Feature

Libur Maulid: Katib Majelis Keluarga Tekankan Arif Bermedsos

BERDESAK: Ribuan Santri Menuju Bus yang Siapnya Membwanya ke Rumah Masing-masing

Sekitar jam 08:30 Wis, pada malam Senin (27/11), seluruh santri Pondok Pesantren Sidogiri dengan khidmat menyimak tausiyah Katib Majelis Keluarga, Mas d. Nawawy Sadoellah, yang disampaikan langsung oleh beliau dari Kantor Sekretariat melalui pengeras suara yang dihubungkan ke daerah pemukiman santri.

“Ananda santri sekalian yang berbahagia. Besok pagi kalian akan meninggalkan Sidogiri, tidak hanya dengan menjinjing tas dan koper di punggung kalian, tapi juga menjinjing status Putra Sidogiri ke rumah kalian. Kalian adalah anak ideologis Sidogiri, putra-putra ideologis Kiai Nawawi bin Abd. Djalil dan terus ke atas, segenap masyayikh Sidogiri. Armada yang akan membawa kalian, tidak hanya membawa rombongan manusia, tapi juga membawa pernak pernik nama Sidogiri ke seluruh pelosok negeri ini,” kata Mas d. Nawawy memulai tausiyahnya.

Tiga hal pokok yang disampaikan beliau terkait dengan momen pulangan santri Pondok Pesantren Sidogiri. Pertama, beliau berpesan kepada seluruh santri agar senantiasa menjaga akhlaq, karena  selama tujuh hari kedepan, masyarakat akan menilai Sidogiri dalam bentuk perilaku, tutur kata, tata krama dan penampilan para santri.

“Oleh karena itu, berpikirlah seribu kali sebelum kalian melakukan atau mengucapkan sesuatu: apakah hal itu pantas untuk seseorang yang sedang mejinjing nama Sidogiri. Jangan sampai kepulangan kalian justru menjadi malapetaka bagi nama baik Pondok Pesantren Sidogiri. Ingatlah hal itu selalu dalam setiap detik waktu kalian di rumah,” unkap beliau penuh harap.

Kedua, beliau bercerita tentang larangan menonton bioskop yang selalu tertera dalam surat izin pulang, tempo dulu. Yang waktu itu, menonton bioskop merupakan suatu yang sangat buruk. Untuk saat ini, kata beliau, menonton bioskop mungkin sudah tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan tontonan mutakhir seperti televisi, handphone dan internet yang tersaji dalam setiap waktu di rumah kita, atau bahkan selalu menyertai kita, ke manapun kita pergi.

“Tentu saja, bukan langkah bijak, jika misalnya selama liburan nanti, santri dilarang mengoperasikan handphone dan bermedia sosial seperti halnya ketika mereka masih berada di Pesantren. Kita menyadari bahwa perangkat-perangkat tersebut sudah membanjiri setiap rumah, sehingga mustahil dihindarkan dari santri yang sedang berlibur. Maka, satu-satunya pilihan adalah menyiapkan santri agar dapat menggunakan perangkat-perangkat tersebut secara arif, bijak dan terukur,” lanjut beliau.

Kemudian beliau menyampaikan dua hal yang pokok yang harus diperhatikan santri dalam menggunakan perangkat-perangkat mutakhir tersebut. Yakni tidak menggunakannya untuk hal-hal yang melanggar syariat, serta tidak menggunakannnya secara berlebihan jangan berlebihan, menurut beliau segala sesuatu yang berlebihan akan berakibat buruk.

Ketiga, kepulangan santri dari Pondok Pesantren Sidogiri, harus bisa menjadi penggerak salat jamaah di daerah masing-masing, terutama jamaah salat subuh. sebagaimana himbauan Hadratussyekh Kiai Nawawi bin Abdul Jalil terhadap santri dan alumni beberapa bulan lalu. Beliau juga mengatakan bahwa jika salat jamaah di tempat itu hidup, maka hidup pula syiar yang paling penting dalam agama. Jika salat jamaahnya baik, maka hal itu merupakan pertanda besar bahwa orangnya baik, hidupnya menjadi tenteram dan teduh.

“Oleh karena itu, merupakan suatu yang fardu ain bagi santri untuk menjadi contoh yang baik bagi masyarakat dalam hal ketekunannya melakukan salat jamaah. Jika misalnya hanya ada satu tanda mengenai apakah sebuah desa termasuk qaryah thayyibah atau bukan, maka tanda itu adalah hidupnya salat berjamaah di desa tersebut,” beliau melanjutkan.

Keempat, santri harus bisa memanfaatkan libur maulid sebaik mungkin. Jangan hanya menghabiskannya dengan keluyuran ke sana ke mari seperti gelandangan. Santri harus menemani kedua orang tua, adik, kakak, dan juga keluarga yang lain. Karena  kemungkinan besar, mereka sudah lama menunggu waktu dan kesempatan untuk bisa bersua bersama.

“Bantulah kesibukan orang tua kalian di rumah. Jangan berlagak jadi majikan bagi orang tua kalian sendiri, sebab hal itu merupakan keburukan terbesar yang terjadi secara massif di akhir zaman. Jadilah anak-anak yang senantiasa meringankan beban orang tua, dalam kehidupan dunia, lebih-lebih dalam kehidupan akhirat nanti,”

Kemudia beliau mengingatkan bagaimana seharusnya sikap seorang santri.

“Ingatlah, sikap santri saat berada di bawah, dia memilih untuk menjadi tempat berpijak. Saat berada di atas, dia memilih untuk menjadi tempat berteduh. Saat berada di samping, dia memilih untuk menjadi tempat bersandar,” punkasnya.

====
Penulis: Ach. Mustaghfiri Soffan
Editor  : N. Shalihin Damiri

Shares:
Show Comments (0)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *