Hikayat

Perang Buhran, Perebutan Tambang yang Tidak Berujung Perang

Latar Belakang Perang Buhran

Perang Buhran terjadi pada bulan Rabiul Akhir tahun ke-3 Hijriah (H). Perang ini dipimpin oleh Rasulullah Muhammad SAW dengan kekuatan 300 pasukan Muslim. Tujuan utama dari ekspedisi ini adalah untuk melawan suku Quraisy yang bersekutu dengan kabilah Bani Sulaim, yang pada saat itu dianggap sebagai ancaman bagi komunitas Muslim di Madinah.

Salah satu faktor yang mendorong terjadinya perang ini adalah keinginan untuk merebut kontrol atas tambang yang dikuasai oleh al-Hujjaj bin ‘Iladz al-Bahdzi, yang merupakan tokoh penting dari suku Quraisy. Tambang ini menjadi penting karena sumber daya alamnya yang melimpah, yang dapat mendukung kekuatan ekonomi dan militer.

Selama Rasulullah memimpin pasukan, beliau meninggalkan Abdullah bin Ummi Makhtum sebagai pemimpin di Madinah. Ini menunjukkan strategi kepemimpinan yang cermat, di mana Rasulullah memastikan bahwa kota Madinah tetap dalam pengawasan meskipun beliau sedang dalam misi militer.

Buhran terletak di lembah Furu’, sekitar 180 km dari Mekah dan 160 km dari Madinah. Kawasan ini kini dikenal sebagai lokasi yang memiliki tambang emas, dan merupakan titik strategis antara dua kota suci, Mekah dan Madinah. Letak geografis yang strategis ini memberikan keuntungan dalam hal mobilitas pasukan.

Meskipun ekspedisi ini dipersiapkan dengan matang, tidak terjadi pertempuran langsung. Musuh, yaitu suku Quraisy, memilih untuk mundur dan tidak melawan. Hal ini menunjukkan bahwa strategi Rasulullah dalam menggerakkan pasukannya mampu menimbulkan efek psikologis yang signifikan pada lawan.

Setelah beberapa hari berada di Buhran, Rasulullah dan pasukannya kembali ke Madinah pada bulan Jumadal Ula tahun yang sama.

Situs Bersejarah

Terdapat beberapa situs bersejarah di kawasan yang pernah disinggahi oleh Rasulullah saat perang Buhran:

  1. Al-Masjidil A’la: Terletak di desa Abu Dhaba’, masjid ini berada sekitar 120 km selatan Madinah. Masjid ini menjadi tanda penting dari perjalanan Rasulullah di kawasan tersebut.
  2. Masjid al-Asfal dan al-Burud: Kedua masjid ini ditandai dengan tumpukan batu. Masjid al-Burud terletak di desa al-Mudhiq, di Provinsi Wadi al-Fara. Masjid ini dikenal di Gunung Wadi al-Gharb, yang merupakan salah satu lembah yang mengalir ke Wadi al-Mudhiq. Aliran sungainya berasal dari utara menuju selatan, dan bermuara di lembah besar yang memisahkan al-Quwaibil, dan al-Mudhiq. Ini adalah masjid ketiga yang didirikan oleh Nabi Muhammad SAW di Wadi al-Fara’.
  3. Gunung Muqammal: Setibanya di Madinah setelah perang, Rasulullah shalat di Gunung Muqammal, yang kini terdapat masjid yang juga berupa tumpukan batu, yang masih ada hingga saat ini.
  4. Masjid Al-Akmah terletak di tepi aliran Sungai Al-Barid di hulu Wadi Al-Gharb, yang merupakan salah satu anak sungai dari Wadi Al-Fara. Beliau shalat di masjid yang berada di bawah bukit (al-Masjid al-Asfal), kemudian menghadap ke arah Wadi Al-Fara dan berdoa di sana

Perang Buhran menjadi salah satu peristiwa penting dalam sejarah awal Islam, yang tidak hanya menyoroti aspek militer, tetapi juga menunjukkan kemampuan Rasulullah dalam merencanakan dan memimpin. Meskipun tidak terjadi pertempuran, ekspedisi ini menunjukkan dampak psikologis dan strategis yang signifikan terhadap suku Quraisy. Keberadaan situs-situs bersejarah yang terkait dengan peristiwa ini terus menjadi pengingat akan perjalanan Nabi dan perjuangan awal umat Islam.

(Sirah an-Nabawiyah, Ibnu Hisyam, Juz II, hlm. 425)

#Sidogiri

#Historia

h

Shares:
Show Comments (0)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *