Berita

FK Sejarah Berbicara Toleransi dari Sudut Pandang Historis

Benar juga, bahwa majelis paling top ialah majelis ilmu. Bagaimana tidak, Friday Forum yang diadakan ACS beberpa hari lalu, manfaatnya terasa sangat jelas. Kajian yang didapatkan pun dinilai lebih dari cukup. Termasuk penjelasan dari Forum Kajian (FK) Sejarah yang satu ini.

Laporan: Muhammad ibnu Romli

“Toleransi berasal dari bahasa latin tolerare yang berarti sabar dan menahan diri. Toleransi juga berarti suatu sikap saling menghormati dan tolong menolong antar sesama manusia tanpa memandang suku, ras, agama, dan antar golongan. Islam sudah mengenal konsep toleransi sejak lama, hal ini termaktub dalam al-Qur’an surah al-Hujurat ayat 13,” begitu delegasi FK Sejarah memulai pembicaraannya.

Dengan mengutip ayat yang menjelaskan konsep toleransi secara umum dalam Islam, menurut pandanganya, seluruh manusia dari manapun asal mereka, ras, warna kulit dan keturunan siapapun sama dalam pandangan Allah. Hanya orang yang paling bertakwalah yang dapat meraih kemuliaan di sisi-Nya.

“Jika toleransi diartikan secara bebas tanpa batas, seperti doa bersama dalam gereja, ikut merayakan natal dan ritual-ritual agama lainya maka Islam adalah agama yang tidak mengenal toleransi dalam agama. Islam tidak memebenarkan hal itu dan pelakunya mendapat ancaman yang berat,” tambahnya.

Untuk sejarah sendiri, sosok yang gemar kajian tiap malam ini memulai sejarahnya dari tragedi Piagam Madinah.

“Di Madinah, Nabi Muhammad dihadapkan pada sebuah realita keberagaman suku kaum muslimin dan bertetangganya mereka dengan kabilah-kabilah Yahudi. Maka di tahun yang sama Nabi Muhammad membuat sebuah perjanjian yang kemudian dikenal dengan nama Piagam Madinah. Secara umum, isi dalam Piagam Madinah adalah menjadikan kaum muslimin bersatu padu dalam sebuah persaudaraan berasaskan ruh Islami, tanpa memandang asal suku, ras, ataupun nasab. Serta membentuk sikap saling menghargai terhadap agama Yahudi sekaligus pemeluknya dan bahu-membahu dengan mereka dalam hal melindungi kota Madinah,” jelas pria dengan kumis tipis ini dengan sejelas-jelasnya.

Sambil menikmati hidangan, pria ini melanjutkan penjelasannya, “Dengan Piagam Madinah tersebut, Rasulullah hendak menjadikan Madinah sebagai kota penuh damai dan berasaskan toleransi Islami meskipun para pendukunnya multi suku dan agama. Dalam lintas sejarah, Piagam Madinah disebut sebagai the first written constitution in Islam atau konstitusi tertulis pertama dalam Islam dan the first documented case of constitutional law atau kasus hukum konstitusional yang pertama kali didokumentasikan. Bahkan orang Orientalis mengakui keautentikan Piagam Madinah. Piagam ini juga menjadi bukti kehebatan percaturan politik Nabi Muhammad. Tidak heran jika salah seorang tokoh Orientalis, W. Montgomery Watt menyebut Nabi Muhammad sebagai prophet and Statesman,” imbuhnya.

Puas dengan penjelasan perihal Piagam Madinah, pria yang tidak punya waktu kecuali untuk muthalaah ini menambahkan keterangan Islam di Semenanjung Iberia. Penaklukan Thariq bin Ziyad dalam mengislamkan Spanyol yang dulu dikenal dengan Andalusia juga patut dibuat contoh baik tentang sebetapa baik toleransi umat Islam kepada orang non-muslim.

“Di bawah kekuasaan Islam, penduduk Kristen dan Yahudi Andalusia tidak dipaksa untuk merubah keyakinannya dan berkonvensi ke agama Islam. Mereka hanya dibebani kewajiban membayar Jizyah kepada pemerintah. Mereka bebas melakukan ritual ibadahnya tanpa harus terganggu oleh umat Islam,” ujarnya.

Menutup penjelasannya, pria berkopyah hitam ini menjelaskan, “Sebenarnya, setiap agama pasti punya aturan-aturan dan rambu-rambu yang tidak boleh dilanggar ketika bersinggungan dengan agama lain. “Bagimu agamamu dan bagiku agamaku” adalah aturan yang harus dipegang oleh umat Islam ketika bersosialisasi dengan non-muslim. Agama yang lain juga memiliki peraturan ketika dihadapkan dengan orang yang berbeda keyakinan dan mungkin sedikit longgar. Jadi, apabila ada orang non-muslim yang mengecap intoleran kepada orang muslim yang tidak merayakan natal, maka sesungguhnya dia telah melabrak kata toleransi itu sendiri. Karena dengan ucapannya itu berarti dia tidak toleran terhadap nilai-nilai dalam agama Islam,” pungkasnya.

Shares:
Show Comments (0)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *