Artikel

Keterpurukan Dan Tanggung Jawab kita

Barat adalah kiblat kekuatan Dunia. Barat juga tempat kejahatan akhlak. Bukan hanya orang yang ada di dalamnya, tapi mereka juga mengirim ke Negara lain, termasuk Negara kita, khususnya umat Islam. Bagaimana mereka berencana melakukan itu? Metode dan sistem apa yang mereka gunakan? Sedikitnya tergambar dalam tulisan ini.

Kebanyakan pikiran yang merusak Islam dan sejarah kaum muslimin tidak lain dan tidak bukan adalah dampak dari Misionaris, Orientalis dan Imperialis (penjajah) yang memusuhi Islam. Mereka datang membawa tas yang di dalamnya disiapkan seperangkat ajaran yang tertulis dan tidak tertulis dengan berbagai kepentingan.

Ada juga yang mempelajari ihwal Islam dan menjalankan tugasnya. Mereka merusak dari segi akidah, ibadah dan akhlak. Mereka juga mengelabuhi dan mempengaruhi kita agar jatuh ke dalam lembah kesyirikan. Ini dimaksudkan untuk membuat pikiran pemuda pemudi bergantung pada pemikiran palsu mereka. Hasilnya akan timbul rasa cinta terhadap apa yang mereka bawa yang berupa perkara yang kontradiksi dengan risalah Islam, memecah belah kaum muslimin antar suku dan kelompok sehingga terpisah secara lahir dan batin. Akibatnya tidak ada lagi kasih sayang dalam hati, terlepasnya ikatan keagamaan dan pasti kerusakan moral.

Bukan Kerusakan, Tapi Lupa Diri

Jika kita meneropong umat sekarang, ternyata tidak seperti umat yang tergambar dalam al-Quran yang menyeru amar makruf nahi munkar:

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”. (QS.al-Imran;[03]:110).

Muslim sekarang tidak menyeru untuk berbuat makruf dan tidak melarang munkar. Malah ia melihat makruf sebagai munkar dan melihat munkar sebagai makruf. Lebih dari itu, ia menyuruh orang berbuat munkar dan mencegah berbuat makruf, sehingga terjadi fitnah yang membuat intelektual muslim kebingungan.

Sebab itulah muslim masa kini sudah bukan umat satu lagi yang seperti digambarkan Allah:

“Sesungguhnya (agama Tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku”. (al-Anbiya’;[21]:92).

Malah muslim sekarang menjadi ragam umat di mana yang satu memusuhi yang lain. Ringkasnya dapat dikatakan bahwa umat sekarang telah melupakan Allah, lalu Allah melupaka dia.

 

وَلَا تَكُونُواْ كَٱلَّذِينَ نَسُواْ ٱللَّهَ فَأَنسَىٰهُمۡ أَنفُسَهُمۡۚ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡفَٰسِقُونَ ١٩

“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik” (QS.al-Hasyr;[59]:19).

Tanggung Jawab Siapa?

Siapa yang bertangung jawab atas kehancuran yang memporak-porandakan umat, sehingga tidak berdaya tampil ke dapan untuk menunaikan tugas yang dibebankan kepada kita? Penulis di sini tidak ingin menunjuk hidung sehingga saling menyalahkan individu, tapi hanya ingin mengetahui dari mana asal mula kerusakan umat, agar kita dapat menyumbat kebocoran, mengobati penyakit dan membasmi tempat bersarangnya penyakit.

Apakah pertanggungjawaban itu memang di bebankan kepada pemerintah? Memang pertanggungjawaban atas kesalahan yang menjerumuskan kita terletak di pundak penguasa, karena bangsa kita terutama kaum muslimin banyak menderita akibat ulah pemerintah, seperti korupsi dan keputusan yang tidak adil. Sehingga wajarlah kalau mereka menimpakan banyak kesalahan dan dosanya kepada mereka.

Memang tidak diragukan lagi bahwa para penguasa menerima beban yang begitu besar dari apa yang kita derita ini. Tapi yang jelas penguasa pada umumnya sama saja dengan warganya, karena merupakan lambang keadaan masyarakat. Seperti yang disebutkan dalam hadis:

“Seperti halnya keadaan kamu, maka Allah mengangkat penguasa atas kamu”. (HR. Ad-Dailami).

Selain itu, tanggung jawab Ulama yang tidak dapat menunaikan tugasnya dengan baik dalam menyebarkan agama Allah. Ada juga diantara mereka yang menjadikan ilmu agama sebagai budaknya politik dan menjadikan dirinya mufti sesuai permintaan dan sponsornya.

Juga tanggung jawab bangsa dan masyarakat, karena ini beban bersama, masing-masing memikul tanggung jawab sebatas kemampuan yang dimiliki. Tanggung jawab si alim lebih besar daripada si jahil. Tanggung jawab penguasa lebih berat daripada rakyat jelata, karena semua akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dibebankan padanya.

Islam tidak mengenal satu kelas khusus dalam masyarakat dengan istilah ‘orang agama’ yang akan mempertanggungjawabkan segalanya. Tetapi ia akan mempertanggungjawabkan semua pribadi muslim secara bersama-sama tentang kewajiban kepada Allah dan syariatnya.

/Tafaqquhat

Shares:
Show Comments (0)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *