Karamah
Seperti yang dikatakan oleh Kiai Ahmad Shidiq, kewalian Kiai Cholil itu diperoleh sebab keistikamahannya. Dengan kepribadian yang istikamah, sudah cukup menjadi bukti akan kewalian beliau. Namun begitu, ada banyak kejadian yang menunjukkan Kiai Cholil itu mukasyafah.
Pernah ada seseorang datang ke Kiai Kholili Manawy (ayah Mas H Hasbulloh Mun’im, Ketua II PPS sekarang) saat itu menjabat bendahara pondok- bermaksud meminjam uang. Oleh Kiai Kholili rencananya mau diberi pinjaman dari uang pondok. Keesokan harinya, Kiai Kholili bertemu dengan Kiai Cholil. Tanpa ada yang memberitahu tentang kejadian itu, Kiai Cholil langsung berkata, “Wong iku, le’ nyang duwe’e dewe eman, le’ nyang duwe’e pondok ga’ eman (Orang itu, kalau uangnya sendiri merasa eman, tapi kalau sama uang pondok tidak)”. Kiai Kholili kontan saja jadi terkejut dan membatin, “Kiai kok tahu.”
Juga pernah, saat Kiai Kholili sakit. Pagi-pagi diajak Kiai Cholil ke Pasuruan. Di atas dokar Kiai Cholil berkata “Li, aku perikso nyang dokter gak ole rokoan tapi dokteri dewe rokoan, iku podo ae ambe’ kiai sing doyan qodlo’ (Kholili, saya periksa ke dokter, tidak boleh merokok, tapi dokternya sendiri merokok, kan sama saja dengan Kiai yang suka qodlo’ (salat)”.
Pengalaman serupa juga dialami Ust. Manshur Noer (staf pengajar MMU). Pada suatu sore di satu bulan puasa ia sowanpada KH. Cholil, setelah berbincang-bincang agak lama, Ust. Manshur Noer pamit pulang pada Kiai dan dijawab oleh beliau, “Kate nang endi, Shur. Wong waktu buko se’ tange. Tapi masio ndak buko yo ndak poopo, (Mau kemana Shur, waktu berbuka masih lama. Tapi sekalipun tidak berbuka tidak apa-apa kok)”.
Ust. Manshur Noer diizini pulang. Sampai di pertigaan Sidogiri, beliau teringat dan memikirkan dawuhnya Kiai tadi, tanpa disadari sepeda yang yang dikayuh melaju dengan cepatnya hingga menabrak seorang pengendara sepeda pancal lain.
Karena khawatir terjadi apa-apa, Pak Manshur lari dengan sepedanya dengan sekencang-sekencangnya, sampai di rumahnya, waktu buka puasa kurang 10 menit. Belum kering keringat yang membasahi tubuhnya, tiba-tiba orang yang tadi ditabrak di Sidogiri datang seraya menuntut segala macam kerugian yang dideritanya. Akibatnya, Pak Manshur tidak berbuka puasa karena urusannya selesai setelah waktu Isya, namun perut terasa kenyang. Barulah beliau paham akan dawuh Kiai Cholil sore tadi, “Meski ndak buko ndak po-opo (sekalipun tidak berbuka tidak apa-apa).”
Ust. Kholil Abdul Karim juga punya kisah menarik. Satu saat cincin Kiai Kholil jatuh ke dalam WC. Terdorong untuk berkhidmat pada Kiai. Ust. Kholil bersama khadam Kiai bernama Nur Kholish, membongkar WC itu seukuran tubuh. Anehnya, setelah Ust. Kholil sampai di dalam WC, tidak ada kotoran dan baunya sama sekali, yang ada hanyalah lumpur. Terlepas apakah itu perasaannya saja atau karena karamah Kiai Cholil. Setelah meraba-raba ke dasar WC, maka ditemukanlah cincin itu. Akhirnya cincin itu dikembalikan pada Kiai Cholil.
Kiai Cholil Wafat
إِنَّا لِلَّٰهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
Kita semua milik Allah, dan kepada-Nya jua semuanya kembali.
Segala yang hidup akan kembali kepada-Nya. Tak ada yang mampu menebak kapan Malaikat Maut akan datang menjemput ajal, begitu pula tak ada yang bisa mengulur waktu dari jadwal yang telah ditentukan. Malam Senin Pon 21 Ramadan tahun 1397 H atau 05 September 1977 M Hadratussyekh KH. Muhammad Cholil Nawawie wafat.
Saat itu beliau sedang mengerjakan salat tarawih seperti malam-malam sebelumnya. Sampai di pertengahan salat tarawih, Kiai pergi ke jeding mengambil wudu. Namun, ketika akan keluar beliau jatuh tanpa ada seorang pun bersamanya. Untunglah tak lama berselang khadamnya datang menolong. Oleh si khadam segera dipeluk sembari berdiri untuk diangkat ke dalem, tapi tak lama kemudian beliau menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Beribu-ribu orang hadir untuk memberikan penghormatan. Dengan mata berkaca-kaca mereka mengenang dengan doa kepada sosok Kiai tercinta. Kiai yang penuh syafaqah dan kasih sayang. Saat itu, keranda sepertinya hanya berjalan di atas ujung jari, karena banyak dan rapatnya orang yang memikul, bahkan tikar yang dibuat sebagai alas keranda menjadi rebutan jamaah sampai habis. Semuanya berebut untuk mengambil, kendati secuil, barakah Kiai Cholil.
Kiai wafat meninggalkan seorang putra angkat yaitu Mas H. Muhammad (Banat I), dan dua orang istri bernama Ny. Asma dan Ny. Murti. Tidak ada yang tersisa dari harta beliau.
Dalemnya diwakafkan kepada istrinya, Nyai Asma Podokaton. Sedangkan kitab-kitabnya diwakafkan ke Perpustakaan Pondok Sidogiri (kitab wakaf Kiai Cholil ini kelak menjadi cikal-bakal tumbuhnya Perpustakaan Sidogiri).
Rupanya, Kiai Cholil telah memasrahkan semua hidup dan hartanya untuk mendidik santri, mencetak generasi handal.
Terakhir, mari bersama-sama dengan khusyuk kita hadiahkan surat Al-Fatihah pada beliau. AI-Fatihah..
KOMENTAR TOKOH
AImarhum AImaghfurlah KH. Hasani Nawawie
“Kiai Cholil itu aI-Imam”
Kekaguman Kiai Hasani itu pernah disampaikan kepada Mas Abduh (adik Mas Hasbulloh Mun’im). Menurut Kiai Hasani -di samping kelebihan yang lain- Kiai Cholil itu berjiwa besar dan bisa menerima kritikan dan kebenaran dari siapa saja. Tidak pernah merasa gengsi untuk mengakui kebenaran.
Almaghfurlah KH. Achmad shiddiq, Jember
“Kiai Cholil itu Wali karena Istikamahnya”
Ungkapan itu disampaikan oleh KH. Achmad shiddiq dalam satu acara pengajian di Jember. Menurut Ra’is Aam NU itu, kewalian Kiai Cholil sebab keistikamahannya.
Almaghfurlah KH. Hamim Jazuli (Gus Mik), Kediri “Kiai
Cholil itu Barokahi”
Gus Mik itu mengungkapkan hal itu. kepada Gus Sep (KH. MA Saiful Ridjal Bondowoso) untuk menyuruhnya mondok di Sidogiri. Kata Gus Mik, “Kiai Sidogiri banyak barakahnya”.
Almaghfurlah KH. Hasan Saifurridjal, Genggong Probolinggo
“Saya yakin Kiai Cholil Masuk Surga”
Perkataan itu disampaikan kepada KH. Mas Zayadi, Kanigaran Probolinggo. Ceritanya, satu hari sebelum Kiai Cholil wafat, Kiai Zayadi bermimpi Kiai Cholil. Dalam mimpinya itu terdengar bacaan ayat:
وجوه يومئذ نا ضرة, ووجوه يومئذ باسرة
Ternyata, keesokan harinya terdengar kabar Kiai Cholil wafat Kiai Mas Zayadi penasaran dengan mimpinya itu, sehingga bertanya kepada almagfhfurlah KH. Hasan
Saifurridjal Genggong, “Itu satu tanda bahwa Kiai Cholil pasti masuk surga. Jika Kiai Cholil tidak masuk surga, saya dan kamu mau masuk ke mana?,” jawab Kiai Hasan.
KH. Abdullah Schal, Bangkalan
“Kiai Cholil lbarat Lautan”
Kiai Abdullah mengungkapkan itu, saat melihat kesabaran dan keluasan pandangan Kiai Cholil menghadapi satu permasalahan. Masalah apapun akan tertampung dan tidak menjadikannya susah.
KH. Busyiri Nawawi, Sampang
“Kiai Cholil itu Wali tapi Mastur”
Kalau tidak dekat dengan beliau, maka tidak akan tahu jika beliau itu seorang wali Allah SWT. Saya yakin dengan seyakin-yakinnya; Syaikhona Cholil itu waliyullah tapi mastur (tidak ketahuan kewaliyannya).
Dawuh Al-Maghfurlah
KH. Muhammad Cholil Nawawie
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Wa ba’du: Poro santri Pondok Pesantren Sidogiri, aku jaluk tulung, ikhtiyaro sing sa’temene, ojo’ sampe’ santri-santri kabeh ngelanggar peraturan lan undang-undang Pondok Pesantren Sidogiri, ugo ta’ jaluk to’at mareng petunjuk-petunjuk dadi pengurus lan petugas sing ngelako’no kewajibane.
Poro santri Pondok Pesantren Sidogiri sing kebeneran dadi pengurus, ta’ jaluk sing temenan olehe ngelako’no kewajiban lan sing adil nindak santri-santri sing melanggar peraturan lan undang-undang Pondok Pesantren Sidogiri.
Poro santri Pondok Pesantren Sidogiri sing kebeneran dadi guru, ta’ jaluk sing ikhlas olehe mulang, lan sing ati-ati olehe maca kitab, ojo ‘sembrono, ojo’ riya’, sombong, lan liyo-liyane kelakoan sing ndak bagus, tugasmu luwih abot timbang pengurus ing dalem soal akhirat, soko kesalahan poro guru iku sing paling ngerusak timbang liyane.
Akhirul kalam, santri-santri kabeh, pengurus, guru, ojo’ dumeh, dadi pengurus utowo guru terus nggak ngaji, melanggar, lan liyo-liyane. Sa’temene guru, pengurus kabeh iku santri.
Kerono iku santri-santri sing melanggar ndak biso lerenngelereni supoyo ngalih songko Pondok Pesantren Sidogiri.
Wassalam,
H. Muhammad Cholil Nawawie
Waba’du. Para santri semua, saya minta kalian berusaha dengan sungguh-sungguh. Jangan sampai santri-santri melanggar peraturan dan undang-undang Pondok Pesantren Sidogiri. Juga diminta taat terhadap petunjuk-petunjuk dari pengurus atau petugas yang melaksanakan kewajibannya.
Para santri yang ketepatan menjadi pengurus, diminta bersungguh-sungguh dalam melaksanakan kewajiban dan yang adil dalam menindak santri yang melanggar peraturan dan undang-undang Pondok Pesantren Sidogiri.
Para santri yang ketepatan menjadi guru, saya minta yang ikhlas dalam mengajar dan hati-hati dalam membaca kitab. Jangan sembrono, jangan riya’, dan segala macam pekerjaan yang tidak baik. Tugas kamu lebih berat dibanding pengurus (yang lain) di dalam soal akhirat. Sebab kesalahan para guru itu yang paling merusak dibanding yang lainnya.
Terakhir. Santri-santri semua, pengurus, guru, jangan besar diri, lantas tidak mengaji, melanggar, atau yang lainya. Sesungguhnya guru dan pengurus semua adalah santri.
Karena itu santri-santri yang tidak bisa menghentikan pelanggaran agar pindah dari Pondok Pesantren Sidogiri.
Wassalam,
H. Muhammad Cholil Nawawie
[…] KH. Cholil Nawawie Bagian III […]