Artikel

Tasyabbuh: Buang Jauh-Jauh

Seiring perkembangan zaman dan canggihnya teknologi informasi, banyak kawula muda kehilangan jati diri. Mereka tergerus oleh virus westernisasi yang tak pasti. Pola hidup bangsa Barat yang jauh dari nilai-nilai Islami semakin diminati. Tingkah laku, worldview, atribut, dan simbol-simbol mereka tanpa disadari telah mengerogoti. Pada gilirannya, kehidupan semakin semrawut, tidak rapi. Si cewek sudah mulai berlagak laki-laki. Begitu pun sebaliknya, si cowok tidak sadarkan diri telah masuk ke dunia cewek danmengintervensi. Efeknya, gender pun tidak jelas, karenakeduanya saling mengimitasi. Mirisnya lagi, umat Islamikut-ikutan menyemarakkan life style, ikon, dan simbol-simbol Kristen dan Yahudi, padahal jauh sebelumnya Rasulullah melarang tasyabbuh sembari mewanti-wanti.Sebab itu, kita harus menjadi diri sendiri. Be your self,be confident.

Ketika Nabi  datangke Kota Madinah,penduduk di situ biasamerayakan dua hari rayayang mereka isi dengan raya itu; Idul Fitri dan Idul Adha.” (HR.Ahmad). Maka selanjutnya kita memahami bahwa umat Islam memang dianjurkanuntuk tampil beda, menyalahi ikonikon, simbol-simbol, dan tradisi-tradisi yang identik dengan orang-orang kafir.

Ketika orang Yahudi biasa memelihara kumis dan mencukur jenggot maka Islammengkreasi penampilan yang sebaliknya. Ketika penyembah matahari melakukan ritual mereka pas ketika  bermain-main dan bersukaria. Nabi  bertanya, “Hari apa ini?” Shahabat menjawab, “Kami bersukaria pada hari tersebut sejak masa jahiliah.” Maka

Nabi  bersabda, “Sesungguhnya Allah  telah mengganti untuk kalian dua hari yang lebih baik daripada dua hari matahari terbit dan tenggelam maka umat Islam dilarang melakukan shalat  Jika tren ber-tasyabbuh ria denganorang kafir itu alasannya bukan karena pada dua waktu tersebut. Begitu kebodohan atau ketidaktahuan, maka seterusnya.

Jadi kata kuncinya adalah, dalam kaitannya dengan perbandingan agamaagamaserta hubungan antar-umat beragama, yang terpenting adalah titiktitik perbedaannya, dan bukan titik-titik persamaannya. Seperti dikatakan Dr.Syamsuddin Arif, ketika kita membandingkan antara manusia dan monyet maka yang terpenting adalah titik-titik  perbedaannya. Sebab, sangat  tidak penting bagi kita untuk mencari titik-titik persamaan kita dengan monyet.

Tapi hari ini, saya melihat sensitifitas dan kepekaan dalam hal identitas keberagamaan seperti ini sudah luntur. Umat Islam hari ini, termasukanak-anak yang sedang mondokdi pesantren atau lulusan pesantren sekalipun, misalnya, sangat bangga memakai jersey sebuah klub sepakbola, yang di punggungnya tertulis nama orang kafir dengan ukuranfont yang besar, sedang di bagian depannya tertera tanda salib, baik salib formal seperti pada logo Real Madrid, maupun salib seimbang seperti pada logo Barcelona.

Sungguh ironis, mereka memakai baju khas orang-orang kafir itu tidak hanya dalam momen-momen tertentu, seperti ketika sedang berolahraga, tapi kadang justru mereka tetap memakainya ketika sedang shalat! barangkali penyebabnya karena mereka telah terjebak ke dalam apa yang disebut sebagai kultus selebriti yang berhembus dari budaya Barat, di mana mengidolakan seorang “superstar” kini memang telah menjadi semacam “agama baru” yang dianutoleh hapir semua orang – yang berkiblat pada Barat. Terkait dengan hal ini, Karen Armstrong dalam The Great Transformation menulis sebagai berikut:

Pada masa kini, ketika kita telah meninggalkan filsafat perenial, orang secara membudak mengikuti perkembangan mode dan bahkanmelakukan kekejaman pada wajahdan tubuh mereka agar dapat mereproduksi standar kecantikan saatini. Kultus selebritas menunjukkanbahwa kita masih memuja para modelyang menjadi perlambang ‘manusiasuper’. Orang kadang mau berpayahpayah untuk berjumpa dengan idolamereka, dan merasa melayanglayang dalam kehadiran sang idola. Merekameniru cara berpakaian dan berperilakunya. Tampaknya manusia secara alamiah cenderung ke arah arketipal dan paradigmatik.

Kecenderungan ketipal sebagai naluri alamiah setiap orang yang disinggung oleh Armstrong itu, meski secara sosiologis bisa diterima, tapi bagaimanapun ia jelas tak selaras  Tentu, sangat sulit bagi kita untuk  dengan nilai-nilai asasi dalam Islam. membayangkan anomali seperti itu,tapi bagaimanapun, itulah yang sedang terjadi hari ini. Umat Islam melakukan shalat dengan pakaian khas orang kafir, menyertakan nama orang kafir, dengan logo salib, atau logo setan seperti yang tertera pada jersey klub MU. Itulah sebabnya kenapa setiap umat Islam diharuskan tunduk pada standar-standar baku yang telah ditetapkan dalam agama ini, baik dalam lingkup personal maupun sosial, baik dalam

Hubungan horizontal maupun hubungan vertikal. Karena nilai-nilai asasi dalam ajaran Islam inilah yang akan membawa umat pada kebahagiaan hakiki, sejak di dunia hingga ke alam akhirat. Maka, kepada umat Islam yang sudah kehilangan sensitifi tas dan kepekaan identitasnya dalam berbagai hal, sehingga ia sangat mudah mengidolakan orang kafir dan sangat senang berserupa dengannya, mari kita resapi wejangan yang pernahb disampaikan oleh al-Habib Umar bin Hafidz, pada suatu kesempatan ketika beliau berkunjung ke Malaysia, sebagai berikut:

Alangkah disesalinya hati orangorang di antara kita. Mereka lebih mengagungkan para pemain sepak bola dan para artis daripada para sahabat dan keluarga suci Nabi. Mereka lebih mengenal nama-nama para pemain sepak bola dan para artis  daripada nama-nama para sahabat Nabi. Jika pemikiran mereka sudah demikian maka itu akan berimbas pada tindakan, sehingga mereka akan mengikuti dan menyerupai orang-orang kafir atau orang-orang bejat…

Dari sini mestinya kita memahami, bahwatampil beda dengan orang-orangkafir bukan saja urusan hukum lahiriah(fikih) belaka, tapi juga merupakan urusan kejiwaan dan hati, yang jauh lebih prinsip dan lebih penting, sebab ia berimbas pada pola pikir, cara pandang, dan kejernihan hati seorang Muslim.

Moh. Ahyat Ahmad/Sidogiri media

 

Shares:
Show Comments (0)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *