- روينا في صحيح مسلم عن عبد الله بن عمرو بن العاص رضي الله عنهما انه سمع رسول الله يقول: من صلى علي صلاة صلى الله عليه عشرا.
Saya meriwayatkan di kitab Sahih Muslim dari Abdullah bin Umar bin Ash Radiyallahu Anhu, bahwa Umar bin Ash mendengar Rasulullah bersabda: “Seseorang yang membaca salawat kepada, maka Allah juga bersalawat (memberikan rahmat) padanya sebanyak sepuluh kali”.
- روينا في كتاب الترمذي عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه ان رسول الله قال: اولى الناس بي يوم القيامة اكثرهم علي صلاة. قال الترمذي: حديث حسن.
Saya meriwayatkan di dalam kitab at-Tirmidzi dari Abdullah bin Mas’ud Radiyallahu Anhu bahwa Rasulullah bersabda: “Paling utamanya manusia kelak bersamaku pada hari kiamat ialah yang paling banyak besalawat kepadaku”. Imam at-Tirmidzi mengatakan hadis ini Hasan.
- روينا في سنن ابي داود في اخر كتاب الحج في باب زيارة القبور بالاسناد الصحيح عن ابي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله: لا تجعلوا قبري عيدا, وصلوا علي, فان صلاتكم تبلغني حيث كنتم.
Saya meriwayatkan di dalam Sunan Abi Daud pada ahirnya Kitabul Hajji dalam bab Ziaratul Qabri, dengan sanad sahih dari Abi Hurairah Radiyallahu Anhu, bahwa Nabi bersabda: “Jangan kalian jadikan kuburanku layaknya hari raya, dan (tapi) bersalawatlah kepadaku, karena salawat kalian semua sampai kepadaku meski dimanapun kalian berada”.
- وروينا فيه ايضا باسناد صحيح عن ابي هريرة ايضا رسول الله قال: ما من احد يسلم عليَّ الا رد الله على روحي حتى ارد عليه السلا
Saya (juga) meriwayatkan hadis dalam Sunan Abi Daud dengan sanad sahih dari Abi Hurairah Radiyallahu Anhu, Nabi bersabda: “Tidak ada seorangpun yang ia mengucapkan salam kepadaku, kecuali akan disampaikan kepada ruhku sehingga saya ingin juga mengucapkan salam”.
- حدثنا ابو معمر حدثنا عبد الوارث حدثنا ايوب حدثنا عبدالله بن سعيد بن جبير عن ابيه عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: قدم النبي المدينة, فراى اليهودي تصوم يوم عاشوراء, فقال: ما هذا؟ قالوا: هذا يوم صالح, هذا يوم نجى الله بني اسرائيل من عدوهم فصامه موسى. قال: فانا احق بموسى منكم. فصامه وامر بصيامه.
Menyampaikan kepadaku Abu Ma’mar, menyampaikan kepadaku Abdul Warits, menyampaikan kepadaku Ayyub, menyampaikan kepadaku Abdullah bin Sa’id bin Jubair dari ayahnya dari Ibnu Abbas Radiyallahu Anhu berkata: ”Ketika nabi sampai di Madinah, beliau melihat orang Yahudi puasa pada hari Asyura’, Kemudian Nabi bertanya: Ada perayaan apa ini? Mereka menjawab, ini hari bagus, ini hari dimana Allah menyelamtkan Bani Israil dari musuhnya maka Nabi Musa. Lalu Nabi berkata: “Sesungguhnya saya lebih berhak kepada Musa daripada kalian. Kemudian Nabi berpuasa dan menyuruh sahabat untuk berpuasa”.
- حدثنا عبد الله حدثني ابي ثنا محمد بن جعفر ثنا سعيد عن قتادة عن غيلان ابن جرير عن عبدالله بن معبد الزمان عن ابي قتادة الانصاري ان اعربيا سال رسول الله عن صومه فذكر الحديث الا انه قال: صوم الاثنين, قال ذاك يوم ولدت فيه و انزل علي فيه.
Menyampaikan kepadaku Abdullah, menyampaikan kepadaku Abi, menyampaikan kepadaku Muhammad bin Jakfar, menyampaikan kepadaku Sa’id dari Qatadah dari Wailan ibnu Jarir dari Abdullah bin Makbad az-Zaman dari Abi Qatadah al-Anshari, bahwa orang pedalaman (A’rabi) bertanya kepada Rasulullah dari puasanya, kemudian nabi menuturkan beliau berkata: “Puasa hari Senin, hari dimana aku dilahirkan dan turunnya wahyu kepadaku”.
- وعن انس ان النبي صلى الله عليه عق عن نفسه بعد النبوة
“Dari Anas bahwa Nabi Muhammad SAW. Aqiqah terhadap dirinya sendiri setelah diangkat menjadi Nabi”
- امر جبريل عليه السلام النبي صلى الله عليه وسلم بصلاة ركعتين ببيت لحم ثم قال له: اتدري اين صليت؟ قال: لا, صليت ببيت لحم حيث ولد عيسى.
Malaikat Jibril Alaihi as-Salam memerintah Nabi Muhammad SAW. untuk salat dua rakaat di Baitu Lahm, lalu malaikat Jibril berkata kepada Nabi: “Apakah kamu tahu dimana kamu salat? Nabi menjawab: Tidak. (malaikat Jibril berkata:) kamu salat di Baitu lahm, tempat dimana Nabi Isa dilahirkan”.
- من حديث ابن مسعود الموقوف: الذي ذكره ابو نعيم عند ترجمته قال: ما رأه المسلمون حسنا فهو عند الله حسن, وما راه المسلمون قبيحا فهو عند الله قبيح.
Dari hadis Ibnu Mas’ud yang mauquf, yang mana disampaikan oleh Abu Nuaim menurut terjemahnya ia berkata: “Apa yang menurut mayoritas orang muslim itu baik maka menurut Allah itu baik, dan apa yang menurut Allah itu jelek maka menurut Allah itu jelek”.
Pendapat Para Ulama
Pendapat Ulama Mengenai Perayaan Maulid Nabi SAW:
- Ibnu Taimiyah: “Mengagungkan hari kelahiran Nabi r dan menjadikannya rutinitas tahunan telah dilakukan sebagian orang. Dan dalam perayaan tersebut terdapat pahala yang agung, karena tujuan mereka dan mengagungkan Rasulullah r.”[1]
- Ibnu Hajar al-Haitami: “Kesimpulannya, bid’ah hasanah telah disepakati kesunahannya. Adapun perayaan maulid dan berkumpulnya orang-orang dalam acara tersebut juga demikian (bid’ah hasanah).”
- Imam Abu Syamah yang tak lain adalah guru Imam Nawawi berkata: “Di antara paling bagusnya perkara baru di zaman kita adalah apa yang telah dilakukan di setiap tahun bertepatan dengan hari kelahiran Nabi Muhammad r berupa memberi sedekah dan berbuat kebaikan, serta menampakkan perhiasan dan kebahagiaan. Karena hal itu, di samping terdapat perbuatan baik kepada fakir miskin, juga menampakkan kecintaan kepada Nabi r dan mengagungkannya di hati orang yang merayakannya. Juga merupakan wujud syukur kepada Allah I atas anugrahnya berupa diciptakannya Nabi Muhammad r sebagai rahmat bagi seluruh alam.”
- Imam as-Sakhawi (831-902 H): “Maulid Nabi r tidak pernah dilakukan oleh generasi salaf pada kurun ketiga, akan tetapi setelah itu. Kemudian orang Islam di berbagai wilayah dan kota-kota, merayakan maulid Nabi r dan bersedekah di malam-malam perayaan tersebut dengan aneka ragam sedekah, mereka juga memperhatikan pembacaan maulid Nabi r yang agung. Dan tampaklah pada mereka beberapa barakah perayaan tesebut dengan keutamaan yang sempurna.”[2]
- Imam Ibnu al-Jauzi: “Di antara keistimewaan merayakan maulid Nabi r adalah ketentraman pada tahun tersebut (dirayakanny maulid), serta kebahagian duniawi dengan memperoleh sesuatu yang diinginkan.”[3]
- Imam as-Shuyuthi: “Perayaan maulid Nabi r merupakan bid’ah hasanah yang pelakunya mendepatkan pahala. Karena dalam perayaan tersebut adalah mengagungkan derajat Nabi r serta menampakkan kebahagiaan dan kegembiraan dengan kelahiran-Nya yang mulia.”[4]
As-Suyuthi juga berkata: “Disunahkan bagi kita menampakkan rasa syukur atas lahirnya Nabi r dan berkumpul seraya membagi-bagikan makanan dan sesamanya dari aneka ragam ibadah yang lain.”[5]
Beliau juga berpendapat: “Tidak ada suatu rumah atau masjid yang didalamnya dibacakan maulid Nabi r melainkan para malaikat mengelilingi penghuni tempat tersebut dan Allah I melimpahkannya dengan rahmat dan keridhaan.”[6]
- Imam Ibnu al-Hajj: “Kami suka menambah ibadah dan perbuatan baik pada hari senin bertepatan dengan dua belas bulan Rabiul Awal sebagai rasa syukur kepada Allah I atas apa yang telah dianugerahkan kepada kami beberapa nikmat agung. Dan paling agungnya nikmat tersebut adalah lahirnya al-Mustafa r.”[7]
- Syekh Ahmad Zaini Dahlan: “Termasuk bentuk pengagungan kepada Nabi Muhammad r adalah merasa gembira pada malam kelahiran beliau dan membaca maulid.”[8]
- Al-Hafidz al-‘Iraqi: “Sesunggunya menjadikan perayaan dan membagi-bagikan makanan itu disunahkan di setiap waktu. Lalu bagaiman jika kedua hal tersebut dikumpulkan dengan rasa senang dan gembira sebab lahirnya Nabi r pada bulan mulya tersebut. Tak semua perkara bid’ah lantas dihukumi makruh. Betapa banyak perkara bi’dah itu berhukum sunah dan bahkan berhukum wajib”[9]
- Syaikhul Islam Ibnu Hajar al-‘Asqalani: “Pada dasarnya perayaan maulid itu bid’ah, tidak ditukil dari generasi salah sejak kurun ketiga. Akan tetapi, disamping hal itu bid’ah, juga mencakup terhadap kebaikan dan sebaliknya. Barangsiapa dari perayaan tersebut mencari kebaikan dan menjauhi sebaliknya, maka perayaan tersebut menjadi bid’ah hasanah dan jika yang dicari sebaliknya maka tidak demikian (bid’ah hasanah). Dan telah kutemukan hadis dari sumber yang benar dalam kitab sahih Bukhari dan Muslim bahwa ketika Nabi r tiba di madinah, beliau menemukan orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura’. Lalu beliau bertanya kepada mereka (mengenahi hal itu), mereka menjawab; ‘pada hari tersebut Allah I telah menenggelamkan Firaun dan menyelamatkan Nabi Musa u, lalu kami berpuasa sebagai wujud rasa syukur kepada Allah I’. Hadis tersebut memberi penjelasan mengenahi rasa syukur kepada Allah I di hari-hari tertentu atas anugerahnya berupa datangnya nikmat dan tertolaknya bahaya. Hal demikian menjadi kebiasaan pada hari yang serupa di setiap tahunnya. Adapun rasa syukur kepada Allah I dapat diekspresikan dengan berbagai macam ibadah seperti sujud, puasa, sedekah dan membaca al-Qur’an. Dan adakah nikmat yang lebih agung daripada nikmat lahirnya Nabi Rahmat r pada hari itu?……..”[10]
- Imam Ibnu ‘Abidin: “Ketahuilah! Bahwa di antara bid’ah mahmudah adalah merayakan maulid Nabi r tepat pada bulan dilahirkannya beliau.”
Ibnu ‘Abidin juga berkata: “Berkumpul untuk mendengarkan kisah shahibul mukjizat r. Termasuk dari paling agungnya ibadah karena di dalamnya terdapat beberapa mukjizat dan banyak shalawat.”
- Syekh Hasanain Muhammad Makhluf, guru besar uneversitas al-Azhar: “Sesungguhnya menghidupkan malam kelahiran yang mulia, dan malam-malam pada bulan bersinarnya (lahirnya) nur Muhammad r adalah senantiasa untuk mengingat Allah I dan sebagai rasa syukur atas nikmatnya berupa munculnya paling baiknya makhluq di alam wujud ini. Demikian itu tidak dilakukan kecuali dengan penuh adab dan khusyuk serta jauh dari hal-hal yang diharamkan, bid’ah dan kemungkaran-kemungkaran yang lain. Adapun diantara wujud syukur atas rasa cinta kepada Nabi r, adalah memberi kepada orang-orang yang membutuhkan dengan sesuatu yang dapat meringankan kesulitan. Pekerjaan tersebut meskipun tidak dilakukan oleh Nabi Muhammad r, dan generasi salaf setelahnya, akan tetapi tidak dilarang dan bahkan sunnah hasanah.”[11]
- Syekh Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi: “…..untuk memulyakan hari kelahiran Nabi r yang mulia. Maka wajib bagi kita menampakkan wujud rasa gembira dan senang dengan peringatan yang dapat menancapkan rasa cinta di hati kita di setiap tahun. Demikian itu dilakukan dengan perayaan di waktunya….”[12]
- Syekh al-Mubassyir ath-Tharazi : “Sesungguhnya perayaan mauled Nabi r telah menjadi wajib secara asasi guna sebagai tandingan dari perayaan-perayaan yang berbahaya saat ini.”[13]
Refrensi:
[1] As-Sirah al-Halabiyah, juz. 1, hal. 83-84. Disebutkan oleh Ibnu Taimiyah dalam kitab Iqtidha’ Shirath al-Mustaqim.
[2] Ibid
[3] Ibid
[4] Al-Hawi lil Fatawi, juz. 1, hal. 292
[5] Ibid, juz. 1, hal. 196
[6] Al-Wasa’il fi Syarhi al-Wasa’il
[7] Al-Madkhal, juz. 1, hal. 361
[8] Ad-Durar as-Saniyah, hal. 190
[9] Syarhul-Mawahib li az-Zarqani.
[10] Al-Fatawa al-Kubra, juz. 1, hal. 196
[11] Fatawa Syar’iyah, juz. 1, hal. 131
[12] ‘Ala Fa’idatil Fikri al-Islami, hal. 295
[13] Syaikhul-Islam as-Sabiq fi Turkistan
[…] Baca juga: Hadis-hadis Tentang Perayaan Maulid […]
[…] Baca juga: Hadis-hadis Tentang Perayaan Maulid […]
[…] Hadis di atas, menunjukkan bahwa Rasulullah tidak sedikitpun melarang sahabat wanita tersebut untuk mengekspresikan kecintaannya pada Baginda Nabi dengan menabuh rebana, bahkan Rasulullah memerintahkannya. Seandainya memainkan rebana hukumnya haram, pasti Rasulullah melarang wanita itu untuk medendangkan rebananya sebagai ungkapan cinta. […]
Terimakasih,sangat bermanfaat bagi kami yang memerlukan dalil-dalil tentang Maulid
There are some attention-grabbing time limits in this article but I dont know if I see all of them middle to heart. There is some validity however I’ll take hold opinion till I look into it further. Good article , thanks and we would like extra! Added to FeedBurner as nicely