Artikel

Menambal Moral Bocor

“Beradab tanpa ilmu, lebih baik dari pada berilmu tanpa adab”
~Habib Umar bin Hafidz

Perkataan itu menjadi prinsip di setiap pesantren. Mengingat, ilmu hanyalah batang pohon belaka. Sedangkan akhlak (baca: amal) adalah buahnya. Pohon tanpa buah samahalnya tumbuhan gagal panen, alias wujudnya sama dengan ‘adam-nya.
Untuk itu, tolak ukur kesuksesan santri ditinjau dari moral kesehariaannya. Bukan dari daya intelektualnya. Banyak juarawan pesantren, yang dianggap gagal karena kebejatan moralnya.
Tragisnya, akhir-akhir ini moral sudah dianggap penghias belaka. Yang lebih prioritas adalah “ilmu”. Sehingga tak ada bedanya antara pesantren dan sekolah formal di luar.
Anehnya lagi, tidak hanya santri yang gagal paham melihat misinya di pesantren. Wali santri pun terkadang salah kaprah dalam menyikapi niat memondokkan anaknya.
Bukti nyata bahwa wali santri juga gagal paham adalah: sering kali mereka menangis akibat nilai rapot anaknya merah. Bahkan tak jarang dari mereka yang merasa rugi mengirim anaknya yang tidak naik kelas.
Bahkan sebagian mereka sengaja mengeluarkan anaknya dari khidmah di instansi pesantren, agar fokus pada pelajaran sekolah.
Kesalahan wali santri, tidak menafikan kesalahan santri sendiri. Cita-citanya sendiripun sedikit yang bisa memahami. Tak jarang dari mereka tidak taat pada gurunya gara-gara metode KBM-nya dianggab lemot. Bahkan, sebagian dari mereka ada yang berani mengeritik gurunya secara terang-terangan. Na’ûdzu bil-Lâh!
Juga, kepada perintah guru, mereka menganggap sebagai sebuah anjuran biasa. Di ikuti al-hamdu lil-Lâh, ditinggalkan tak masalah. Padahal kalau kita mau membuka lembaran sejarah, tersebutlah nama Syaikhana Khalil Bangkalan, sebagai santri yang sangat taat pada guru. Dikisahkan, semasa mondok, beliau diperintah gurunya untuk menyapu halaman dalem. Beliau langsung siaga tanpa komentar ini-itu. Bahkan, beliau selama berhari-hari tidak beranjak dari halaman dalem, demi menunggu intruksi selanjutnya.
Semacam itulah sekarang yang mulai asing . Di mana saat santri lebih mencari ilmu daripada barokah. Sehingga ia semakin jauh dari Allah, saat ilmunya semakin tinggi.
Jika hal itu dibiarkan, maka semakin jam dinding berputar ke kanan, semakin buruklah moral santri. Samahalnya paralon bocor. Jika tidak segera ditambal, maka semakin membesar.
Solusi tepat untuk memperbaiki hal itu adalah dengan memulai dari diri sendiri. Karena mustahil ia memperbaiki orang lain jikamengurusi diri saja “angkat tangan”.
Tirulah metode dakwah Rasulullah SAW dalam berdakwah . Setelah diri sendiri, beralih kepada sanak famili. Berikut kepada sahabat dekat, para tetangga dan begitu seterusnya.
Begitupun dengan kita. Setelah memulai dari diri sendiri, mengajak sanak saudara, beralih ke teman bilik, teman daerah dan begitu seterusnya.
Jika misi itu berhasil, bersiaplah bibir Anda untuk tersenyum. Karena kelak akan melihat tumpukan pahala yang tak bisa dibayangkan. Berkat kemanfaatan suatu ilmu, yakni ilmul-hâl.
Ingat, hanya ada tiga hal yang akan abadi, salah satunya, ilmu yang bermanfaat.
Untuk itu, tunggu apa lagi?

Muhammad ibnu Romli/sidogiri.net

Shares:
Show Comments (0)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *