Jika Anda pernah membaca buku Umar Mukhtar, Napak Tilas Jihad Singa Padang Pasir karya Dr. Ali ash-Shallabi, atau pernah melihat film The Lion of the Shert dezert, Anda pasti bertanya, kenapa sosok tua renta seusia Umar Muktar masih gigih dalam berperang?
Memang jauh dari pikiran, kakek-kakek yang berkuda dan bersenjata senapan angin, melawan Fasis Italia yang bersenjata tank dan pesawat tempur. Akan tetapi, tak ada perkara mustahil di dunia ini, selagi memiliki prinsip dan tekad kuat. Begitupun Umar Mukhtar. Beliau memilki prinsip yang perlu digarisbawahi.
Pertama, dalam kitab Hayât Umar Mukhtar dijelaskan, bahwa beliau merasakan muraqabah (pengawasan) dari Allah SWT. Dengan begitu, segala sesuatu yang ia miliki—bahkan nyawa—beliau pertaruhkan di jalan Allah SWT.
Kedua, karena Umar Mukhtar dibesarkan dalam lingkungan as-Sanusiyah, beliau ingin menuntaskan misi as-Sanusiyah. Yakni, menyebarkan risalah Islam, menyampaikan amanah, memberikan peringatan, dan anjuran, serta mengajarkan al-Quran.
Ketiga, dalam melaksanakan agama, beliau tidak mengambil “setengah matang”. Beliau tahu, jika agama diambil secara parsial niscaya akan memperbesar urusan. Dalam kitab Umar Muktar, Hayâtuhu wa Jihâduhu tertera bahwa, setiap tindakan, beliau telah meneliti dengan detail.
Keempat, jihad Umar Mukhtar ditempuh dengan cara ikhlas, tanpa mengharapkan royalti dan popularitas. Sehingga tak sedikitpun ancaman dapat membendung semangat beliau. Oleh karena itu, orang Eropa takjub akan kisah perjalanannya. Sebagaimana yang telah dilansir dalam majalah Times pada tanggal 17 September 1931 M. Dengan judul arikel, Kemenangan Italia tertulis,
“Umar Mukhtar tidak mau menerima pemberian harta dari Italia. Dia telah mempersembahkan sesuatu yang dia miliki di jalan jihad, dan dia hidup di atas amunisi yang diberikan oleh para pengikut setianya.
Dia menganggap semua kesepakatan yang dibuat orag kafir hanyalah tulisan di atas kertas belaka. Banyak orang kagum padanya, berkat kesemangatan yang tulus. Dia merupakan sosok yang terkenal dengan keberaniannya.”
Selain itu itu, John dalam bukunya A History of Libya berkomentar, “Kontribusinya selama sembilan tahun sangatlah besar, mulai dari perang hingga mengorbankan diri. Bagi Umar Muktar, tantangan, pengorbanan dan mati syahid adalah sebuah prinsip mulia.”
Dari itu, kita memahami, betapa penting sebuah prinsip. Kekuatan takkan bisa menjadi penentu kemenangan. Akan tetapi yang menjadi “wasit kemenangan” hanyalah prinsip. Dengan alasan apanpun, prinsip tetap berada di garda terdepan.
Muhammad ibnu Romli/sidogiri.net
This is a superb news intended for bloggers. It opens entry to a large spectrum of people who find themselves finding the place to approach their fears. With your current theme, I can gain a visibility My organization is having now. Thanks for this informative article, I learned a lot!