ArtikelUnggulan

Memetik Hikmah di Balik Musibah

Musibah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Bisa jadi, musibah merupakan ujian dari Allah untuk membentuk ketabahan dalam diri manusia, atau semata-mata sebagai bukti bahwa kehidupan di bumi ini penuh dengan dinamika; kadang susah, kadang bahagia. Kadang pula sulit dipahami musibah yang menimpa, sebagai cobaan, peringatan atau hukuman dari Allah.

Kendati demikian, di balik musibah pasti ada hikmahnya, meski kemampuan manusia untuk melihat musibah sebagai suatu hikmah menjadi tantangan tersendiri. Lebih seringnya, istilah “musibah” dihubungkan dengan kesedihan, ketakutan, dan ketidaknyamanan emosional. Media massa, dengan fokusnya pada berita tragis dan kriminal, semakin memperkuat persepsi negatif terhadap musibah. Oleh karena itu, sebagian besar individu sulit untuk melihat musibah sebagai bagian dari perjalanan spiritual yang membawa hikmah.

Sebagai orang yang beriman, harus meyakini bahwa balik musibah, terdapat rahasia besar Ilahi. Terdapat banyak hikmah yang bisa diambil berupa pelajaran dari setiap cobaan yang menimpa. Salah satu hikmah pentingnya, musibah mampu mendidik dan menyucikan jiwa dari dosa dan maksiat. Sebagaimana diungkapkan oleh Rasulullah ﷺ bahwa setiap cobaan yang menimpa seorang mukmin akan menghapus sebagian dosa-dosanya. Dalam riwayat Imam al-Bukhari, Rasulullah bersabda:
مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

“Tidak ada penyakit, kesedihan, dan bahaya yang menimpa seorang mukmin hingga duri yang menusuknya melainkan Allah akan mengampuni kesalahan-kesalahannya dengan semua itu.” (HR. Bukhari).

Selain itu, musibah juga berfungsi sebagai sarana untuk meningkatkan pangkat kehambaan seseorang. Para nabi, wali, dan orang-orang shalih sering kali mengalami cobaan sebagai ujian untuk mengukur tingkat kesabaran mereka. Semakin tinggi tingkat kesabaran yang mereka tunjukkan, semakin tinggi pangkat mereka di sisi Allah. Hal ini juga berlaku bagi setiap orang, yang juga punya kesempatan untuk membuktikan ketabahan dan kesabarannya di hadapan Allah. Ini juga termaktub dalam hadis Nabi Muhammad ﷺ yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ عِظَمُ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ

“Sesungguhnya besarnya pahala tergantung pada besarnya cobaan. Jika Allah mencintai suatu kaum maka Dia akan mengujinya dengan cobaan. Barang siapa yang ridha atas cobaan tersebut maka dia mendapat keridhaan Allah dan barang siapa yang berkeluh kesah (marah) maka ia akan mendapat murka Allah.” (HR. Tirmidzi).

Dengan demikian, musibah yang seringkali dianggap sebagai suatu keburukan, ternyata menyimpan potensi besar untuk kebaikan dan pembentukan karakter. Melalui hal ini, diharapkan kita semua dapat melihat musibah sebagai bagian integral dari perjalanan hidup yang membawa hikmah dan pelajaran berharga untuk pertumbuhan spiritual manusia.

Penulis: Muhit Rofiqiy
Penyunting: Muhammad Ilyas

Shares:
Show Comments (0)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *