Artikel

Bijak Menyikapi Musibah

مَنْ ظَنَّ اِنْفِكَاكَ لُطْفِهِ عَنْ قَدْرِهِ فَذَلِكَ لِقُصُوْرِ نَظْرِهِ

Dugaan seseorang akan lepasnya kasih sayang Allah dari kekuasaan-Nya, merupakan buah pemikiran yang dangkal.”

Entah kenapa, ketika seorang hamba tertimpa musibah, ia justru jatuh stres, sock, bahkan mengalami depresi? Ia tak kuasa menahan dahsyatnya terpaan musibah. Lebih parah lagi, terkadang dia sampai lupa akan kenikmatan yang -sebelumnya- telah dianugerahkan oleh Allah Swt. Padahal, jika kita renungkan secara objektif, setiap musibah pasti mengandung pelajaran hidup yang bisa dipetik, dipelajari dan diteladani.

Bukan berarti, segala hal yang tampak indah itu bermanfaat. Begitu juga, tidak segala hal yang tampak jelek itu sampah. Kadangkala, sesuatu tampak jelek bagi kita, ternyata sangat bermanfaat. Begitupun sebaliknya. Allah I berfirman, “Terkadang seorang hamba benci pada sesuatu, padahal ia baik baginya, dan terkadang pula ia cinta pada sesuatu, padahal sebenarnya ia buruk baginya. Sesungguhnya Allah I maha mengetahui segala sesuatu”. [QS. Al-Baqarah [02]; 216]

Syaikh Abu Thalib al-Makki mengomentari ayat di atas dengan mengatakan, “Seorang hamba benci pada kesulitan, kefakiran, khumûl, dan marabahaya, padahal hal tersebut amat baik baginya kelak di akhirat. Sebaliknya, seorang hamba cinta akan kekayaan, kesehatan dan popularitas, padahal amat buruk baginya, dan jelek akibatnya”. 

Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari menyampaikan, “Tidak dapat dipungkiri bahwa siapapun yang mengira belaian kasih sayang Allah I telah pudar dari takdir-Nya merupakan  buah pikiran dangkal.” Seandainya dia mau berpikir jernih, maka akan menemukan ‘belaian’ Tuhan di balik setiap musibah.

Lebih lanjut, Ibnu ‘Athaillah membeberkan berbagai hikmah yang terkandung dalam suatu musibah. Sedikitnya ada empat hikmah. 

Pertama, tatkala seorang hamba tertimpa musibah, seruan hawa nafsu tak akan pernah dihiraukan. Sebab kondisi jiwa sedang terpuruk. Saat itulah seorang hamba akan mengiba, mengeluh, dan menghadap ke hadirat Allah I . Seandainya tidak tertimpa musibah, belum tentu dia sempat mengeluh dan menghadap ke hadirat Allah I ; terbuai oleh kenikmatan dunia semata. Inilah hikmah teragung di balik suatu musibah. 

Kedua, musibah dapat melemahkan syahwat dan hawa nafsu yang selalu mengajak pada hal-hal negatif. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah I, “Sesungguhnya nafsu itu mengajak pada kejelekan”. [QS. Yusuf [12]; 53] Ketika seorang hamba dalam kondisi normal, hawa nafsu selalu menjerumuskan sang empu kepada lembah hitam, kubangan dosa, dan jurang maksiat. Oleh karena itu, ketika tertimpa musibah, otomatis seorang hamba tidak bisa merealisasikan ajakan syahwat ataupun hawa nafsu. 

Ketiga, pada saat seorang hamba tertimpa musibah, jiwa raganya akan mengalami goncangan dahsyat. Kondisinya pun berubah drastis. Jika sebelumnya masih stabil dan normal, maka pasca tertimpa musibah akan labil dan loyo. Hati kecilnya hanya bisa bersabar, pasrah, dan ikhlas akan takdir Tuhan. Di samping itu, benih rindu akan kehadirat Allah I mulai tumbuh bersemi di hatinya. Tumbuhnya rasa sabar merupakan nilai plus yang bisa diraih ketika seroang hamba tertimpa musibah. Adagium Arab menyatakan, “Sebiji pekerjaan hati lebih baik dari segunung pekerjaan tubuh.” 

Keempat, setiap cobaan yang menimpa seorang hamba, substansinya berfungsi sebagai pelebur dosa. Rasulullah r bersabda, “Sesungguhnya segala urusan orang mukmin itu bernilai baik, sedemikian ini tidak dapat dijumpai selain pada urusan orang mukmin. Jika ia menuai kenikmatan lantas bersyukur, maka hal itu bernilai baik baginya. Jika ia tertimpa marabahaya, lantas sabar, maka hal ini juga bernilai baik baginya.” (HR. Muslim).

Rasulullah r juga bersabda, “Tidaklah seorang mukmin tertimpa musibah baik berupa kelemahan, penyakit, musibah dan kesusahan kecuali Allah I akan melebur segala dosa dan kejelekannya.” (HR. Abu Hurairah dan Sya’id al-Khudri)

Rasulullah r juga bersabda, “Tidaklah umat Islam tertimpa penyakit kecuali Allah akan meruntuhkan kekeliruannya sebagaimana runtuhnya daun kering dari tangkainya.” (HR. Ibnu Mas’ud) 

Walhasil, jika seorang hamba tertimpa musibah, maka sebaiknya sikap yang harus diambil adalah bersabar. Rasulullah r bersabda, “Barang siapa yang dikehendaki baik oleh Allah, maka Allah akan menimpakan musibah baginya.”  (HR. Bukhari) Dalam Hadis Qudsi Allah I berfirman, “Jika aku (Allah) menimpakan musibah kepada hambaku dengan kondisi buta, lantas sabar dengan keadaannya, maka akan Aku ganti kedua matanya kelak di surga.” (HR. Bukhari).

_____

Penulis : Muhairil Yusuf
Editor   : Zainuddin Rusydi

 

Shares:
Show Comments (0)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *