Annajah Center Sidogiri (ACS) kembali mengadakan mentoring dengan tema ‘Kemaksuman para Nabi’, di lantai dasar gedung al-Ghazali, ruang istirahat guru Aliyah. Pemateri pada mentoring kali ini adalah Ust. Fauzan Imron, salah satu staf pengajar Madrasah Miftahul Ulum (MMU) Aliyah, sekaligus dewan pakas ACS.
“Kemaksuman para nabi sangat penting untuk kita ketahui, karena Wahabi, Liberal dan Syi’ah biasanya mengobok-obok kemaksuman para Nabi.” Ungkap beliau mengawali pembahasan. Menurut beliau, yang paling aneh dalam mengkritisi kemaksuman para Nabi adalah kelompok Syi’ah, karena mereka menganggap seluruh Imam mereka maksum baik secara dzahir dan batin. Sedangkan Nabi hanya maksum dzahirnya saja.
Padahal, Maksud kata maksum secara istilah adalah, mencegahnya Allah terhadap dzahir dan batin Nabi sejak kecil -baik sebelum menjadi Nabi atau sesudahnya- dari pekerjaan yang dilarang, walaupun larangan itu hanya bersifat makruh (tidak berdosa ketika melakukannya).
Demikian juga dengan Wahabi yang mengatakan, Nabi itu maksum setelah menjadi Nabi. Kesalahan-kesalahan seperti dosa besar dan dosa kecil yang fahisah (tercela. Red) memang tidak terjadi pada Nabi, namun jika dosa kecil tersebut ghairu fahisah, maka menurut Wahabi tetap terjadi pada Nabi. Dalil mereka adalah ayat suci al-Quran: وعصى ادم ربه فغوى
Padahal menurut Ahlusunah wal Jama’ah, nash yang secara dzahir menjelaskan bahwa Nabi berbuat dosa harus ditakwil. Selain itu, menurut Ahlusunah wal Jama’ah Nabi Adam itu tidak bermaksiat karena beberapa faktor. Diantaranya adalah:
- Ketika memakan buah khuldi Nabi Adam dalam keadaan lupa, sebagaimana firman Allah dalam al-Quran. Yang mana dalam konteks ini, orang yang lupa tidak terkena taklif.
- Larangan memakan buah khuldi adalah larangan yang berupa Irsyad (Nahyu Irsyad), karena di surga tidak ada taklif.
- Nabi Adam melakukan hal itu atas skenario Tuhan.
Allah telah berfirman dalam al-Quran: اني جاعل في الارض خليفة Jadi walau bagaimanapun Nabi Adam pasti akan turun ke bumi, karena Allah menjadikan Nabi Adam sebagai khalifah di bumi.
“Kita perlu menyampaikan kemaksuman para Nabi, agar orang di luar kita tidak bisa mengada-ngada.” Pungkas beliau, mengakhiri penjelasannya mengenai kemaksuman para Nabi.
______
Penulis: Kanzul Hikam
Editor: Saeful Bahri bin Ripit