Salah menggunakan pepatah, salah juga hasilnya. Sebab, setiap perkara pasti memiliki tempat. Begitu pula kalam hikmah.
Sesuatu yang baik, jika ditempuh dengan perkara jelek, akan menjadi jelek. Dengan kata lain plus (+) ditambah minus (-) hasilnya minus (-). Hal inilah yang dimaksud dalam salah satu rumusan fikih (baca: qa’idah fiqh), idza ijtama’a al-halâl wal-harâm ghuliba al-harâm, jika hal positif dan negatif berkumpul, maka maka hasilnya negatif.
Begitupun dalam kalam hikmah. Meskipun pepatahnya benar, tapi salah menempatkannya, maka hal itu tetap dianggap salah.
Hadis menerangkan ‘tamu adalah mayat’, tidak cocok jika dipakai oleh tuan rumah. Begitupun tentang ‘tamu bagaikan raja’, tidak pas jika digunakan oleh tamu. Belajar menempatkan perkataan pada tempatnya, adalah sebuah pintu menuju kebahagiaan. Mengingat, sebagus apapun kata mutiara, tapi tak ditempatkan pada semestinya, akan menjadi senjata makan tuan.
Untuk itu, jangan heran jika setiap kalam hikmah memiliki muqâbil tersendiri. Perlawanan itu bukanlah kesalahan dari qâ’il. Akan tetapi, dua kata yang sepertinya kontradiksi, memiliki perbedaan situasi dan kondisi. Sehingga, setiap meresapi kalam hikmah, kita harus mengetahui asbâbul-wurûd-nya terlebih dahulu.
Salah satu pepatah yang sering disalahgunakan adalah, “Menghormati yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda.” Mayoritas orang tua lebih dominan memakai kalimat, “menghormati yang lebih tua”. Sedangkan kaum muda memakai, “menyayangi yang lebih tua”.
Keterbalikan itulah yang menyababkan sekelompok masyarakat hancur; kaum muda memaki orang dewasa karena “sok tua”; kaum tua memarahi pemuda karena “tak punya akhlak”.
Dari sinilah timbul perpecahan dan permusuhan, yang mana hal itu perbuatan yang sangat dicela oleh seantero negeri. Demi meredakan gejolak tersebut, muncullah pepatah, sé tóah jhé’ wah-matóah, sé kana’ je’ na’ makana’. Yang tua jangan sok tua, yang muda jangan sok muda.
Saya teringat, sebuah tulisan yang tertempel di setiap tong sampah, “Buanglah sampah pada tempatnya”. Saya merenung sejenak, seandainya orang menyadari, bahwa salah menempatkan kalam hikmah adalah ‘sampah’, niscaya akan dibuang jauh-jauh. Dengan begitu, secara otomatis, kehidupan ini aman dan bersih permusuhan.
Karena itulah, bagi yang belum merasa, tempel di jidat masing-masing, “BUANGLAH TEMPAT PADA SAMPAHNYA”.
Muhammad ibnu Romli | sidogiri.net
[…] Baca Juga: Buanglah Tempat pada Sampahnya […]