Artikel

Menyoal Tradisi di Bulan Shafar?

Pada bulan Shafar, beragam amaliyah sudah menjadi realita dan adat. Di antaranya tradisi bubur Shafar (tajhin shappar) yang dibagikan pada tetangga dan kerabat sekitar. Bagaimana  hukum tradisi ini? Bagaimana sejarahnya? Jawabannya dapat Anda temukan dalam ulasan berikut.

Pada bulan Shafar, beragam amaliyah sudah menjadi realita dan adat. Di antaranya tradisi bubur Shafar (tajhin shappar) yang dibagikan pada tetangga dan kerabat sekitar. Bagaimana  hukum tradisi ini? Bagaimana sejarahnya? Jawabannya dapat Anda temukan dalam ulasan berikut:

SEJARAH:

Sejarah tradisi bubur Shafar, penulis belum menemukan data yang kongkrit tentang hal ini. Yang jelas tradisi ini sudah masuk ke Nusantara sebelum Islam masuk. Orang Syiah mengatakan bahwa yang memelopori tradisi bubur Shafar ini adalah mereka. Menurut mereka, tradisi ini untuk memperingati kepala Sayyidina Husain yang ditendang-tendang dalam peristiwa Karbala. Pendapat ini ditolak dan tidak dapat dijadikan dalil, karena ini termasuk khobar gairal mafkud bihi dan sanad-nya tidak jelas. Bukti bahwa pendapat Syiah ini bohong dan hanya buatan belaka adalah seringnya mereka mengaku-ngaku sebagai pelopor dan penggagas. Penggagas tawassul, istighasah, maulid, bubur Shafar, dan yang lainnya. Semua itu mereka akui, merekalah yang menjadi penggagasnya. Akan tetapi, semua itu ditolak dan dianggap bohong oleh ulama yang akreditas keilmuannya.

HUKUM:

Untuk menghukumi tradisi bubur Shafar, terdapat dua tinjauan yang sama-sama diperbolehkan. Tinjauan pertama, mengenai hukum membuat bubur. Jelas dalam membuat bubur ini, diperbolehkan dan tidak ada yang melarang. Bahkan Nabi pernah menyuruh Shahabat Abu Dzarrin untuk membuat makanan yang sejenis bubur, yang dimungkinkan makanan itu adalah bubur yang seperti sekarang ini.

Tinjauan kedua, hukum membuat bubur khusus bulan Shafar yang disedekahkan pada orang-orang. Hukum yang kedua ini jelas tidak apa-apa dan termasuk tradisi yang baik, karena memberi makanan sangat diperintah oleh Rasulullah.

Tradisi bubur Shafar sudah masyhur berdasarkan pengamatan Ustad Idrus Ramli yang pernah berkeliling kemana-mana. Hal ini seperti sabda pertama beliau ketika hijrah ke Madinah,

“اَفْشُ السَّلَامِ وَاِطْعَامُ الطَّعَامِ”

Sebarkanlah salam dan berikanlah makanan”di samping itu, untuk  menghukumi ketidakbolehan yang kedua ini, harus ada nash yang jelas-jelas melarangnya, baik dari al-Quran atau hadis.  Dalam Ushul fiqih, ketika suatu perkara tidak ada nash atau dalilnya, maka bukan berarti suatu perkara tersebut haram atau dilarang. Malah perkara tersebut diperbolehkan, dengan syarat sesuai aturan syariat. Dan sudah pasti tradisi bubur Shafar ini tidak melanggar aturan syariat bahkan melakukan hal yang dianjurkan oleh syariat, yakni sedekah dan menyambung tali silaturrahim.

KONKLUSI:

Tradisi bubur Shafar ini jelas diperbolehkan seperti yang sudah dijelaskan di atas. Dan yang menjadi penggagas tradisi ini jelas bukan Syiah seperti yang dikoar-koarkan oleh mereka. Juga, tradisi ini adalah tradisi yang baik dan sangat dianjurkan oleh syariat, karena dalam tradisi ini banyak mengandung norma agama seperti bersedekah, menyambung tali silaturrahim, dan yang lainnya. Wassalam.

====
Muizzulah/Madinah

Shares:
Show Comments (0)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *