Tujuan yang benar, hanya bisa tercapai melalui jalan yang benar pula. Mustahil kita menemukan kebenaran tanpa pelantara sedikit pun. Sebab kita tahu, hanyalah Allah Yang Maha Benar-Benar Benar. Begitupun utusan-Nya.
Nabi Muhammad sudah di-nash sebagai utusan terakhir. Pada abad ke-20 ini, tidak ada seorang pun yang menjadi nabi. Karena itu, butuh jalur yang berhubung pada 14 abad silam untuk muwajjahah langsung kepada nabi.
Mencari jalur itu memang sangat sulit. Tapi kata “sulit” bukan berarti “mustahil”. Pepatah mengatakan, “Ada kesempatan di balik kesempitan”. Kalimat itu menunjukkan bahwa, setiap ada kesulitan pasti ada alternatifnya. Satu-satunya alternatifnya adalah “pesantren salaf”.
Hanyalah pesantren salaf alternatif terakhirnya. Tidak ada lain! Sebab untuk menjangkau beberapa abad yang silam, harus melalui lembaga yang memang mempertahankan tradisi silam (salaf). Hal itu hanya ada di pesantren, bukan di sekolahan formal.
Kita—yang berstatus santri—sudah berada di zona aman. Tapi itu bukan jaminan keamanan. Sebab, yang namanya santri pasti akan boyong, alias pulang kerumahnya masing-masing. Pada fase itulah pemikiran kita mulai tercemar.
Saat itu, ribuan “pertigaan” membingungkan kepala kita. Beda jalur, beda juga akhirnya. Pada waktu itu, kita masih punya petunjuk, yaitu guru. Jika ada banyak orang yang memberi petunjuk, kita harus prioritaskan penunjuk jalan alternatif kita.
Hanya satu cara agar pemikiran tidak tersesat. Yaitu, fokus pada jalan alternatif yang kita tempuh. Ingat, mencari ilmu bukan sampai boyong. Melainkan, mulai terjun dari rahim ibunda, hingga terjun ke liang lahad.
Meskipun status kita alumni, kita tetaplah santri; yang berpegang teguh pada tali Ilahi; mengikuti jejak langkah sang nabi; tidak toleh kanan kiri; dan—yang terpenting—tetap sam’an wa tha’atan kepada murabbi (guru). Laulakal-murabby, ma ‘alimtu rabby, tanpa ada yang mengajari, takkan tahu pada Ilahi.
Kita harus menjaga arah. Semua pendapat guru harus kita prioritaskan. Jangan sampai bengkok di jalan yang lurus. Ingat, kita berada di jalan alternatif—yang harus konsentrasi mengikuti petunjuk jalan—bukan di jalan tol yang tinggal tancap.
Jika pada fase itu kita konsisten, maka bahagialah! Mengingat, cobaan sudah berakkhir. Tinggal satu langkah lagi kita akan menggapai visi prima kita, yaitu wushûl kepada Sang Pencipta. Jadilah santri sampai mati!
Muhammad ibnu Romli/sidogiri.net