Istilah ‘Kesetaraan Gender’ sering digaungkan oleh para aktivis sosial maupun politisi. Dampaknya, kegaduhan kaum perempuan akan ‘Kesetaraan Gender’ semakin meningkat seraya terus-menerus disuarakan untuk menuntut hak yang sama dengan laki-laki. Menyikapi hal tersebut Unit Kegiatan Pengembangan Intelektual [UKPI] melalui Organisasi Murid Intra Madrasah [OMIM] melaksanakan Seminar Ilmiah dengan mengangkat tema “Potret kesetaraan ‘Gender’ dalam perspektif al-Quran” Kamis (06/02) di gedung Corporation Laz-Sidogiri, mengundang Dr. KH. Abdullah Syamsul Arifin, MH. I. Ketua PCNU.
Menurutnya, Dalam pembahasan mengenai ‘Kesetaraan Gender’ dalam perspektif Al-Qur’an maka kajiannya menggunakan tafsir ‘Maudu’i’. Dalam tafsir ‘Maudu’i‘ ada dua metodologi kajian yang harus diketahui yakni; kajian luar dan dalam. Kajian luar itu suatu yang tidak disebutkan dalam al-Quran.
“Kalau kita mau membahas tentang kata al-Insan berati itu tema dalam, karena kata al-Insan klasifikasinya ada dalam al-Quran. Bedahalnya jika kita mau membahas kata demokrasi berarti tema luar, karena dalam al-Quran tidak ada kata demokrasi. Sama dengan ‘Gender’. Jadi, metodologi harus menggunakan Tafsir Maudu’i,” kata KH. Syamsul Arifin, mengawali pembahasan.
Berarti yang harus kita lakukan adalah mencari kata yang berbanding lurus atau dekat maknanya dengan kata ‘gender’ walaupun kata ‘gender’ sendiri tidak ada dalam al-Quran. Jadi untuk menafsirkan kata Gender harus merujuk makna dari apa yang kita baca dalam kajian tafsirnya.
“Jadi jangan sering-sering bilang suatu permasalahan bertentangan dengan al-Quran. Takutnya, yang kita paham bertentangan dengan al-Quran, karena belum tentu al-Quran bicara seperti apa yang kita pahami,” lanjut Kiai yang akrab disapa Gus Aab.
Tentang ‘gender’ sendiri jika kita mau meninjau dari katanya adalah bahasa Inggris yang jika diartikan menjadi perbedaan yang tampak dari seorang laki-laki dan perempuan dilihat dari nilai dan tingkah laku itu disebut dalam ‘New name’, jika dilihat dari sudut konstruksi sosialnya bukan pada fitrahnya. Menurut Women’s Studies Encyclopedia ‘gender’ diartikan sebagai suatu konsep kultural yang dipakai untuk membedakan peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Atau juga berarti suatu yang dibentuk oleh budaya yang ditentukan oleh masyarakat.
“Mereka memahami ‘gender’ tidak bicara tentang apa itu ‘gender’ dari sisi fitrahnya, tapi bicara dari kodratnya. Jadi, pemahaman lebih condong pada sisi perannya,” ujar beliau di depan Murid Aliyah dan dewan Asatidz.
“Sehingga opini yang terbentuk dalam masyarakat adalah wanita lemah, laki-laki kuat. Perempuan disumur, di dapur dan dikasur. Disini letak kesalahannya, yang setarakan itu dalam hal apa,” lanjut Pengasuh PP. Darul Arifin.
Bahwa pria dan wanita adalah setara, hanya saja yang perlu dipahami adalah setara itu tidak mesti sama. Perlu adanya peninjauan setara dalam perspektif apa. Dalam al-Qur’an surat al-Hujarat ayat 13 disebut:
ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ…(الايه)
Dalam ayat ini sebagai premis, kalau agama itu semangatnya menganut asas legaliter (kesamaan), ini yang disebut ‘ecuality’. Nanti dari hal tersebut akan timbul hak-hak khusus yang dimiliki perempuan dan tidak dimiliki sebaliknya. Seperti hak beribadah, hak menuntut ilmu, hak berjihad. Semua akan menjadi Khalifah, manusia yang memakmurkan di muka bumi menjadi wakil Tuhan di bumi.
Kerena, posisi manusia ada dua, sebagai hamba dan khalifah Allah Swt. Ketika Allah Swt berbicara tentang khalifah yang disebutkan dalam surat ‘Al-Baqarah’ ayat 30, bahwa itu menunjukkan hal ‘legaliter’, baik laki-laki maupun perempuan.
“Jadi ketika ada orang menuntut kesetaraan, maka yang dimaksud adalah kesetaraan ‘sexsuality’. Setara tidak sama. Karena al-Qur’an sendiri yang menolak kesamaan itu sama.”Walaisa ad-Dakari kal-Unsa” (laki-laki tidak sama dengan perempuan.),” tegasnya.
Maknanya kalau konteks ‘Kesetaraan Gender’ diartikan menuntut kesamaan salah. Yang benar ‘kesetaraan Gender’ dimaknai keseimbangan dalam memenuhi hak dan kewajiban.
Acara dilanjutkan dengan pemahaman sepertur konsep penurunan al-Qur’an sebagai Wahyu dan cara bagaimana konsep memadukan al-Qur’an dengan hal-hal atau kasus yang terjadi saat ini.
=====
Penulis: M. Afifur Rohman
Editor: N. Shalihin Damiri