ArtikelKajian Hadis

Budaya Pansos dalam Bermedsos

Zaman modern telah memanjakan kita dengan aneka ragam akses pengetahuan, komunikasi, bisnis, hiburan dan dakwah. Semua itu terasa semakin mudah dan praktis. Kehidupan yang serba instan ini tentu memiliki dampak buruk dan baik bagi setiap kalangan, tergantung siapa dan untuk apa dia mempergunakan kecanggihan teknologi zaman sekarang.

Hanya saja, tampaknya dunia dakwah telah menemukan angin segar dengan kedatangan media sosial. Hampir bahkan semua kalangan masyarakat Gen-Z mempunyai akun medsos. Tangan-tangan mereka sibuk bergerilya memainkan smarthphone. Di sini lainnya, urgensi medsos sebagai dunia baru bagi kita semakin tampak nyata manfaatnya. Jarak antara kita dengan keluarga, teman, saudara dan orang yang kita cintai, sejauh apa pun itu akan terasa dekat. Oleh seba itu, tidak heran jika banyak para dai-dai mulai banyak bermunculan di dunia medsos, seperti Instagram, TikTok, YouTube dan lain-lainnya. Mereka isi konten-konten kreatif bernuansa islami untuk mewarnai dan mengimbangi konten-konten yang banyak berseliweran di jagat maya.

Sementara itu, tidak jarang dari mereka yang malah ikut arus tren. Ketika jumlah follower dan viewer sudah mencapai angka ribuan bahkan jutaan, seringkali mereka melupakan niat mulianya. Fenomena seperti ini tentu sangat lumrah, melihat memang sifat dasar manusia yang suka dipuji dan dijunjung tinggi. Sehingga pujian dan junjungan sekecil kerikil pun dapat melalaikannya dari apa pun.
Tentu saja dalam hal ini, kita tidak boleh diam. Kita harus hati-hati dengan perasaan ini sendiri, agar jangan sampai terbujuk dengan rayuan setan. Rasulullah sangat mewanti-wanti kepada umatnya agar berhati-hati dalam melakukan amal kebaikan. Termasuk amal kebaikan yang dimaksud adalah bermedsos dalam rangka dakwah. Ketika kita bermedsos, sebisa mungkin untuk tidak terlena dengan like atau komentar negatif orang yang tidak setuju dengan konten yang kita garap. Jika suatu saat terlanjur terlena seperti demikian, segeralah menyadari bahwa semua karya yang kita garap hari ini merupakan anugerah Allah semata. Bisa dikatakan orang yang tidak riya dalam bermedsos adalah orang yang fokus menaikkan kualitas konten, baik secara visual dan isinya, agar banyak disukai oleh banyak orang. Dengan target dakwah yang semakin luas dan mengena kepada semua kalangan.

Berkaitan dengan pansos dalam bermedia sosial, disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: مَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللهُ بِهِ، وَمَنْ يُرَائِيْ يُرَائِيْ اللهُ بِهِ

“Barang siapa yang memperdengarkan amalnya (dengan tujuan riya), maka Allah akan memperdengarkan (aibnya pada hari kiamat), dan barang siapa
beramal karena riya (ingin dilihat orang lain), maka Allah akan memperlihatkan (aibnya pada hari kiamat).” (HR. Muslim)

Al-Imam al-Khattabi dalam Syarh A’lamul-Hadis, beliau mengatakan bahwa orang yang beramal tidak didasari ikhlas; riya dan pansos) maka dia akan diberi balasan berupa dipermaluka dan dibuka aibnya oleh Allah. Sehingga orang-orang akan mengetahui keburukan yang selama ini dia sembunyikan dan rahasiakan.
Dalam kitab ad-Durar as-Saniyah dijelaskan bahwa riya adalah meninggalkan ikhlas dalam ucapan dan perbuatan. Artinya, ia melakukan hal tersebut murni bukan Allah, melainkan hal lain yang bersifat pribadi.

Sebenarnya, ada sedikit perbedaan antara sum’ah (pansos) dan riya (pamer). Sum’ah (mencari popularitas) dan riya (pamer) memiliki kesamaan. Namun perbedaannya adalah bahwa sum’ah berkaitan dengan indra pendengaran, sementara riya berkaitan dengan indra penglihatan. Balasan yang disebutkan di sini, ditujukan kepada orang yang mencari popularitas atau pamer sesuai dengan jenis perbuatannya. Allah akan menampakkan isi hatinya dan keburukan niatnya di hadapan manusia, baik di dunia atau di akhirat. Lebih ringkasnya, kelak Allah akan membeberkan amalnya di dunia dan memperkenalkannya kepada orang-orang, lalu Allah akan menghukumnya.

كتاب اعلام الحديث شرح صحيح بخاري جزء ٢٣ صحيفة ٢٢٥٧
قال أبو عبد الله: حدثنا مسدد قال: حدثنا يحيى، عن سفيان قال: حدثني سلمة بن كهيل ح وحدثنا أبو نعيم قال: حدثنا سفيان، عن سلمة قال: سمعت جندبا يقول: قال النبي صلى الله عليه وسلم: من سمع سمع الله به ومن يرائى يرائى الله به.
يقول: من عمل عملا على غير إخلاص، وإنما يريد أن يراه الناس ويسمعوه جوزى على ذلك بأن يشهره الله ويفضحه فيشيدوا عليه ما كان يبطنه ويسره من ذلك.

مصدر الشرح: الدرر السنية
إنَّ السُّمْعَةَ والرِّيَاءَ مُتَشَابِهَانِ، وَالفَرْقُ بَيْنهُمَا أنَّ السُّمْعَةَ تَتَعَلََّقُ بِحَاسَّةِ السَّمْعِ، والرِّياءُ يتعلَّقُ بحاسَّةِ البَصَرِ، وهذا الجزاءُ المذكورُ هنا لِمَن سَمَّع أو رَاءَى مِن جِنْس عَملِه، حيثُ يُظهِرُ اللهُ سَرِيرَته وفَسادَ نيِّتَه أمامَ النَّاسِ في الدُّنيا أو في الآخِرَة، وربما يكونُ المرادُ أنَّ اللهَ يُشَهِّر عملَه في الدُّنيا ويُعرِّفه للنَّاس ثُم يُؤاخِذُه عليه في الآخِرة، كما قال تعالى: {مَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الْآخِرَةِ نَزِدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ وَمَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ نَصِيبٍ} [الشورى: 20].
وفي الحَديثِ: التَّحذِيرُ مِن طلَبِ الرِّياءِ والسُّمْعَةِ في الأعمالِ، وأنَّ على الإنسانِ إخْلاصَ النِّيَّةِ للهِ وحْدَه.

Shares:
Show Comments (0)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *