Artikel

Bagi Zaman, Santri Sudah Terlalu Maju

Apakah santri itu kolot? Sebelum menjawab, pahami dulu karakter santri itu seperti apa.

Santri memiliki prinsip tersendiri, yang menurut hemat saya jarang sekali dimiliki yang lain. Prinsip unik itu ialah:

المحُاَفَظَةُ عَلَى القَدِيْمِ الصَالِحِ وَالأَخْذُ باِلجَدِيْدِ الأَصْلَحِ

“Menjaga tradisi terdahulu yang baik, serta mengambil hal baru yang lebih baik.”

Jadi, jika hanya melihat cara pembelajarannya, yang itu-itu saja, dan tirakatnya yang tak jauh beda dengan yang dulu, memang santri terlihat kolot. Namun, pantaskah kita memvonis seseorang yang menjaga tradisi itu kolot, tanpa melihat sisi yang lain? Tentu tidak! Andaikan iya, maka semua orang di dunia ini kolot!

Kaedah yang menjadi “pakaian” keseharian santri tidak sebatas menjaga tradisi, tetapi mengaplikasikan perkara baru yang lebih baik. Kaum sarungan tidak anti kemajuan, tetapi juga tidak alergi perkara lawas.

Sebelum lanjut perihal santri dan kemajuan, benahi dulu cara pandang Anda sekalian perihal kemajuan. Bila Anda mengukur kemajuan dengan arti: selangkah lebih baik, jangan hanya mengukur kemajuan dengan sesuatu yang baru saja. Belum tentu sesuatu baru itu merupakan hal yang baik.

Dari itulah, santri pantang memakai hal baru, selagi hal itu belum jelas baik, dan lebih baik dari yang dulu. Santri lebih memilih sesuatu yang sudah terjamin “barangnya”, dari pada “membeli” produk baru yang belum jelas kualitasnya.

Karakter semacam inilah, yang diperlukan pada era millenial ini. Dengan merebaknya “hal baru”, harus bisa memilih dan memilah mana yang layak diambil, mana yang harus ditinggalkan. Jangan hanya ikut arus. Juga, jangan sampai melawan arus.

Tentu, dari tulisan ini, sangat jelas bagi kita bahwa santri, itu lebih maju ketimbang zaman. Yang bisa mengatur, “hal baru” yang perlu dikembangkan, dan dihentikan. Beda jauh dengan mereka yang tertinggal zaman, yang kerjaannya senantiasa mengejar zaman. “Takut ketinggalan,” katanya!

Oleh: Muhammad ibnu Romli, Sidogiri.Net

Shares:
Show Comments (3)

3 Comments

  • Mohammad Syaif Aqil Al Aziz
    Mohammad Syaif Aqil Al Aziz
    21 Desember 2022 at 3:12 pm

    Alhamdulillah

    Reply
  • Imam sururi
    Imam sururi
    12 Februari 2023 at 6:24 am

    Alhamdulillah saya setuju sekali dg koidah santri itu tapi menurut saya qoidah itu selagi tidak bertentangan dg dasar pokok yakni Alquran dan hadist

    Reply
  • Imam sururi
    Imam sururi
    12 Februari 2023 at 6:32 am

    Sebab kita juga di tuntut untuk ikut syariatnya rosulullah SWT
    Sebab banyak amaliyah amaliyah yang kita alami justru malah merusak amaliyah yang lain tapi kita tidak terasa
    Satu contoh dg adanya amaliyah terdahulu yang kita jaga terus padahal malah merusak amaliyah yang di syariat kan Allah SWT
    Satu contoh kebanggaan orang NU adalah acara tahlilan padahal malah merusak ibadah yang lain yang biasanya adalah sholat isya di masjid kosong adan sudah gak ada dan sholat qobliyah isya gak ada mengutamakan tahlilan dan makan makan
    Dan sebenarnya banyak mudharat yang lain banyak

    Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *