ArtikelUnggulan

Ahli Agama Plus Ahli Maksiat: Penyebab, Dampak, serta Solusi

Dikisahkan bahwa Syekh Barshisha adalah sosok yang terkenal agamis dengan keistikamahan ibadah selama tujuh puluh tahun. Tidak pernah bermaksiat sedikit pun. Di sisi lain, Iblis tidak menyukainya dan mencoba membawa Barshisha masuk ke dalam perangkapnya.

Banyak cara yang telah dikerahkan Iblis untuk menghasut Barshisha agar terjerumus ke jurang kegelapan. Singkatnya, cara terakhir yang digunakan ialah dengan tipu daya wanita. Barshisha terkesima dan melakukan zina hingga menghamilinya. Karena itulah, Barshisha diadili dan dibiarkan sekarat oleh keluarga wanita tersebut.

Saat kondisi sekarat itu juga, Barshisha menyesali dan ingin minta solusi. Iblis pun memberinya solusi dengan sujud padanya. Meski awalnya enggan, ia pun akhirnya sujud pada Iblis, dan dengan inilah ia menutup hidupnya dengan su’ul-khatimah. Kisah tersebut ditulis juga oleh al-Baghawi dalam kitab Tafsir al-Baghawi.

Secara tidak langsung, kisah ini menyampaikan pesan pada kita bahwa ahli agama pun bisa goyah keimanannya di hadapan Iblis dan hawa nafsu. Iblis dan antek-anteknya akan selalu memperalat hawa nafsu sebagai perangkap dalam menjerumuskan ahli agama dalam kubangan maksiat, dengan cara memperlihatkan hal-hal yang menggiurkan secara kasat dzahir, seperti harta, tahta, dan wanita. Lalu, hawa nafsu itu kemudian bergejolak dan menyebabkan hati tidak stabil. Pada kondisi seperti inilah, ahli agama rentan mencoba menuruti keinginan hawa nafsu. Lambat laun, percobaan itu berubah menjadi kebiasaan yang membikin candu.

Nafsu ini, akan menutupi akal dan ilmu seorsang ahli agama sehingga ia tidak memikirkan akibat dari maksiat yang dilakukan sebagaimana yang disampaikan oleh Syekh Ibnu Ajibah dalam al-Umdah fi Syarhil-Burdah.

Jika hal ini terus dilakukan secara aktif dan masif maka akan memberikan dampak negatif yang sangat besar terutama pada masyarakat, sebab tokoh agama adalah panutan dan harus jadi suri tauladan. Jika panutannya berbuat maksiat, maka sedikit demi sedikit, masyarakat akan mengikutinya. Puncaknya, maksiat bisa dianggap lumrah dan wajar. Inilah salah satu fitnah yang dimaksud oleh Syekh Burhanuddin dalam syairnya yang termaktub dalam Taklimul-Mutaallim,

فَسَادٌ كَبِيْرٌ عَالِمٌ مُتَهَتِّكُ # وَأَكْبَرُ مِنْهُ جَاهِلٌ مُتَنَسِّكُ
هُمَا فِتْنَةٌ فِي الْعَالَمِيْنَ عَظِيْمَةٌ # لِمَنْ بِهِمَا فِيْ دِيْنِهِ يَتَمَسَّكُ

“Alim pelaku maksiat bisa menimbulkan kerusakan yang parah. Lebih parah lagi, ditimbulkan oleh orang bodoh ahli ibadah. Keduanya, fitnah besar di alam semesta bagi orang yang berpegang pada keduanya.”

Adapun dampak negatif untuk ahli agama sendiri ialah nama baik kesalihannya tercoreng, tidak mendapat kepercayaan dari masyarakat, serta mendapat siksaan akhirat sebelum para penyembah berhala. Sebagaimana sabda Rasulullah:

الرَّبَّانِيَّةُ أَسْرَعُ إلَى فَسَقَةِ الْقُرَّاءِ مِنْهُمْ إلَى عَبَدَةِ الْأوْثَانِ

“Malaikat Rabbaniyah lebih bersegera menyiksa para ahli qiraah yang fasik ketimbang penyembah berhala.”

Mengenai hal ini, alasan seperti yang disampaikan oleh Imam ar-Ramli dalam kitab Ghayatul-Bayan Syarh Zubad ibn Ruslan, karena orang alim sudah mengetahui hukum keharaman maksiat, sementara penyembah berhala tidak mengetahui hukumnya.

Syekh Ibnu Ajibah memberi solusi agar dapat berhenti secara perlahan dari perbuatan maksiat:

وَلِذلك يَنْبَغِيْ أَنْ يَمْنَعَ مِنْ مُصَاحَبَةِ الْأَشْرَارِ وَقُرَنَاءِ السُّوْءِ لِأنَّ الطَّبَاعَ تُسْرَقُ وَالْأخْلاقَ تُكْسَبُ

“Oleh karena itu, sebaiknya pelaku maksiat mencegah berbaur dengan orang jelek dan teman yang buruk, karena karakter bisa dicuri perlahan sebagaimana akhlak bisa dicari.”

Itulah mengapa Rasulullah menganjurkan untuk mulazamah dengan orang dewasa dan orang yang berilmu, seperti hadits shahih riwayat Imam ath-Thabrani;

جَالِسُوْا الْكُبَرَاءَ وَسَائِلُوْا الْعُلَمَاءَ وَخَالِطُوْا الْحُكَمَاءَ (حديث صحيح رواه الطبراني)

“Duduklah bersama orang dewasa, bertanyalah kepada ulama, dan berbaurlah dengan ahli hikmah.”

Hubabah Ummu Ibrahim binti Abdullah Mahfudz al-Haddad menegaskan bahwa tiga sosok ini memberi pengaruh yang signifikan. Bertanya kepada ulama akan memberi pahala dan ilmu agama, duduk bersama orang tua bisa mendorong seseorang untuk zuhud dari dunia, dan berbaur dengan ahli hikmah bisa meningkatkan kualitas bersyukur dan menjauhkan dari dosa, seperti yang telah dituliskan dalam kitabnya, Tuhfatun-Nazhirin Syarh Mukhtatur Hadis lil-Mubtadiin.

Walhasil, akar penyebab ahli agama yang candu bermaksiat, ialah minim penerapan ilmu agama sehingga terpengaruh dengan hawa nafsu yang merupakan perangkap iblis dan antek-anteknya. Salah satu solusinya ialah memalingkan nafsu tersebut dari maksiat dengan sibuk berbuat baik dan mulazamah dengan orang-orang shalih. Jika tidak ada solusi maka akan memberi dampak negatif yang sangat besar. Wallahu-A’lam.

Penulis: Imam Rohimi
Editor: Fahmi Aqwa

Shares:
Show Comments (0)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *