K
Bertempat di gedung 1455, Sungi Suko, Sungi Wetan, Pohjentrek, Kraton, Pasuruan, Sie. Daurah & BMW menggelar daurah ilmiah bertajuk “Teladan Salaf Sebagai Kunci Kemajuan Peradaban”, Senin (16/08). Hadir sebagai narasumber Habib Geys bin Abdurrahman Assegaf, Lc.,M.A. Jakarta dan Gus Muhammad Idror Maimoen, Sarang, Jateng.
Turut hadir Mas. Bahruddin Thayyib, Ketua Umum PPS, Mas. Abdul Djalil Sholahuddin, Ketua Milad ke-287, Mas. Jibril Nawa, Wakil Ketua Milad ke-287, Ust. A Saifullah Muhyiddin, Ketua II PPS, anggota FMKM (Forum Musyawarah Keluarga Muda), Ust. Dairobi Naji, selaku moderator, dan beberapa delegasi dari pesantren Se-Jatim serta perwakilan PW IASS (Pengurus Wilayah Ikatan Alumni Santri Sidogiri).
Dalam salam sambutannya, Mas. Abdul Djalil Sholahuddin menyampaikan rasa terima kasihnya atas kesedian peserta dalam mengikuti acara daurah ilmiah. Beliau juga menyampaikan beberapa maksud dan tujuan acara, “Tujuan diselenggarakannya acara daurah ilmiah adalah sebagai wasilah mempererat ikatan silaturrahmi antar pesantren. Semoga acara ini dapat memotivasi kita untuk istikamah meneladani ulama salaf,” tambahnya.
“Jika kita disuksi tentang maqalatut-tajdid tidak perlu kita terlalu mengagumi Barat. Tajdid pada dasarnya telah dimiliki agama Islam secara dzatiyah. Oleh karena itu, di sini kita hendak mendiskusikan salaf. Karena kadang kita sebagai orang yang idealismenya salaf secara realitas kita adalah modern. Oleh karena itu, bagaimana cara kita terus berinovasi tanpa meninggalkan jiwa salaf,” tegas Habib Geys bin Abdurrahman Assegaf.
Habib Geys, sapaan akrabnya juga menambahkan bahwa orang yang menuduh salaf anti kemajuan itu bodoh. “Orang Yahudi peradabannya maju karena berkat para rasul dan nabi, setelah habisnya masa kenabian mereka hancur, karena meninggalkan budaya salaf mereka. Oleh karena itu, tajdid harus terus bergulir dalam tanda kutip harus tidak melenceng dari rel syariat,” tambahnya.
Gus. Idror Maimoen Zubair sebagai narasumber kedua menyampaikan pesan Mbah. Maimoen bahwa salaf adalah orang yang masih menjaga tradisi baca kitab, yaitu pesantren. “Kalau salaf diartikan orang kuno, katrok, dan gak ngerti manajemen, saya sangat tidak setuju. Menurut saya salaf adalah masa keemesan, kalau memang peradaban ingin maju maka harus kembali kepada salaf. Oleh karena itu, kesalahan kita pada era modern seperti saat ini adalah karena meninggalkan salaf,” jelas putra Mbah Moen tersebut.
Dalam pandangan putra bungsu Mbah Moen tersebut kita tidak perlu silau dengan kemajuan Barat, karena mereka hanya unggul dalam hal fasilitas dan kecanggihan teknologi. Sedang kita unggul di atas mereka dalam hal prinsip kehidupan. “Dulu, dengan serba keterbatasan bisa melahirkan ulama-ulama hebat seperti Imam Syafi’i, Imam Ahmad dll. Kita lihat realita sekarang, denga kemajuan yang ada dan kecanggihan yang semakin berkembang tidak mampu melahirkan orang-orang hebat seperti mereka. Oleh karena itu, kita unggul dalam esensi spiritual dan moralitas,” pungkasnya.
Acara penuh ilmiah ini kemudian dipungkas dengan doa oleh K.H. Muhammad Idror Maimoen Zubair.
Muhammad Faqih || Kabar Ikhtibar