Nisapur, Persinggahan Terakhir Sang Faqih al-Baihaqi
Abu Bakar al-Baihaqi, yang bernama lengkap Ahmad bin al-Husain al-Baihaqi, adalah salah satu ulama besar dalam dunia Islam, khususnya dalam bidang hadis dan fikih. Beliau lahir pada tahun 384 H (994 M) di kawasan Iran, dan dikenal sebagai salah satu ahli hadis terbesar yang karya-karyanya telah memberikan dampak signifikan terhadap perkembangan ilmu hadis di dunia Islam.
Abu Bakar al-Baihaqi tidak hanya dikenal sebagai seorang ahli hadis, tetapi juga sebagai seorang pakar dalam bidang fikih dan akhlak. Selain menguasai al-Quran dan hadis, beliau juga memiliki pemahaman yang luas mengenai prinsip-prinsip dasar fikih, terutama dalam mazhab asy-Syafi’i. Abu Bakar al-Baihaqi adalah seorang yang memiliki kemampuan luar biasa dalam menghafal hadis serta menyusun dan mengklasifikasikannya dengan sangat teliti dan sistematis.
Sebagai seorang ahli hadis, beliau mendalami karya-karya hadis para ulama sebelumnya, termasuk al-Bukhari dan Muslim. Namun, Abu Bakar al-Baihaqi tidak hanya sekadar menulis hadis, tetapi juga memberikan penjelasan, analisis, dan kritik terhadap keaslian hadis yang telah ada. Hal ini menjadikan karya-karyanya sebagai referensi utama dalam bidang hadis, bahkan hingga hari ini.
Karya terbesar beliau yang terkenal di kalangan ulama adalah as-Sunan al-Kabir (Kitab hadis besar), yang terdiri dari sebelas jilid, dan dianggap sebagai salah satu karya monumental dalam ilmu hadis. Dalam kitab ini, beliau mengumpulkan ribuan hadis yang telah diseleksi dengan ketelitian tinggi, serta memberikan komentar dan keterangan terkait sanad dan matan hadis. as-Sunan al-Kabir berisi banyak hadis yang tidak ditemukan dalam koleksi hadis lain dan memberikan wawasan baru dalam memahami sunnah Nabi Muhammad ﷺ.
Selain itu, as-Sunan ash-Shaghir (Kitab hadis kecil) juga menjadi karya yang sangat penting dalam kajian hadis. Walaupun lebih ringkas, karya ini tetap memberikan kontribusi signifikan dalam menambah kekayaan khazanah ilmu hadis.
Selain karya-karya tersebut, beliau juga menulis banyak risalah dan kitab-kitab lainnya mengenai akhlak, tafsir, permasalahan fikih, dan kalam (ilmu tentang akidah). Karya-karya beliau yang berbicara tentang etika dan moralitas sangat dihargai karena kedalaman pemikiran serta pendekatan spiritual yang beliau tawarkan.
Abu Bakar al-Baihaqi dikenal sebagai seorang yang sangat zuhud (menjauhi kenikmatan dunia) dan wara’ (menghindari hal-hal yang meragukan). Kehidupannya sangat sederhana, jauh dari hiruk-pikuk duniawi. Beliau lebih memilih untuk menghabiskan waktunya dalam ibadah, ilmu, dan kajian-kajian yang bermanfaat bagi umat Islam. Dalam hal ini, beliau sangat berhati-hati dalam segala aspek kehidupannya, khususnya dalam menjaga kemurnian ilmu dan perbuatan.
Salah satu ciri khas dari kehidupan beliau adalah kemandirian dalam mencari ilmu. Beliau tidak hanya menerima ilmu dari satu sumber, tetapi selalu berusaha untuk mencari, memverifikasi, dan menyaring ilmu yang diterimanya. Ini menjadikan beliau sebagai seorang ulama yang sangat kredibel dan dihormati oleh para ilmuwan dan generasi setelahnya.
Abu Bakar al-Baihaqi wafat pada bulan Jumadal Ula 458 H (1066 M). Jenazahnya dimakamkan di Naisabur, sebuah kota kecil di wilayah Khurasan, yang kini merupakan bagian dari Iran. Meskipun beliau telah wafat lebih dari seribu tahun yang lalu, warisan ilmiahnya tetap hidup dan terus digunakan sebagai referensi utama dalam berbagai disiplin ilmu Islam hingga saat ini.
Karya-karya beliau tetap menjadi sumber rujukan utama dalam studi hadis dan fiqh, dan beliau diakui sebagai salah satu perintis penting dalam pengembangan ilmu hadis. Pendekatan beliau yang sangat hati-hati dalam menilai keaslian hadis, serta dedikasinya dalam mencari kebenaran dan menyampaikan ilmu, menjadikan Abu Bakar al-Baihaqi sebagai salah satu tokoh paling dihormati dalam sejarah keilmuan Islam.
(Ibnu Katsir, al-Bidayah wa an-Nihayah, Juz 12, hlm. 115)