Artikel

Setelah Baca Artikel Ini, Masihkah Anda Ingin Ganti Profesi?

Pernah suatu ketika saya merasa salah memilih daerah. Lantaran terlanjur mengikuti program Tahfîdzul-Mutûn, rutinitas lainnya serasa rancu. Sering saya berpikir, bahwa derah penghafal kitab tidak cocok kepada saya yang IQ rendah. Dan mungkin hal itu juga pendapat Anda.

Dilema itu tidak hanya dirasakan saya sendirian. Akan tetapi banyak sahabat saya yang ingin pindah derah, karena merasa tidak cocok dengan daerah asalnya.

Akan tetapi, sebelum memutuskan pindah daerah, simak dulu penjelasan Kak Mir dibawah ini:

Pernah suatu ketika teman bilik berkata, “Karakter saya (yang pemalu, red) ini, yang menuntut saya meninggalkan musyawarah,” atau perkataan teman kelas saya, “Saya tidak bakat jadi penulis!”

Kedua perkataan diatas mewakilkan semua ideologi kebanyakan santri. Yaitu, mengukur kesuksesan dengan karakter dan bakat. Padahal banyak sekali orang sukses yang tidak sesuai dengan karakter aslinya.

Sebagai tamtsil: pada zaman jahiliyyah ketika kekejaman dan kejahiliyahan bertebaran di tanah Arab, ada salah satu orang yang lebih menonjol kekejamannya. Orang yang bertubuh besar ini sangat kejam dan suka judi. Bahkan, ia tega memendam hidup-hidup anaknya sendiri.

Orang besar itu bernama Umar bin Khatthab. Beliau adalah khalifah yang adil dan penyayang. Baginya, daripada melihat rakyatnya menderita, lebih baik dirinya sendiri yang menderita. Bahkan, setiap malam, beliau rela mengontrol rakyatnya dengan memikul karung sendiri. Air matanya sering kali pecah lantaran tidak tega pada rakyatnya yang miskin.

Begitupun dengan Afgan Syah Reza. Sebelum ia terkenal sebagai musisi, dia terkanal pemalu. “Waktu kecil saya jarang sekali ngomomg. Sampai-sampai ditanya guru pun tidak menjawab. Karena pada dasarnya saya pemalu,” begitulah ucapan Afgan saat diwawancarai. Bukankh sifat pemalu bertolak belakang dengan musisi.

Begitupun Abdul Mun’im Idries. Dia adalah dokter forensik ternama di Indonesia. Teman kesehariannya adalha mayat, untuk diotak-atik. Padahal semasa dia menjabat sebagai doker di RS. Cipto Mangunkusumo, dia terkenal orang yang mudah jijik. Sungguh profesi yang berseberangan dengan karakternya.

Samahalnya bintang film Tom Hanks yang dulunya sangat pemalu, tapi kini ia mencintai dunia akting. Atau seperti sang diktator Hitler yang terkenal dengan kekejamannya, tapi di sisi lain dia adalah seniman. (Lebih lengkapnya lihat di buku NO EXCUSE, karya Isa Alamsyah)

Oleh karena itu, sangat tidak mungkin jika kesuksesanmu terhambat oleh karakter. Menyalahkan karakter, sama halnya menyalahkan Tuhan. Karena sifat seseorang adalah aslul-khilqah.

Jika dilihat lebih teliti, kamu dapat menyimpulkan bahwa, karakter manusia sebenarnya sama. Yang membuat berbeda adalah lingkungan. Jika sedari kecil ditakut-takuti dengan hantu, maka menjadi penakut. Begitu sebaliknya. Karakter bukan sesuatu yang permanen. Bisa diubah sesuai keinginan. Tinggal satu kata buat kamu: IKHTIYAR.

Muhammad ibnu Romli/sidogiri.net

Shares:
Show Comments (0)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *