MESKI hari Natal umat Kristiani telah lewat beberapa hari, namun polemic di masyarakat, khususnya di jejaring social masih nampak terasa. Peristiwa seperti ini terjadi hampir setiap tahun. Setiap kali dijelaskan, masih juga banyak orang mempertanyakannya kembali.
Sebelum menjelaskan hukum ucapan Selamat Natal, ada beberapa pertimbangan yang perlu dipikirkan;
Pertama, ucapan selamat biasanya diucapkan ketika seseorang bersuka cita atau menerima kesenangan yang dibenarkan dalam agama seperti ketika Hari Raya Idul Fitri, kelahiran anak, pernikahan dan lain-lain. Hal ini seperti kita baca dalam kitab Wushul al-Amani fi Ushul al-Tahani, karya al-Hafizh Jalaluddin al-Suyuthi, dalam himpunan kitabnya al-Hawi lil-Fatawi juz 1.
Kedua, ucapan selamat juga diucapkan ketika seseorang bersuka cita karena menerima kenikmatan atau terhindar dari malapetaka, seperti dikemukakan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Aqalani dalam kitabnya, Juz’ fi al-Tahni’ah bil-A’yad. Dalam konteks ini beliau berkata:
يستدل لعموم التهنئة لما يحدث من النعم او يندفع من النقم سجود الشكر لمن يقول به وهو الجمهور ومشروعية التعزية لمن أصيب بالإخوان. (الحافظ ابن حجر، جزء في التهئة في الأعياد، ص 46).
“Keumuman ucapan selamat terhadap kenikmatan yang terjadi atau malapetaka yang terhindar menjadi dalil sujud syukur bagi orang yang berpendapat demikian, yaitu mayoritas ulama dan dianjurkannya bertakziyah bai orang-orang yang ditimpa malapetaka.” (Al-Hafizh Ibnu Hajar, Juz’ fi al-Tahni’ah fil-‘Id, hal. 46).
Ketiga, para ulama menganggap Hari Raya non Muslim, bukan termasuk Hari Raya yang baik dan mendatangkan kebaikan bagi umat Islam. Dalam konteks ini al-Hafizh Jalaluddin al-Suyuthi berkata dalam kitabnya al-Amru bil-Ittiba’ wa al-Nahyu ‘anin al-Ibtida’ sebagai berikut:
ومن البدع والمنكرات مشابهة الكفار وموافقتهم في أعيادهم ومواسمهم الملعونة كما يفعله كثير من جهلة المسلمين من مشاركة النصارى وموافقتهم فيما يفعلونه في خميس البيض الذي هو اكبر اعياد النصارى (الحافظ جلال الدين السيوطي، الأمر بالاتباع والنهي عن الابتداع ص 141).
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka selayaknya ucapan selamat natal dihukumi haram dan harus dihindari oleh umat Islam. Dalam konteks ini, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah al-Hanbali berkata:
وأما التهنئة بشعائر الكفر المختصة به فحرام بالاتفاق مثل أن يهنئهم بأعيادهم وصومهم فيقول عيد مبارك عليك أو تهنأ بهذا العيد ونحوه فهذا إن سلم قائله من الكفر فهو من المحرمات وهو بمنزلة أن يهنئه بسجوده للصليب بل ذلك أعظم إثما عند الله وأشد مقتا من التهنئة بشرب الخمر وقتل النفس وارتكاب الفرج الحرام ونحوه … وإن بلي الرجل بذلك فتعاطاه دفعا لشر يتوقعه منهم فمشى إليهم ولم يقل إلا خيرا ودعا لهم بالتوفيق والتسديد فلا بأس بذلك وبالله التوفيق. (ابن قيم الجوزية، أحكام أهل الذمة 1/442).
“Adapun ucapan selamat dengan simbol-simbol yang khusus dengan kekufuran maka adalah haram berdasarkan kesepakatan ulama, seperti mengucapkan selamat kepada kafir dzimmi dengan Hari Raya dan puasa mereka. Misalnya ia mengatakan, Hari Raya berkah buat Anda, atau Anda selamat dengan Hari Raya ini dan sesamanya. Ini jika yang mengucapkan selamat dari kekufuran, maka termasuk perbuatan haram. Ucapan tersebut sama dengan ucapan selamat dengan bersujud kepada salib. Bahkan demikian ini lebih agung dosanya menurut Allah dan lebih dimurkai daripada ucapan selamat atas minum khamr, membunuh seseorang, perbuatan zina yang haram dan sesamanya. .. Apabila seseorang memang diuji dengan demikian, lalu melakukannya agar terhindar dari keburukan yang dikhawatirkan dari mereka, lalu ia datang kepada mereka dan tidak mengucapkan kecuali kata-kata baik dan mendoakan mereka agar memperoleh taufiq dan jalan benar, maka hal itu tidak lah apa-apa.” (Ibnu Qayyimil Jauziyyah, Ahkam Ahl al-Dzimmah, juz 1 hal. 442).
Pernyataan di atas menyimpulkan bahwa ucapan Selamat Natal, hukumnya haram dilakukan oleh seorang Muslim, karena termasuk mengagungkan simbol-simbol kekufuran menurut agamanya.
Lalu bagaimana, jika sekelompok umat Islam berpartisipasi menghadiri acara natal dengan tujuan mengamankan acara Natalan? Tentu saja, hukumnya juga haram.
Al-Imam Abu al-Qasim Hibatullah al-Thabari al-Syafi’i, seorang ulama fiqih madzhab Syafi’i berkata:
قال أبو القاسم هبة الله بن الحسن بن منصور الطبري الفقيه الشافعي ولا يجوز للمسلمين أن يحضروا أعيادهم لأنهم على منكر وزور وإذا خالط أهل المعروف أهل المنكر بغير الإنكار عليهم كانوا كالراضين به المؤثرين له فنخشى من نزول سخط الله على جماعتهم فيعم الجميع نعوذ بالله من سخطه
“Telah berkata Abu al-Qasim Hibatullah bin al-Hasan bin Manshur al-Thabari, seorang faqih bermadzhab Syafi’i: “Kaum Muslimin tidak boleh (haram) menghadiri Hari Raya non Muslim, karena mereka melakukan kemunkaran dan kebohongan. Apabila orang baik bercampur dengan orang yang melakukan kemunkaran, tanpa melakukan keingkaran kepada mereka, maka berarti mereka rela dan memilih (mendahulukan) kemunkaran tersebut., maka dikhawatirkan turunnya kemurkaan Allah atas jamaah mereka (non-Muslim), lalu menimpa seluruhnya, kita berlindung dari murka Allah.”
Bagaimana jika ada orang berkata, tidak apa-apa mengucapkan selamat Natal, dengan tujuan selamat atas lahirnya Nabi Isa ‘alaihissalam?
Ucapan orang ini perlu dipertanyakan. Kepada siapa Anda memberikan fatwa tersebut? Kepada orang yang bershalawat kepada Nabi Muhammad shalllallahu ‘alaihi wasallam dan nabi-nabi lainnya yang iducapkan di rumahnya dan bukan pada hari Natal?
Secara jujur saja, kepada siapa dia mengucapkan Selamat Natal? Apakah kepada Isa ‘alaihissalam, secara khusus, tanpa diucapkan kepada non-Muslim? Atau selamat natal diucapkan kepada non-Muslim pada Hari Raya mereka? Wallahu a’lam.
Penulis Ustadz Idrus Ramli
(Sekretaris Lembaga Bahtsul Masa’il NU Jember dan Anggota Lajnah Ta’lif wa an-Nasyr NU Jawa Timur)
setuju dengan pendapat Ustadz Idrus Romli zpondok Sidogiri….💖👍👍👍