
Jam’iyah Tahsin al-Khot merupakan salah satu kegiatan ekstrakulikuler di bawah naungan Pengurus Pusat Ikatan Santri Sidogiri (PP-ISS) untuk mewadahi semangat menulis kaligrafi arab dengan baik dan indah. Mungkin banyak yang belum tahu tentang awal kegiatan rutin setiap Jumat pagi di gedung al-Ghazali ini, untuk itu simaklah uraian hasil wawancara Ahmad Zaini Sekretaris Jamiiyah Tahsin al-Khot dengan Ust. Iskandar dan Ust. Usman Asror berikut ini.
****

Adalah pada tahun 1967 Masehi, KH. Muhammad Usman Anis ketika duduk di bangku Tsanawiyah Pondok Pesantren Sidogiri memiliki inisiatif memperbaiki tulisan santri bersama teman-teman satu kelas beliau.
KH. Muhammad Anis merupakan desainer lambang santri Sidogiri atas ide KH. Sa’doelloh bin Nawawie.
Perkumpulan Ust. Anis dengan teman-teman kelas dilakukan pada pukul 02.00 malam setelah pulang sekolah dan gerak batin rutinan. Pada waktu itu, Kegiatan belajar Mengajar (KBM) Madrasah Miftahul Ulum Tsanawiyah adalah setelah Isya hingga jam 12 malam waktu Istiwa. Sehingga pemilihan waktu dini hari ini dirasakan lebih tepat karena selain kondisinya yang tenang, juga belum adanya peraturan tidur di atas jam 12 malam pada waktu itu.
Baca juga: Kaligrafi Islam Warisan Seni Paling Dihargai Sepanjang Zaman
Tahun 1967 buku merupakan salah satu komoditi yang mahal, sehingga untuk kalangan santri perlu alternatif lain untuk menanggulangi sulitnya membeli buku. Maka, Ust Anis dan kawan-kawan menggunakan sabak, yakni semacam papan tulis hitam hanya saja ukurannya sama dengan kertas A3. Untuk media penulisannya, menggunakan kapur putih yang mudah dihapus.
Perkumpulan Ust. Anis dan kawan-kawan memiliki daya tarik yang kuat. Dalam kurun waktu yang tidak lama, beberapa santri mulai ikut bergabung hingga memenuhi satu ruangan. Hal ini terus berlanjut hingga pada tahun 1969.
Baca juga: Tak Gentar Meski Melawan Seniman
Pada tahun 1969, Majelis Panca Warga Pondok Pesantren Sidogiri, KH. Sa’doellah bin Nawawi akhirnya meresmikan kegiatan ini dan diberi nama CUSENI (Kursus Seni Tulis Indah). Acara peresmian diisi dengan selametan dan doa bersama. Namun, nama CUSENI tidak berlangsung lama. CUSENI diganti dengan Jam’iyah Tahsin al-Khot yang pada saat itu, telah berdiri Jam’iyah Qurra’ wa Tahfidz al-Quran dan Jam’iyah Mubalighin.

Jika saat ini, Jam’iyah Tahsin al-Khot berada di bawah naungan PP-ISS, maka pada waktu itu Jam’iyah ini ditangani oleh bagian Ma’hadiyah. Perlu diketahui, Sidogiri tahun itu belum terbentuk instansi-instansi seperti sekarang ini, dulu hanya ada bagian Ma’hadiyah dan Madrasiyah.
Jamiyah Tahsin al-Khot mengalami perkembangan yang sangat pesat, terbukti dengan melebarkan sayapnya untuk mengadakan kursus pendalaman seni Tahsin seperti menganyam janur dan seni dekorasi.
“Hampir seluruh santri Sidogiri mengikuti kegiatan ini dengan sangat antusias terutama dari kalangan putera-putera kiyai dari berbagai wilayah Nusantara yang mondok di Sidogiri, dengan maksud akan menelurkan kursus tahsin di pondoknya kelak”, kata Ust. Usman Asror mengungkapkan daya tarik Kursus Tahsin pada waktu itu.
Memasuki abad 21, Jam’iyah Tahsin al-Khot Sidogiri semakin menunjukkan perkembangan yang signifikan, terbukti dengan penambahan kursus seperti kaligrafi cabang Mushaf dan Dekorasi berbahan Styrofoam. Untuk prestasi tidak dapat diragukan lagi, Tahsin Sidogiri telah menjuarai banyak perlombaan kaligrafi.

Musyafal Habib|Sidogiri.Net