UnggulanWawancara

Santri Harus Selalu Siap Jiwa dan Raganya

Bangsa yang hebat ialah bangsa yang tidak melupakan para pahlawan yang telah memperjuangkan kemerdekaannya. Seperti yang sudah diketahui bahwa kemerdekaan Indonesia memang tidak lepas dari peran santri. Maka dari itu, setiap tanggal 22 Oktober diperingati Hari Santri Nasional (HSN) sejak diresmikan oleh Presiden Joko Widodo. Pada tahun ini, HSN mengusung tema “Santri Siaga Jiwa Raga”. Mari ikuti wawancara eksklusif Muhammad Noval dan Fahmi Aqwa dari Sidogiri.Net kepada K.H. Abdullah Syaukat Siradj, Anggota Majelis Keluarga Sidogiri, di kediamannya.

Pandangan Jenengan tentang Hari Santri?

Dulu, peringatan Hari Santri itu yang minta salah satu pesantren di Malang Selatan. Boleh memperingati Hari Santri, asalkan diisi dengan hal baik seperti mendidik agar para santri tahu bagaimana menjadi santri yang sebenarnya, yang berpegang teguh pada al-Quran dan hadis.

Pendapat Jenengan tentang Tema Hari Santri Tahun Ini?

Saya setuju dengan tema (Santri Siaga Jiwa Raga) tersebut. Pembinaan mental, terutama tauhidnya. Jangan gampang minder karena tauhid itu bagaikan pondasi. Kalau pondasinya baik, bangunannya minta tingkat dua puluh pun bisa. Kalau masalah pangkat itu gampang. Jadi yang diperkuat pada zaman sekarang adalah ilmu tauhidnya. Ya, semuanya perlu tapi yang lebih diperkuat adalah ilmu tauhidnya. Santri itu harus teguh pada pendiriannya. Terutama ketika sudah keluar.

Apa Tugas Santri di Luar Pesantren?

Betul-betul bisa mengamalkan prinsip santri. Berpegang teguh pada al-Quran dan hadis, baik yang aktif di organisasi atau di mana pun. Hal tersebut butuh latihan dan mestinya harus dimulai dari sekarang. Kalau kata K.H. Hasani Nawawie, semuanya itu butuh latihan. Kamu tahu, atlet angkat besi di televisi? Beban 100 Kg diangkat, itu bukan langsung kuat angkat bebannya, butuh latihan. Dari 10 Kg dulu sampai kuat 100 Kg. Kalau tidak latihan, ya tidak bisa. Iman pun juga harus seperti itu.

Iman itu cepat habis, dusta saja sudah mengurangi iman, kalau setiap harinya dusta bisa habis juga imannya, naudzubillah. Jadi mental dan jiwanya harus kuat. Belum perang sudah menyerah, ya tidak boleh, kita harus usaha dulu baru pasrah kepada Allah. Tidak waras kata K.H. Hasani.

Tips Menjaga Jiwa Raga?

Seharusnya ada tim khusus untuk melatih santri. Agar ilmu yang didapat betul-betul diterima dan diterapkan, itu yang saya harapkan. Jadi santri harus menunjukkan kualitas jangan hanya kuantitasnya saja.

Pesan Jenengan untuk Santri?

Saya ingin para santri belajar memang betul-betul karena Allah. Jangan hanya ingin lulus, jangan ingin jadi ustaz. Mengaji untuk diamalkan, itu pokok. Jangan untuk dijadikan pameran, jangan untuk jadi kiai, jangan! Kata Imam al-Ghazali, orang yang mencari ilmu bukan karena Allah maka akhirnya akan su’ul khatimah, nauzubillah.

Kata Kiai Hasani, berilah contoh yang baik kepada orang. Kamu sebagai santri harus memberi contoh yang baik, seperti salat jamaahnya, rutinannya di pondok. Jika ada kemungkaran kita tegur dengan lisan, jika tidak bisa cukup ingkar. Jangan diam saja! Jadi tanggungan akhirat nanti. Kita harus mencontohkan yang baik sebagaimana guru kita mencontohkan.

Shares:
Show Comments (1)

1 Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *