Pengurus Taklimiyah wa Tahfizh al-Quran (TTQ), salah satu instansi yang khusus menangani kegiatan makhadiyah di Pondok Pesantren Sidogiri, mengadakan kursus wakaf untuk semua santri PPS di gedung An-Nawawi dan Ar-Rafi’i Jumat (14/03). Yang menjadi pemateri adalah KH. Muhib Aman Ali, pakar hukum fikih asal Besuk Pasuruan. Peserta kursus wakaf ini tidak dipungut biaya, karena kursus ini dimaksudkan agar santri bisa mengetahui lebih rinci permasalahan wakaf, baik berkaitan dengan masjid, madrasah, maupun pondok pesantren.
Dalam kursus ini Gus Muhib (sapaan akrab KH Muhib Aman Ali) banyak menjelaskan tentang wakaf yang berkaitan dengan masjid, pondok pesantren, dan madrasah.
“Apabila seseorang berkata,’aku wakafkan tempat ini untuk shalat’, maka kalimat ini jelas menunjukkan maksud wakaf untuk shalat dan mengisyaratkan arti masjid,” kata beliau di tengah-tengah 500-an santri Tsanawiyah dan Aliyah ini di gedung An-Nawawi dan Ar-Rafi’i. Beliau melanjutkan, “Sehingga apabila kalimat ‘tempat shalat’ dimaksudkan sebagai masjid, maka menjadi hukum masjid, yakni sah untuk dibuat ibadah i’tikaf, haram bagi yang berhadas besar berdiam di dalamnya, dan sunah shalat tahiyatul-masjid bagi yang memasukinya,” imbuh kiai yang menjadi staf pengajar di Madrasah Miftahul Ulum Aliyah ini.
Kemudian Gus Muhib menerangkan fungsi dan etika dalam mendistribusikan dan memanfaatkan harta atau benda wakaf.
“Harta yang dimiliki masjid harus disalurkan sesuai keperuntukkannya. Hal ini dibagi menjadi dua. Pertama, imârah. Yaitu, segala kebutuhan masjid yang berkaitan dengan fisik masjid, seperti pembangunan pagar, cat, dll. Kedua, mashâlih. Yaitu, segala kebutuhan yang berkaitan dengan kepentingan masjid, baik keperluan fisik masjid, dan lain-lain. Bagian ini sifatnya lebih umum dari bagian yang pertama,” terangnya. (SEF)