Seorang murid bisa memahami apa yang disampaikan oleh gurunya, bisa cepat faham akan keterangan gurunya, dapat menangkkap keterangan gurunya dengan baik dan sempurna, jika gurunya oleh Allah Swt direstui atau diridhoi oleh Allah I dalam menyampaikan. Dengan artian guru dalam menyampaikan ilmunya dia tidak kerepotan, mudah, tanpa kendala dan lisannya seakan seperti ada yang menggerakkan.
Sedangkan guru yang tidak di restui oleh Allah Swt untuk menyampaikan kepada muridnya, maka apa yang disampaikan sulit untuk difaham, sebab hatinya sang guru terutup oleh satu masalah, yakni sesuatu selain Allah Swt. Kebanyakan hatinya selalu inkar, selalu menolak pada pendapatnya sendiri.
Dalam kitab Syarhul Hikam Imam Abu Abbas al-Mursi berkata; “ucapan orang yang diizini oleh Allah Swt keluar dengan pakaian yang bagus dan berhias. Sedangkan ucapan orang yang tidak diizini oleh Allah Swt ucapannya menutupi cahaya hati”.
Dari perkataan Imam Abu Abbas al-Mursi, bisa diambil pemahaman, bahwa apa yang dikatakan seorang walinya Allah I kepada muridnya, yang berupa rahasia-rahasia Allah yang tidak dijelaskan kepada orang lain, seperti situasi di langit ketujuh atau semacamnya, itu bukan karena dia membuka rahasia Allah Swt dan mempromosikan kepada orang lain agar jadi kiai yang laku dan pandai meramal. Akan tetapi karena tidak kuat menahan apa yang ada di dalam hatinya, sehingga keluar dengan sendirinya.
Terkadang walinya Allah dalam mengungkapkan rahasia Allah Swt kepada muridnya ada dua bagian, Pertama, dirinya memliki ilmu yang sangat banyak, sampai tidak mampu lagi untuk menampungnya, sehingga ilmu itu keluar dengan sendirinya dalam keadaan terpaksa. Sebagaimana kita menuangkan air yang banyak pada wadah yang kecil. Dengan sendirinya air itu keluar disebabkan wadahnya terlalu kecil dan banyaknya air yang dituangkan. Dalam ilmu tasawuf orang yang seperti ini dikenal dengan istilah ‘orang yang yang baru memulai suluk kepada Allah Swt (Min Ahli Bidayah).
Kedua, karena untuk menyebarkan, memberi dan mengajarkan kepada muridnya, sekalipun hatinya masih luas dan masih banyak tempat yang kosong. Maka orang yang seperti ini memiliki kewajiban untuk menyebarkan ilmunya, memberikan petunjuk dan arahan kepada orang lain. Dalam ilmu tasawuf kita kenal dengan istilah golongan yang sudah terbiasa dan sudah maher suluk kepada Allah Swt (Min Ahli Nihayah).
/Tafaqquhat