Bahtsul Masail

Pembayaran Fidyah Menggunakan Uang

Deskripsi Masalah

Larangan dalam haji saat ihram adalah memotong rambut. Jika tiga helai rambut dipotong, maka wajib membayar dengan sempurna, yaitu menyembelih satu ekor kambing. Jika hanya satu helai rambut di potong, qaul azhar menyatakan wajib membayar satu mud makanan.

Ketika tidak mampu menyembelih kambing, maka diharuskan mengkrus harga kambing, lalu nilai itu dibelikan makanan setandar zakat, kemudian dibagikan kepada fakir miskin. Orang yang tidak mampu karena lanjut usia atau sakit parah yang tiada harapan sembuh, wajib menggantinya dengan satu mud makanan setiap harinya,untuk di berikan pada fakir miskin. Adapun orang mati yang masih memiliki hutang salat, menurut satu pendapat yang dipedomani sejumlah Ashhâb asy-Syâfi‘I, boleh diganti dengan membayar satu mud.

BACA JUGA: Bersuci dan Shalat Diatas Pesawat

Pertanyaan

  1. Bolehkah membayar fidyah menggunakan uang dalam mazhab Syafii?
  2. Jika tidak boleh, adakah ulama dari mazhab lain yang memperbolehkan?
  3. Terkait dengan pelanggaran haji, adakah qaul yang memperbolehkan pembayaran fidyah dilakukan di luar tanah haram?

Jawaban

  1. Pembayaran fidyah dalam bentuk uang dalam mazhab Syafii tidak diperbolehkan, kecuali pelanggaran menghilangkan satu atau dua rambut, maka boleh dibayar dengan uang, yaitu satu dirham untuk satu helai rambut, atu dua dirham untuk dua helai rambut (1 dirham = 3,17 gram perak).
  2. ,Ada yaitu dalam mazhab Hanafi, dengan catatan tidak terkait dengan penyembelihan yang mencakup zakat, kafarat, zakat fitrah dan nazar. Jika terkait dengan penyembelihan, maka ada pemilahan: a) Jika sebagai jazâ’ush-shaid, maka boleh. b) Jika sebagai hadiah nazar, menurut pendapat yang râjih boleh dan menurut pendapat yang marjûh tidak boleh. c) Jika merupakan kurban atau hadiah, maka tidak boleh.
  3. Jika pembayaran dilakukan di luar Mekkah, kemudian dibelikan, dipotong dan di bagikan di Mekkah maka boleh. Namun jika dilakukan di luar tanah haram dan dagingnya sudah membusuk, maka tidak boleh. Tapi menurut mazhab Maliki tidak harus di Mekkah, dan jika dengan puasa maka boleh dilakukan di mana saja.

Refrensi: 

(حاشيتا قليوبي وعميرة، 6/189), (العناية شرح الهداية، 3/93), (المَجْمُوْعُ شَرْحِ الْمُُهَذَّبِ، 7/500), (مواهب الجليل في شرح مختصر الشيخ خليل،  8/352)

Shares:
Show Comments (0)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *