Artikel

Memaknai Liburan

Saat iktikaf, aku dikagetkan seseorang yang langsung menyelinap dipinggirku. Setelah diselidiki raut mukanya, ternyata dia adalah santri yang baruku kenal. Dia bercerita mulai dari “A” sampai “Z” dengan runtut, sebagaimana lazimnya orang baru kenal, tanpa mempedulikan bahwa yang kita duduki adalah: masjid. “Ah, seekor “setan” datang lagi!” Desahku dalam pojok hati yang paling sunyi. Hingga akhirnya dia menanyakan sesuatu yang “aneh”. Ya, “aneh” karena tentang dirinya ditanyakan kepadaku.

“Kamu tahu fan kesukaanku?”

Demi menghemat waktu, aku hanya menggelengkan kepala.

“Ya, tentu riyâdhah (baca: olahraga)”

“Kalau aku tidak!”

“Lantas, apa fan kesukaanmu?”

Setelah 15 detik menghirup oksigen, segera ku sebutkan.

“Liburan!”

Awalnnya, aku hanya bercanda. Tapi saat ku pikir berkali-kali, perkataan itu ada benarnya. Liburan pesantren berbeda dengan liburan lembaga formal. Dalam lembaga formal, liburan sekadar me-refresh otak. Sebaliknya “pulangan”. Liburan yang satu ini bukan malah membiarkan bersenang-senang, akan tetapi malah menuntut untuk mengaplikasikan semua ilmu yang diperoleh. Untuk itu, aku kategorikan liburan sebagai salah-satu pelajaran di pesantren.

Di dalam liburan, banyak point penting yang terlupakan oleh mayoritas santri. Karena itulah kita merasa bebas. Seandainya kita sadar bahwa pulangan adalah ujian, niscaya akan kita persiapkan jauh-jauh hari, layaknya ujian sekolah.

Ya, sebelum ujian, kita belajar sekuat tenaga, agar lancar mengisi kertas soalan. Tapi adakah santri sebelum pulang sekuat tenaga mencari guru, pengurus, dan teman untuk meminta maaf?

Kurang beberapa bulan menjelang ujian, kita mencoret kalimat yang penting-penting, agar mudah dipelajari. Tapi, apakah kita juga mencatat baik-baik pesan guru yang perlu dikerjakan ketika pulangan?

Mungkin tidak. Karena kebanyakan para santri, mengagap liburan sebagai pelepas letih. Sehingga tak ada yang perlu dipersiapkan. Dari itulah muncul perbuatan-perbuatan onar saat pulangan.

Untuk itu, marilah kita sadari bersama, bahwa liburan adalah tugas yang penting. Tugas menjaga nama baik pesantren; mengalirkan ilmu kepada masyarakat; mengamalkan ilmu yang telah didapat. Tunjukkan kita kepada masyarakat, bahwa kita yang dulu, bukanlah yang sekarang!

Shares:
Show Comments (2)

2 Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *