Bukanlah hal yang tabu, bahwa Nabi Muhammad adalah sosok manusia mulia yang dihadirkan Allah di muka bumi ini. Bagaimana tidak, Allah sebagai Khaliq dari makhluq yang ada di dunia ini pun menyampaikan salawat kepadanya. Umat Islam di Indonesia, khususnya pulau jawa, biasa merayakan kelahiran sang revolusioner dengan perayaan Maulid Nabi yang umumnya berisi pembacaan riwayat dan salawat Nabi, disertai kegiatan-kegiatan kultural yang khas dan menarik. Dalam konteks ini, elemen-elemen agama dan budaya bersanding dan berdialektika dengan akrab. Realita ini sangat tampak dalam komunitas dan masyarakat di berbagai daerah di Nusantara hingga saat ini.
Perayaan Maulid Nabi sejatinya bukanlah ibadah baru, melainkan hanya satu ekspresi budaya yang dibalut nilai-nilai agama seperti pembacaan riwayat dan salawat Nabi. Namun terkadang dalam praktiknya mengandung unsur-unsur hiburan seperti nasyid yang diiringi rebana. Sehingga ada sebagian orang yang mengkritik peringatan Maulid Nabi dengan perayaan yang sedimikian. Bagaimanakah Ulama memandang fenomena ini?
Baca juga: Hukum Bersalawat Diiringi Rebana
Imam al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani menjelaskan:
وأما ما يعمل فيه : فينبغي أن يقتصر فيه على ما يفهم به الشكر لله تعالى ، من نحو ما تقدم ذكره من التلاوة والإطعام والصدقة ، وإنشاد شيء من المدائح النبوية والزهدية المحركة للقلوب إلى فعل الخير والعمل للآخرة .وأما ما يتبع ذلك من السماع واللهو وغير ذلك : فينبغي أن يقال: ما كان من ذلك مباحا بحيث يقتضي السرور بذلك اليوم : لا بأس بإلحاقه به، وما كان حراما أو مكروها فيمنع، وكذا ما كان خلاف الأولى
“Adapun apa yang dipraktekkan dalam peringatan Maulid maka seyogyanya terbatas pada apa yang menunjukkan rasa syukur kepada Allah, semisal apa yang telah disebutkan sebelumnya berupa membaca al-Quran, memberi makan orang miskin, sedekah dan mendendangkan suatu puji-pujian untuk Nabi dan pujian yang mengajak pada kezuhudan yang menggerakkan hati untuk melakukan kebaikan dan amal akhirat. Adapun hal yang mengiringinya yang berupa mendengarkan nyanyian atau adanya senda gurau dan semacamnya maka seyogyanya dikatakan bahwa apa yang tergolong mubah yang sekiranya menunjukkan kebahagiaan di hari itu, maka tak mengapa disertakan dengan perayaan Maulid. Adapun sesuatu yang haram atau makruh, maka terlarang disertakan, demikian juga yang khilâfal-awla (berlawanan dengan cara yang disunnahkan).” (as-Suyuthi, al-Hâwî lil-Fatâwâ, juz I, halaman 229).
Baca juga: Memahami Hukum dan Sejarah Maulid Nabi
Dari keterangan Imam al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani di atas, dapat kita pahami bahwa perayaan Maulid seyogianya hanya memuat konten yang jelas-jelas dianjurkan oleh syariat. Namun tak mengapa bila Maulid Nabi dihiasi dengan acara-acara yang mubah selagi tak mengotori keagungan peringatan maulid itu sendiri.
Baca juga: Lumpuh, Akibat Tidak Berdiri Saat Maulid
Hadratussyekh Hasyim Asy’ari, ulama besar pakar hadits yang juga pendiri Nahdlatul Ulama (NU) menjelaskan praktik Maulid Nabi yang disarankan para ulama, dalam kitabnya at-Tanbîhât al-Wâjibât liman Yashna’ul- Maulid bil-Munkarât , yaitu:
أن المولد الذي يستحبه الائمة هو إجتماع الناس وقراءة ما تيسر من القران ورواية الاخبار الواردة فى مبدأ امر النبي صلى الله عليه وسلم وما وقع فى حمله ومولده من إرهاصات وما بعده من سيره المباركات ثم يوضع لهم طعام يأكلونه وينصرفون. وان زادو على ذلك ضرب الدفوف مع مراعاة الادب فلا بأس بذلك
“Peringatan maulid yang disukai para imam (ulama besar) adalah berkumpulnya orang-orang di suatu majelis, lalu diperdengarkan sedikit bacaan Al-Qur’an dan riwayat tentang Nabi mulai dari kelahiran, perjuangannya dan perjalanan hidupnya yang penuh dengan berkah. Kemudian dihidangkan makanan kepada mereka agar para hadirin memakannya lalu bubar. Apabila di acara itu mereka menambahkan memukul rebana dengan tetap menjaga adab, maka diperbolehkan.” (KH. Hasyim Asy’ari, at-Tanbîhât al-Wâjibât liman Yashna’ul- Maulid bil-Munkarât, halaman 10-11)
Baca Juga: Renungan Bagi Pembenci Maulid Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
Kesimpulannya, dalam perayaan Maulid Nabi sangat dianjurkan memuat hal yang disunnahkan oleh syariat yang dapat menunjukkan rasa syukur pada Allah. Sedangkan membumbui peringatan ini dengan hal-hal mubah semisal tabuhan rebana atau hiburan lain yang layak bagi momen ini juga tak dilarang. Yang dilarang adalah mengisinya dengan konten yang jelas-jelas haram atau tidak pantas. Wallahua’lam.
Baca juga: Hadis-hadis Tentang Perayaan Maulid
Kanzul Hikam/Sidogiri.Net
Lihat juga artikel lain tentang maulid di sini!
Oh, ya, jangan lupa disebar link-nya, ya!