Bagian Musyawarah wa Taklimul Kitab kembali menggelar Bahtsul Masail Wustha (BMW). BMW yang ke-69 ini berlangsung pada hari Sabtu sampai Ahad (19-20/7) dengan membahas persoalan-persoalan waqi’iyah atau kejadian di tengah masyarakat.
Pembukaan BMW berlangsung pada Sabtu malam di lantai dasar Gedung as-Suyuthi. Pada pembukaan malam itu, Sekretaris Umum Pondok Pesantren Sidogiri, Ust. H. A. Saifulloh Naji memberi sambutan atas nama Pengurus Harian. Dalam sambutannya, beliau berharap dengan adanya BMW ini dapat menjadi motivasi bagi para santri, khususnya santri junior, dalam bermusyawarah dan mengkaji kitab salaf.
Ust. H. A. Saifulloh Naji juga berharap BMW bisa menjadi forum yang dapat menjawab segala permasalahan yang ada di masyarakat. “Saya harap musyawarah ini dapat menjadi forum yang menjawab segala persoalan yang ada di masyarakat, tentunya berlandaskan manhaj salaf.”
Delegasi yang hadir pada BMW ke-69 tahun ini berasal dari 30 pesantren di Jawa dan Madura serta IASS Pasuruan. Para delegasi terbagi dalam dua komisi; komisi A bertempat di Gedung as-Suyuthi dan komisi B bertempat di Gedung an-Nawawi.

Selama tiga jalsah, para delegasi membahas 7 permasalahan pada tiap komisi. Visualisasi neraka buatan AI menjadi pembahasan menarik di komisi A. Para musyawirin saling beradu argumen untuk menetapkan hukum fenomena yang sedang hangat di tengah masyarakat saat ini. Mayoritas musyawirin berpendapat bahwa visualisasi neraka dan hal-hal gaib itu diperbolehkan, selagi sesuai dengan nash yang ada di al-Qur’an dan hadist. Perdebatan panjang ini berujung pada sebuah keputusan final bahwa visualisasi neraka menggunakan AI tidak diperbolehkan karena AI tidak dapat menjadi rujukan dalam ranah ilmiyah.
Sedangkan di komisi B, tema musyawarah menarik perhatian para santri karena menyangkut kejadian nyata yang terjadi baru-baru ini. Pernikahan sepasang artis yang menuai kontroversi sebab kakak dari mempelai perempuan yang mengakad tidak menyebut secara jelas identitas mempelai perempuan. Persoalan ini membuahkan jawaban tidak sah menurut ulama Syafi’iyah, tetapi menurut Hanafiyah akad seperti ini tetap dihukumi sah.
Penulis: Moh. Syauqillah
Editor: Fahmi Aqwa