“Kita ingin mengenang kembali peristiwa-peristiwa yang luar bisa itu! Itu akan menanamkan semangat ke dalam diri kita untuk meniru. Kita perlu meniru teladan dari para kiai dalam hal ilmu, akhlak, ibadah dan perjuangan. Tokoh utama yang ingin kita tiru adalah Rasulullah SAW,” tegas Sekretaris Umum Pondok Pesantren Sidogiri dalam sambutan pada acara Peringatan Hari Santri Nasional (HSN) 2024 di Pondok Pesantren Sidogiri.
Terkait Hari Santri Nasional, Sekum Pondok Pesantren Sidogiri, Ust. H.A. Saifullah Naji menyampaikan bahwa HSN diperingati setiap tanggal 22 Oktober, mengambil momen Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh K.H. Hasyim Asy’ari. Saat itu, Pendiri Pondok Pesantren Tebuireng tersebut berfatwa dan berseru kepada para kiai, santri dan kaum muslimin untuk melakukan perlawanan terhadap sekutu dan Belanda. Mereka datang untuk menjajah kembali Indonesia yang baru beberapa bulan memproklamirkan kemerdekaan.
Ust. Saifullah Naji mengisahkan, dari fatwa ini timbullah perlawanan-perlawanan yang akhirnya meletuskan pertempuran dahsyat di Surabaya pada 10 November 1945 M yang dipimpin oleh Bung Tomo. “Bung Tomo yang dikenal dengan teriakan Allahu Akbar-nya,” terang pria yang sekaligus mengajar di MMU Aliyah Pondok Pesantren Sidogiri ini.
Beliau menyampaikan bahwa Resolusi Jihad merupakan wujud kecintaan santri, kyai dan para ulama terhadap tanah air kita dalam mengusahakan kemerdekaan Republik Indonesia. Mewakili Pengurus Pondok Pesantren Sidogiri, Ust. Saifullah Naji menyampaikan, “Peringatan HSN ini untuk berterima kasih kepada para pejuang yang telah mengalirkan darahnya, mengorbankan nyawanya untuk kepentingan dakwah Ahlussunnah Wal Jamaah di Indonesia dan kemerdekaan Indonesia”.
Selain itu, beliau menyampaikan bahwa momen ini juga untuk meneguhkan kembali kontribusi santri terhadap perjuangan agama dan perjuangan di dalam berbangsa dan bernegara. Musuh santri hari ini tidak kalah berbahaya dengan orang yang bersenjata. “Memang bukan orang yang bersenjata, tetapi dalam bentuk informasi dan berita-berita yang bisa merusak pemikiran, akidah, kekhusyuan dan ibadah kita. Itu merupakan musuh yang luar biasa bagi kita pada zaman ini,” tegasnya.
Beliau menambahkan, musuh ini tetap membiarkan tubuh kita bugar, tapi hati kita mati, membiarkan tubuh kita sehat, tetapi iman kita sakit. Oleh karenanya, para santri harus hati-hati dan waspada. “Untuk selamat, kita harus memiliki ilmu yang mumpuni dan iman yang kuat, sehingga 2 pilar ini dapat menjadi filter bagi kita,” tegasnya.
Pengurus berharap agar 2 pilar itu dapat menjadi pegangan bagi para santri. “Kita bisa tahu ini benar, ini tidak. Ini perlu dibaca, ini tidak. Ini Aswaja, ini bukan aswaja, dan seterusnya. Sehingga kita bisa menyaring informasi-informasi yang kita baca.,” imbuhnya.
Penulis: Fahmi A.
Editor: Nur Hudarrohman