
Puncak acara Silaturrahim Nasional (Silatnas) ke-6 sukses terlaksana, Senin (27/11/1443). Acara yang bertempat di Lapangan Baru Pondok Pesantren Sidogiri ini menuai banyak perhatian, terutama antusiasi alumni dan Sidogirian. Pasalnya, acara yang bertujuan untuk menyambung hati para alumni ini hanya digelar 5 tahun satu kali.
Khatmil Quran 12.000 Sidogirian menjadi pembuka acara pada pagi hari itu. Pukul 08.00 WIB. Panitia Silatnas meminta Mas H. Sholeh Abdul Haq untuk membuka Khatmil Quran dengan pembacaan surah Fatihah. Gemuruh lantunan ayat suci bersahutan di seluruh penjuru. Setengah jam kemudian KH. Hasbulloh Mun’im Kholili diminta untuk memimpin doa Khatmil Quran masal ini.
Giliran Tim Salawat dan Tim al-Quran Silatnas ke-6 unjuk tampil. Suara merdu mereka berhasil menyentuh hati para penonton. Saking merdunya, tak jarang terdengar lengkingan lafal Allah di tengah-tengah mereka. Pelantunan Lagu Indonesia Raya dan Mars Sidogiri membikin acara semakin semarak, ditambah instruksi dari Panitia Silatnas kepada seluruh massa agar berdiri secara serentak.
Sementara itu, di tempat VIP tampak KH. Fuad Noerhasan, Habib Taufiq bin Abdul Qodir, KH. Rojih Ubab Maimoen, Syekh Mohamed Abouelmagd Baghat Abdelmonem, serta tokoh-tokoh besar lainnya. Hadir pula Koordinator IASS dan Ketua PP-IASS, Mas d. Nawawy Sadoellah dan Mas Achmad Sadulloh.

Dalam perhelatan kali ini, video tentang filosofi dan makna logo Silatnas ke-6 turut memeriahkan rentetan acara yang sempat tertunda karena Pandemi Covid-19 ini. Logo tersebut merupakan karya Mas Dwy yang didesain oleh Pak Ali Hafiz.
Selanjutnya, ada tiga sambutan tokoh Sidogiri yang berisi pesan dan nasihat untuk para Sidogirian. Pertama, Ust. Alil Wafa memberi pesan, bahwa santri sejati punya jati diri, tidak butuh untuk diapresiasi atas semua jasa dan kontribusi. “Semata bukan tujuan duniawi, tetapi mengguncang motivasi ukhrawi, dan yang terpenting demi mendapat barakah Masyayikh Sidogiri. Inilah saatnya para santri membuat bukti, bukan hanya janji,” ujar Ketua Silatnas ke-6.
Kedua, beberapa wejangan Mas Dwy kepada santri agar sadar diri akan posisi. Jika ia menjadi orang baik maka secara otomatis akan menjadi musuh bagi mereka yang jahat. “Jangan sampai santri hanya menjadi gerombolan bersarung yang mengandalkan aksesoris belaka,” pesan Mas Dwy. “Kami adalah kaum santri. Jika ada yang berani mengusik, maka kalian akan melihat dada kami, bukan punggung kami,” lanjut beliau.

Sedangkan Mas Achmad Sadoellah menyampaikan tentang perkembangan IASS. Di antaranya pelantikan Pengurus Wilayah Khusus—di antaranya Mesir, Yaman dan Arab Saudi—yang dilakukan baru-baru ini. Beliau berpesan kepada santri agar tidak memanfaatkan Sidogiri untuk kepentingan pribadi.
Usai tiga sambutan, acara berlanjut ke sesi mauizah oleh Habib Taufiq bin Abdul Qadir as-Segaf. Cuaca yang sempat panas, mendadak teduh di saat Habib Taufiq memberi wejangan. Kemudian disusul pembacaan Senandung Kiai serta Puisi yang berhasil meneteskan air mata alumni, Sidogirian dan simpatisan karena merasa rindu kepada sosok K.H. Ahmad Nawawi bin Abd Djalil.

Dalam acara Silatnas kali ini sangat tampak antusias serta militansi dari para Sidogirian. Arus manusia terus masuk menuju lokasi acara sejak jam 08:00 hingga 10:00 WIB, sehingga tempat yang disediakan pun tidak cukup untuk menampung mereka. Meski demikian, hal yang paling mencolok dari mereka adalah kesemangatan. Terbukti mereka rela panas-panasan demi tetap mengikuti acara ini.
Memasuki waktu Zuhur, acara masih terus berlanjut. Kali ini, K.H. Rojih Ubab Maimoen dari Sarang memberi wejangan. Sebagai penutup, acara diakhiri dengan pembacaan doa oleh Pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri, K.H. Fuad Noerhasan.
Penulis: Iwanulkhoir
Editor: Nur Hudarrohman