Kau takkan merasakan, bagaimanakah manisnya malam pulangan bagi santri? Setelah menderita lima bulan lantaran berpisah dari keluarga, para tetangga, dan teman-teman sekolah. Bahkan, ada sebagian santri—khususnya orang luar pulau—yang tak menghirup udara segar kampungnya selama bertahun-tahun.
Baru jika kaumondok, dan merasakan betapa pahitnya kehilangan peluk hangat dari ibunda; hadiah menarik dari ayah; dan senyuman mungil dari adik dan keponakan, kau akan tahu betapa indahnya mereka semua. Lebih singkatnya, kebahagian itu hanya terletak pada kebersamaan. Selain itu, tak ada lagi.
Teringat akan sebuah cerita yang sudah lumrah. Kurang lebihnya begini. Seorang anak menanyakan perihal gaji ayahnya selama satu hari. Lalu, anak itu memberikan uang dengan jumlah serupa kepada ayahnya, seraya berkata, “Maukah ayah kusewa dalam satu hari untuk menemaniku bermain?”
Pertanyaan itu menegur seseorang yang menghiraukan indahnya kebersamaan. Padahal sebenarnya, sang ayah juga ingin membahagiakan keluarga dengan menyibukkan dirinya mencari uang.Dengan uang, hidupnya akan lebih baik, pikirnya. Padahal hakikatnya, kebersamaanlah yang merupakan muara dari kebahagiaan. Ingatlah, uang bisa dicari. Tapi kebersamaan hanyalah sampai mati.
Begitu pula—cerita seorang anak tadi—menegor para pemuda yang memutuskan untuk menyindiri—atau lebih tepatnya, berdua dengan gatget-nya—dari pada harus berkumpul. Memang benar kata O. Shalihin dalam bukunya Sosmed Addict; Kecanduan yang Tak Perlu bahwa motto-nya orang dulu adalah, “Magan ora mangan, seng penting ngumpul”. Beda halnya dengan menusia sekarang yang sudah berbalik arah, “Mangan ora mangan, seng penting nyosmed”.
Tidak hanya orang biasa yang sanagt peduli pada kebersamaan. Manusia terbaik di muka bumi ini, Nabi Muhammad SAW juga sangat peduli. Bahkan menggambarkan umat Islam laksana seseorang, sedangkan satu-persatunya layaknya sebagian dari sekian banyak anggota badan yang lain. Dangan kata lain, antara satu sama lain saling membutuhkan.
Dari penggambaran Rasulullah SAW tadi, kita bisa kita ambil hikmah, betapa susahnya kehidupan ini jika salah satu anggota badan kita hilang. Begitu juga, betapa buruknya kehidupan ini jika salah satu kerabat, sahabat, dan tetangga yang menghilang.
Untuk itu, tancapkanlah di hati kalian bahwa dunia yang terbaik adalah kebersamaan. Bukan bergelimangnya harta, apalagi menjulangnya tahta.
Muhammad ibnu Romli/sidogiri.net