Buku Prof. DR. KH. Said Agil Siradj, M.A (SAS) yang berjudul “Tasawuf Sebagai Kritik Sosial: Mengedepankan Islam Sebagai Inspirasi, Bukan Aspirasi” hingga hari ini masih menuai kontroversi. Dalam seminar “Solusi Dinamika Islam Kekinian di Indonesia dan Dunia”, Ahad (24/1) yang digelar di Pondok Pesantren Sidogiri, klarifikasi buku tersebut terungkap.
Dalam sesi tanya jawab, Ust. Idrus Ramli, Dewan Pakar Annajah Center Sidogiri (ACS) mengatakan, pada tahun 2009 ia pernah tabayun kepada Kiai Said menjelang Muktamar NU di Makassar mengenai buku-buku kontroversialnya. “Waktu itu Kiai Said mengakui,” ujar Idrus Ramli. Ternyata, pada tahun 2012 SAS Foundation bekerjasama dengan LTN PBNU menerbitkan buku lagi dengan judul “Tasawuf Sebagai Kritik Sosial: Mengedepankan Islam sebagai Inspirasi, Bukan Aspirasi”.
Dalam buku tersebut pada halaman 84 terdapat pernyataan Kiai Said bahwa Syiah, Muktazilah, Asy’ariyyah dan Maturidiyah adalah Ahlusunah. Bahkan Syiah dianggap tidak sesat dan termasuk Ahlusunah. Padahal Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari dalam banyak bukunya mengatakan bahwa Syiah termasuk aliran sesat.
Dalam buku yang sama Kiai Said mengatakan, percaya kepada patung dan barhala itu merupakan hakikat keimanan. Padahal kata Habib Abu Bakar al-Adni bin Ali al-Masyhur (Ulama terkemuka Timur Tengah, Yaman) yang juga narasumber dalam acara tersebut memapaparkan, hakikat keimanan adalah apa yang ditanyakan Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad mengenai iman itu sendiri.
“Apakah ini disebut membenarkan semua agama? Kalau ini termasuk membenarkan semua agama, maka na’ûdzubillâhh. Kitab fiqh dan turats mengatakan, membenarkan semua agama itu termasuk ajaran yang menyimpang yang pelakunya dianggap keluar dari Islam,” kata Idrus Ramli.
Selain itu, lanjutnya, buku ini juga menafikan ukhuwah islamiyah karena yang penting tulis Kiai Said adalah persaudaraan antar umat beriman; Islam, Konghucu, Buddah, dsb. Sedangkan ukhuwah islamiyah dikatakan tidak ada dalam al-Quran.
Menurut SAS al-Quran dan kitab-kitab hadis tidak menyinggung ukhuwah islamiyah. “Kitab Sullam Taufiq menegaskan, Orang yang mentiadakan apa yang ada dalam al-Quran termasuk kategori murtad,” tegas Idrus Ramli.
Nah ini termasuk apa dalam buku yang diterbitkan oleh LPN PBNU yang isinya mengandung hal-hal semacam itu? Mengapa diterbitkan? Dan Kiai Said mengatakan itu tulisan Antum. Katanya mau direvisi. Sepertinya tidak sempat direvisi. Setelah itu terbit lagi, dan apakah selanjutnya akan diterbitkan buku yang lebih heboh lagi?
Kiai Said merespon pertanyaan Idrus Ramli dan menanggapinya. Ia mengatakan, pernyataan semua agama itu sama sekali bukan pernyataannya. “Itu saya lagi ngutip pendapat Ibnu Arabi,” komennya.
“Untuk apa mengutipnya Kiai Said,” sela Habib Taufiq yang juga hadir dalam forum tersebut.
“Untuk menjelaskan,” jawab Kiai Said.
Jawaban Kiai Said agak tidak begitu mengarah, namun Habib Taufiq menasehati agar buku “Tasawuf Sebagai Kritik Sosial: Mengedepankan Islam sebagai Inspirasi, Bukan Aspirasi” segera direvesi ulang karena menimbulkan dampak negatif terhadap akidah.
“Buku kontroversial Kiai Said ini dibaca orang banyak. Seyokyanya Kiai Siad menulis buku yang bisa difahami halayak. Mengapa membuat pemahaman seperti itu? Sebenarnya kita (habib dan ulama.red) eman dengan Kiai Said. Antum ini seorang ulama. Artinya ulama yang lain nantinya dikira berlisan seperti itu (yang tertera dalam buku Antum.red) karena Antum ini membawa gerbong yang sangat besar dan luar biasa (Pimpinan PBNU.red). Sedang penumpangnya adalah ulama seluruh Indonesia dan Antum adalah masinisnya. Kasian kan mereka (ulama) akhirnya disibukkan dengan hal demikian,” nasihat Habib Taufiq kepada Kiai Said.
Lanjut Habib Taufiq, yang jelas, forum ini bukan untuk menjatuhkan. Kalau sampai ini dianggap menjatuhkan maka pihak yang dinasehati tidak akan mendengar dan menerima nasehat. Forum ini juga bukan untuk mendukung. Kita tidak mendukung. “Prinsipnya satu, selama Kiai Said benar dan di jalan yang haq kita dukung. Tapi kalau ada kesalahan kita ingatkan,” pungkas Habib Taufiq.[]
====
Penulis : Ilham Akbar
Editor : Muh Kurdi Arifin