Feature

Renaisans Insan Pers Pesantren, BPP Terus Mengawal Ketat Media PPS

Pers, begitulah deretan huruf magis yang lahirnya entah berapa ribu tahun yang lalu. Yang pasti kiprah ‘makhluk’ ini sudah mendunia. Seakan menjadi belati bermata seribu, dia bisa menjadi messiah bagi kita, dan sebaliknya menjadi penghancur paling mematikan.

Kordinasi: Setiap bulan satu kali, pengurus Badan Pers Pesantren (BPP) melakukan Kordinasi dan komunikasi terhadap Pimpinan Redaksi.
Pelatihan: Untuk meng-evaluasi hasil dari tulisan redaksi Pengurus BPP melaksanakan pelatihan per-semester.

Ketika baru kembali dari kampung halaman, seorang teman bilang kepada saya tentang wajah baru permediaan di Sidogiri. “Kawan, kini BPP mempunyai role baru.” “Ah, kau membuatku penasaran bung..!,” saya sedikit terkejut.

Seketika itu juga, jiwa kewartawanan saya ‘hangat’. Semenjak ada ‘ultimatum’ dari karib saya itu, saya beruasaha mengorek informasi tentang instansi yang menjadi pengawal media-media di PPS ini. Metode hunting news freelance saya terapkan dalam ‘perburuan’ ini.

Dalam sejarahnya, sejak satu dekade silam, dunia jurnalistik mulai menyentuh PPS. Majalah Ijtihad menjadi  pioneer bagi permediaan  Sidogiri . Sejak saat itu pula, bermunculanlah media-media lain baik dengan format majalah, bulletin,

maupun mading. Bila kita berjalan-jalan dari utara pesantren ‘sepuh’ ini, melewati jembatan , kita akan menyaksikan sederet media-media dengan formatMading. Posisi penempatan yang strategis; dibawah Daerah J yang digantung di dinding kamar mandi santri.

Kitapun bisa melihat betapa sadar betul santri akan membaca, jika ditilik dari antusiasme santri. Membaca sambil berdesak-desakkan. Itulah fenomena yang menjamur di Sidogiri. Perpustakaan menjadi tempat halaqah paling strategis, penulis-penulis muda bermunculan, apa lagi hadirnya Pustaka Sidogiri dengan ‘mesin’ pembuat bukunya yang minta ampun.

Melihat anomali pers yang mewabah, Badan Pers Pesantren, atau masyhur dengan BPP hadir untuk mengawal media-media PPS agar, meminjam istilah warga grass root, sesuai dengan khittahnya. Dan ini sudah berlangsung selama tujuh tahun atau bertetepatan pada tahun 2007. Juga, secara tidak langsung, hadirnya instansi ini menandakan kebangkitan permediaan di Sidogiri. Dan kita bisa melihatnya dengan lahirnya jurnalis-jurnalis islami dengan sekian banyak journalism media yang menjadi corong mereka.

Kantor BPP yang berada di lantai dasar gedung MMU an-Nawawi lantai dasar . Bertempat di deretan gedung bagian selatan menghadap ke barat. Di depannya merupakan jalan sebagai akses utama santri, baik yang mau sekolah maupun hilir-mudik santri yang bermukim di daerah L dan I. Tidak perlu deskripsi mendetail dari kantor sederhana ini. Hanya dilengkapi satu komputer dan berkas-berkas administrasi yang tertata. Ruangan 4X3 itulah yang mengurusi permediaan di PPS. Baik dari segi editing kontent hingga pada tahap desain. Semuanya BPP yang mengawal.

Pada tahun ini BPP melakukan gebrakan baru terkait dengan sistematika penerbitan media pesantren. Secara garis besar, informasi yang saya tangkap terkait dengan media PPS adalah larangan bagi santri mempunyai jabatan rangkap di dalam suatu media. Karena pada tahun-tahun sebelumnya banyak santri yang mempunyai double job. Bahkan ada santri yang mempunyai jabatan di tiga media sekaligus. Fantastis!

Terobosan terbaru lainnya adalah sistematika penyetoran naskah ke BPP. Beda dengan tahun sebelumnya yang penyetoran naskahnya langsung diberikan kepada korektor BPP setelah diketik rapi dan di print. Pada tahun ini, sistematika penyetoran naskah melalui lima tahap.

Pertama, Pimpinan Redaksi menyetorkan naskah kepada Dewan Editor setelah pengumpulan naskah rampung. Kedua, setelah proses editing dari Dewan Editor, naskah dikembalikan lagi ke  media bersangkutan serta memfoto kopinya. Selanjutnya nakah asli diserahkan kepada BPP. Ketiga, proses lay-out dimulai. Keempat, lay-out selesai, dan hasilnya diserahkan kepada Dewan Pengawas. Kelima, Pimpinan Media meminta surat rekomendasi tertulis kepada Dewan Pengawas. Setelah lima tahap di atas selesai, media bersangkutan diperbolehkan terbit.

Dengan adanya role baru ini, instansi yang dipimpin oleh Ust. M. Yasir ini mengharapkan kepada media-media PPS untuk terbit sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan.

Itulah sidogiri, tak lepas dari sistem yang melingkupinya. Semua serba professional. Begitu juga dengan jurnalistik pesantren yang mengharuskan untuk disikapi dengan disiplin tinggi dan sadar betul akan urgensitas pers itu. Ecrire vous vivant press!

=====

Reporter: Isomuddin Rusydi
Editor: Abdur Rahman Wahid

Shares:
Show Comments (0)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *