh yang baik, seperti salat jamaahnya, rutinannya di pondok. Jika ada kemungkaran kita tegur dengan lisan, jika tidak bisa...

Selengkapnya
Dari Pesantren Kita Berjuang Melawan Covid-19
Sep21

Dari Pesantren Kita Berjuang Melawan Covid-19

Sudah hampir setahun virus corona melanda. Puluhan juta orang di seluruh dunia sudah terpapar. Virus ini tidak memandang bulu. Semua kalangan ia hinggapi. Orang miskin, orang kaya, artis, atlet, dokter hingga aparat pemerintah. Lalu, muncul sebuah penemuan probiotik anak bangsa yang diyakini dapat mencegah penularan Covid-19 dan menyembuhkan pasien yang terjangkit Covid-19. Apa itu probiotik dan bagaimana kisah di balik penemuannya? Simak hasil wawancara Muhammad Ilyas dari sidogiri.net bersama Prof. Dr. Sukardi alias Ainul Fatah asal Pandaan, Pasuruan, seorang ahli mikrobiologi dunia yang menemukan herbal probiotik saat berkunjung ke Sidogiri beberapa hari lalu. Tentang penemuan probiotik? Probiotik itu tidak ditemukan, tetapi dikondisikan, dikolonikan, disikluskan, karena probiotik sendiri asalnya dari Tuhan. Probiotik adalah jasad renik hewan yang sangat kecil sehingga bisa berdampingan dengan sel, organ tubuh dan lambung. Selain itu, juga dapat memecah dan merubah nutrisi-nutrisi dalam tubuh kita menjadi nutrisi yang baik sehingga dapat menghasilkan sebuah enzim atau hormon yang sangat bisa membantu meningkatkan imunitas antibodi tubuh manusia. Maka dari itu, probiotik sangat berguna pada tubuh, karena tubuh kita tidak bisa menerima protein yang langsung diserap tubuh, harus ada bakteri yang merubahnya menjadi asam amino yang bisa diserap oleh sel. Kisah di balik penemuan ini? Semua bermula dari riset yang saya lakukan pada tahun 2004 serta pengalaman berkeliling dunia selama 19 tahun sebagai guru besar. Tujuan awal, probiotik ini saya pakai untuk menyeimbangkan bakteri dalam tanah, tetapi ternyata juga bisa digunakan untuk melawan virus corona. Sebelumnya, saya adalah lulusan S1 Elektronika yang kecewa, sebab anak saya terkena hidrosefalus. Akhirnya, saya mencari tentang penyakit anak saya. Ternyata, hidrosefalus adalah penumpukan cairan di dalam otak disebabkan oleh parasit bernama Toxoplasma Gondii. yang membuat otak membesar. Baca Juga: Prof Ainul Fatah: Islam Tidak Boleh Kalah dengan Corona Pro-Kontra? Kehadiran probiotik yang mampu meminimalisir virus corona tentu menimbulkan banyak pertentangan karena adanya kepentingan di dalamnya. Saya tidak mau ini dianggap obat karena akan melawan regulasi dan kepentingan tadi. Lebih baik saya berjemaah dengan orang-orang yang beriman dalam menghadapi corona ini. Anggap saja saya hanya kebetulan menemukan suatu riset yang bisa melawan corona. Prediksi pandemi Covid-19 berakhir? Saya tidak bisa memprediksi. Tetapi statement dari PBB, virus corona ini diprediksikan akan berhenti dua tahun. Sebab itu, kita harus bekerja keras, saling mendukung mencari cara untuk melawan corona, karena dengan waktu dua tahun itu ekonomi pasti hancur, orang miskin yang terdampak pertama kali. Harapan saya, dari pondoklah kita berjuang. Baca Juga: Bahaya Demam...

Selengkapnya
Saya Punya Kompetensi Menafsirkan Pancasila
Feb09

Saya Punya Kompetensi Menafsirkan Pancasila

Dalam seminar bertajuk, “Agama, Pancasila, dan Politik Kebangsaan Perspektif Pesantren” Muhammad ibnu Romli, Pemimpin Redaksi Sidogiri.Net sempat mewawancarai Prof. Dr. Mohammad Baharun SH. MA, Ketua Komisi Hukum Majelis Ulama Indonesia (MUI) di ruang tamu kantor sekretariat lantai I Pondok Pesantren Sidogiri. Berikut laporannya! Apakah seminar perihal pancasila penting diadakan di pesantren? Tema pancasila tetap penting disosialisasikan, sebab yang membangun pancasila ialah ulama. Panitia sembilan yang merintis pancasila semuanya ulama dan cendikiawan muslim. Hanya satu yang non-muslim. Jadi, yang paling berhak menafsirkan pancasila, ya, kita, bukan mereka. Ulama kita sudah susah payah meletakkan sila-sila pancasila, masa mau kita biarkan begitu saja. Mengenai tujuh kata yang dihapus dalam sila pertama, bagaimana pandangan jenengan? Itu tidak terlepas dengan piagam Jakarta. Kalau bahasanya kiai As’ad, dalam sila pertama mengandung ruh tauhid. Qulhuwallahu ahad. Begitu kata beliau. Jadi, sila pertama itu ketuhanan. Orang Islam, yang tidak salat, jangan ngaku-ngaku pancasila. Kalau non-muslim, yang tidak taat bergama, tidak toleran, jangan ngaku-ngaku pancasila. Ingat, sila pertama adalah ketuhanan. Negara kita ini, negara yang berketuhanan. Yang tidak taat agama, sudah jelas tidak pancasila. Ada yang mengatakan, sila pertama melakukan kebaikan mengharap pahala dari “langit” sedangkan sila kedua kebaikan dengan dasar humanisme sehingga dianggap bertentangan, apakah benar demikian? Oh, tidak bertentangan. Apanya yang bertentangan? Kalau bahasa saya, sila pertama itu hablun minallah, yakni huquq ilahiyah. Sila kedua sampai kelima itu huquq insaniyah, hablun minannas. Tidak bertentangan. Namun, kita tidak perlu risau akan penafsiran pancasila yang beragam. Jangankan pancasila, al-Quran saja penafsirannya banyak. Yang melenceng pun juga banyak. Seperti tafsir Syiah, sangat melenceng. Akan tetapi, penyeragaman tafsir itu perlu ada. Saya menjadi saksi sejarah saat Nahdhatul Ulama dengan berani menerima pancasila. Saat itu digelar di Bondowoso. Saya dulu, kan, wartawan Tempo. Jadi, saya selalu hadir meliput acara, dan mendengar langsung orasi Kiai As’ad kala itu. Jadi, sebenarnya siapa yang berhak menafsirkan pancasila? Saya punya kompentensi menafsirkan pancasila. Dulu saya mengambil tema pancasila sebagai tema taskap saya. Taskap itu semacam tesis, tugas akhir. Tulisan itu mencapai 120 halaman, dan kini sudah dibukukan. Yang menguji saya sampai tujuh jenderal. Tapi hasilnya memuaskan, dan terbaik perwakilan dari sipil. Jadi, saya punya kompetensi menafsirkan...

Selengkapnya