Tersebutlah di Negara Mendangkawulan, seorang raja dalam Keraton Willing Wesi, yang bernama Sanghiang Tunggal yang memiliki putri sangat cantik jeita. Pada suatu hari, putri Sang Raja hamil, tanpa diketahui ayah dari anak yang dikandungnya. Spontan, Sanghiang Tunggal murka dan meminta penjelasan pasti. Tapi, sang putri malah menjawab dengan aneh, “Saya bermimpi melihat rembulan masuk ke dalam tubuh melalui mulut, kemudian masuk keperut. Setelah itu, tidak keluar lagi!”
Karena Sanghiang Tunggal merasa dipermainkan, ia menyuruh patih untuk segera membunuh putrinya, dan tidak diperkenankan kembali ke istana, sebelum membawa kepala sang putri. Tapi karena perasaan iba, patih hanya menyuruh sang putri untuk merantau ke Gunung Geger. Demi sang putri, patih tidak kembali lagi ke istana.
***
Di Gunung Geger, putri sendrian, tanpa ada yang menemani. Selang beberapa lama, saat perutnya tersa sakit, datanglah seorang pria gagah mendekati sang putri. Pria itu bernama Kijahi Poleng. Pria itulah yang merawat sang putri, serta membantu prosesi kelahiran bayi yang dikandungnya. Kemudian lahirlah bayi yang diberi nama Raden Segoro.
Raden Segoro sering bermain ditepi laut, hingga pada suatu saat, datanglah dua naga besar yang menakutkan. Raden Segoro pun melarikan diri, dan memberitahu kajadian itu pada Kijahi Poleng. Tapi anehnya, oleh Kijahi Poleng disuruh membanting keduanya.
Atas perintah Kijahi Poleng, Pangeran Segoro mentaatinya. Ajaib, kedua naga itu menjadi keris yang sangat masyhur di Bangkalan, yakni Kijahi Nenggolo dan Kijahi Aluquro.
***
Selang tujuh tahun dari kelahiran Pangeran Segoro, Negara Mendangkawulan mendapat serangan besar-besaran dari Cina. Prajurit Keraton Willing Wesi banyak gugur. Dan hampir Saja Raja Sanghiang Tunggal menyerah. Hingga ia bermimpi ada seorang tua renta mendekati dirinya, seraya berkata, “Jika engkau ingin mempertahankan kerajaanmu, panggillah Pangeran Segoro di kepulauan Madu Oro (Lemah Dhuro).”
Tanpa pikir panjang, Raja Sanghiang Tunggal menyuruh prajurit untuk memanggil Pangeran Segoro. Setelah prajurit menemukan Pangeran Segoro, segeralah ia menyampaikan maksud utamanya. Karena mendesak, Pangeran Segoro segera minta izin pada ibunda, yang tak lain adalah putri dari kerajaan Willing Wesi sendiri. Meski memendam perasaan dendam, sang putri tetap mengizinkan Pangeran Segoro, demi kesejahteraan kerajaan ayahanndanya.
***
Setelah mendapat restu dari ibunda, Pangeran Segoro berangkat bersama prajurit, yang diawasi oleh Kijahi Poleng dengan membawa pusaka Kijahi Nenggolo. Anehnya, tak satupun prajurit dapat melihat Kijahi Poleng, selain Pangeran Segoro.
Setelah sampai di Negara Mendangkawulan, Kijahi Poleng mengarahkan pusaka Kijahi Nenggolo ke perkemahan pasukan Cina. Spontan, semua pasukan Cina terserang penyakit parah. Sehingga semuanya angkat kaki dari Negara Mendangkawulan.
Akhirnya, karena kemenangan keraton Willing Wesi, Raja Sanghiang Tunggal mengadakan pesta besar-besaran, dan meganugerahkan gelar Tumenggung Gemet (lawannya pasti kalah) kepada Pangeran Segoro, yang tak lain adalah cucunya sendiri.
*Disadur dari Ensiklopedi Asal Usul (910.3/kha/e/C.01)
Muhammad ibnu Romli/sidogiri.net